Home

Rabu, 23 November 2011

Tugas PBSI Tentang Cerita Anak

Mengapa Ulat Menjadi Kupu-Kupu 

Dahulu kala di sebuah taman yang kecil, hiduplah sekumpulan ulat dan juga beberapa Bunga Sepatu dan Bunga Mawar. Pada awalnya mereka semua  bersahabat. Sampai suatu hari, sekuntum bunga mawar bernama Okit dengan sombongnya berkata.

“Hei para ulat! Jangan terus memakani daun kami!”

“Ya benar! Lihat…daun-daun kami jadi rusak, pergi kalian dari taman ini!” sahut bunga mawar lainnya.

Ulat-ulat merasa sangat sedih. Mereka memang memakani daun-daun bunga di taman itu. Tetapi jika mereka tidak makan, tentu mereka akan mati kelaparan. Akhirnya dengan kerendahan hati mereka berniat pergi dari taman itu. Namun sekuntum bunga sepatu mencegahnya.

“Hei, kalian jangan pergi,” kata Rena si bunga sepatu kepada ulat, “kalian boleh memakan daun kami para bunga sepatu di taman ini.”

“Benar, kami rela membagi daun kami kepada kalian,” ucap bunga sepatu lainnya.

Ulat sangat berterimakasih atas kebaikan bunga sepatu dan berkata.

“Terimakasih, kalian telah menolong kami.”

Akhirnya di taman itu bunga mawarlah yang paling indah karena daun mereka utuh. Terkadang beberapa bunga mawar mengejek bunga sepatu yang daun-daunnya bolong akibat dimakani ulat.

Suatu ketika, seorang manusia mendatangi taman itu. Dia berkata.

“Aku akan mengambil beberapa bunga disini. Oh tidak…bunga-bunga sepatu ini daunnya dimakani ulat. Aku ambil lima bunga mawar ini saja, daunnya masih bagus.”

Lalu manusia itu mencabut lima bunga mawar dari taman itu dan pergi. Taman itu berduka, khususnya bunga mawar. Mereka kehilangan lima anggotanya. Sekuntum bunga sepatu tiba-tiba berbisik kepada ulat.

“Kami harus berterimakasih kepada kalian. Kalau daun kami tidak dimakani kalian, mungkin kami juga diambil oleh manusia seperti lima bunga mawar itu.”

Di taman itu kini hanya tersisa lima bunga mawar. Mereka berlima takut akan diambil juga oleh manusia. Akhirnya mereka menyadari kesombongannya dan berkata.

“Kalian para ulat, kami mohon maafkanlah kesombongan kami. Kalian sekarang boleh memakan daun kami. Kami takut akan dicabut dari tanah seperti kelima saudara kami.”

“Tapi mawar, daun itu memang milik kalian, hak kalian untuk memberikannya kepada kami atau tidak,” tukas Hili si ulat jantan.

“Tidak ulat, sungguh kami sangat menyesal,” ucap Okit, “sudah seharusnya kami memberikan daun-daun kami untuk kalian makan. Bukankah sesama makhluk hidup kita harus saling tolong-menolong?”

Rena si bunga sepatu menjawab.

“Itu benar Kit. Bisa-bisa beberapa waktu kedepan bunga-bunga di sini akan habis dicabuti oleh manusia.”

Mendengar perkataan kedua bunga itu ulat-ulat sangat terharu dan seekor ulat menjadi bersemangat untuk berkata.

“Terima kasih para bunga, kalian sangat baik kepada kami,” teriak Hili berkaca-kaca, “kelak kami akan membalas jasa kalian!”

Beberapa hari berlalu, setelah ulat memakan daun-daun bunga mawar dan bunga sepatu, mereka bersepuluh berubah menjadi kepompong. Dalam beberapa minggu kepompong itu menetas dan ulat-ulat itu berubah menjadi kupu-kupu yang sangat indah. Para bunga takjub melihat perubahan itu, dan salah satu dari mereka berkata.

“Wah…kalian telah berubah wujud! Kalian kini bersayap dan indah sekali!”

“Terima kasih, “ kata Hili yang kini telah menjadi kupu-kupu, “Sekarang kami akan memenuhi janji kami. Kami akan membalas jasa kalian.”

Sepuluh kupu-kupu itu menolong bunga menyebarkan benihnya. Mereka menggunakan kemampuan terbangnya untuk menyebarkan benih-benih bunga mawar dan bunga sepatu secara merata di taman itu. Bunga-bunga sangat berterimakasih kepada kupu-kupu. Kini kupu-kupu tidak lagi mendapatkan daun dari bunga, tetapi madu yang sangat manis dan lebih enak daripada daun.

Berkat pertolongan sepuluh kupu-kupu, beberapa minggu kemudian jumlah bunga di taman itu bertambah. Kini di taman itu terdapat ratusan bunga mawar dan bunga sepatu. Kehidupan di taman itu menjadi penuh dengan kebahagiaan.

Namun di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba seorang manusia kembali datang. Seluruh penghuni taman itu pasrah jika ada bunga yang akan dicabut lagi oleh manusia itu.

“Kenanglah taman ini meskipun kalian dicabut olehnya!” teriak Okit kepada seluruh bunga. Perkataan Okit itu menguatkan hati para bunga untuk tetap kuat. Ketika mereka sudah siap menerima keadaan, manusia itu justru berkata.

“Oh Tuhan, taman ini sekarang indah sekali! Bunga-bunganya jauh lebih banyak dan sekarang ada kupu-kupu yang mengitarinya. Aku akan menjaga bunga-bunga ini agar tetap tertanam dan menyiraminya setiap hari.”

Manusia itu kemudian pergi tanpa mencabut sekuntum bunga pun. Seluruh penghuni taman itu bersorak-sorai gembira karena tidak ada yang berpisah. Seluruh bunga mawar, bunga sepatu, dan kupu-kupu kini hidup bahagia. Sampai saat ini, itulah alasan mengapa kupu-kupu mau membantu menyebarkan benih bunga, yaitu untuk membalas jasa bunga yang telah memberi mereka daun.

Senin, 14 November 2011

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NHT KEPALA BERNOMOR STRUKTUR ( NUMBERED HEADS TOGETHER) SEBAGAI INOVASI UNTUK MENGAKTIFKAN SISWA DALAM KEGIATAN DISKUSI KELOMPOK


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pembelajaran di sekolah kurang meningkatkan kreativitas siswa. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh seorang guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

 B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.        Sebutkan permasalahan aktual yang layak untuk  di inovasi ?
2.        Jelaskan alasan mengapa permasalahan tersebut layak untuk di inovasi ?
3.        Mengapa metode diskusi kelompok pada umumnya masih kurang dapat mengaktifkan seluruh siswa untuk berpikir dalam memecahkan suatu masalah serta masih kurang bisa menumbuhkan rasa tanggungjawab diantara anggota – anggota kelompok dalam kegiatan diskusi kelompok ?
4.        Bagaimana cara menerapkan metode diskusi kelompok yang inovatif agar dengan metode diskusi kelompok tersebut semua siswa itu bisa ikut terlibat langsung untuk berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kegiatan diskusi serta tidak terjadi saling mengandalkan satu sama lain diantara anggota kelompoknya sehingga semua siswa akan aktif berpikir dan behasil dalam aktivitas pembelajarannya.

C.      Tujuan Inovasi
Adapun tujuan inovasi yang harus dicapai adalah sebagai berikut :
1.        Menjelaskan permasalahan aktual yang layak untuk  di inovasi.
2.        Menjelaskan alasan mengapa permasalahan tersebut layak untuk di inovasi.
3.        Mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan berbagai penyebab metode diskusi kelompok sebagai metode yang masih kurang dapat mengaktifkan seluruh siswa untuk berpikir dalam memecahkan suatu masalah serta masih kurang bisa menumbuhkan rasa tanggungjawab diantara anggota – anggota kelompok dalam kegiatan diskusi kelompok.
4.        Menerapkan model pembelajaran NHT Kepala Bernomor Struktur ( Numbered Heads Together) sebagai metode diskusi kelompok yang inovatif agar dengan metode diskusi kelompok tersebut semua siswa bisa ikut terlibat langsung untuk berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kegiatan diskusi serta tidak terjadi saling mengandalkan satu sama lain diantara anggota kelompoknya sehingga semua siswa akan aktif berpikir dan behasil dalam aktivitas pembelajarannya.
D.      Metode Penulisan
Dalam makalah ini penyusun menggunakan metode kepustakaan yaitu membaca hal – hal yang berkaitan dengan tema dari beberapa sumber baik buku maupun internet.

 BAB II
PEMBAHASAN

A.      Masalah Aktual yang Layak Di Inovasi
Masalah yang aktual dan layak untuk di inovasi adalah masalah penerapan metode diskusi kelompok yang seharusnya dapat mengaktifkan siswa untuk saling berpikir memecahkan suatu masalah dan siswa bisa saling bekerjasama serta memiliki rasa tanggungjawab dalam kelompoknya ternyata kenyataannya masih kurang berhasil diterapkan dalam  pembelajaran sehingga masih tetap saja tidak seluruh siswa ikut bekerjasama dan terlibat langsung dalam kegiatan diskusi, akibatnya siswa tetap saling mengandalkan satu sama lain dalam diskusi kelompoknya. Sehingga proses pembelajaran yang terjadi kurang efektif.  

B.       Alasan Masalah Perlu Di Inovasi
Karena dengan menginovasi atau memperbaiki semua aspek – aspek yang dapat mendukung proses pembelajaran ke arah yang lebih baik, maka akan tercipta  situasi pembelajaran yang efektif di antara guru dan siswa serta proses pembelajaran itu sendiri. Diharapkan dengan menginovasi berbagai aspek pembelajaran dapat lebih membangkitkan motivasi  kegiatan belajar siswa di kelas sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa sesuai dengan kurikulum. Dengan demikian melalui kegiatan belajar, siswa diharapakn berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan positif. siswa akan lebih terkembangkan potensi, bakat dan minatnya manakala guru mampu membimbing dan mengarahkannya dengan baik dan benar.

C.      Alasan Metode Diskusi Kelompok Kurang Dapat Mengaktifkan Siswa Dalam Proses pembelajaran
Diskusi sebagai metode pembelajaran adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan atau saling mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif (Gagne & Briggs. 1979 : 251) manakala salah satu diantara siswa berbicara, maka siswa siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi, tidak harus diatur terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain. Demikian pula mereka kadang – kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai narasumber. Dalam penentuan pimpinan diskusi anggota kelompok dapat menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri. Sehingga melalui metode diskusi, diharapkan keaktifan siswa sangat tinggi.
Tetapi pada kenyataannya dalam proses pembelajaran, Penerapan metode diskusi kelompok pada umumnya yang seharusnya dapat mengaktifkan siswa untuk saling berpikir memecahkan suatu masalah dan siswa bisa saling bekerjasama serta memiliki rasa tanggungjawab dalam kelompoknya ternyata kenyataannya masih kurang berhasil diterapkan dalam  pembelajaran sehingga masih tetap saja tidak seluruh siswa ikut bekerjasama dan terlibat langsung dalam kegiatan diskusi, akibatnya siswa tetap saling mengandalkan satu sama lain dalam diskusi kelompoknya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor guru dan siswa itu sendiri, yaitu dari faktor guru salah satunya guru yang  kurang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran atau kemasan pembelajarannya kurang menarik minat siswa sehingga siswa itu menjadi kurang aktif dalam belajar saat berdiskusi kelompok, guru kurang dapat membimbing dan mengawasi siswa pada saat kegiatan diskusi kelompok berlangsung, kurangnya pemberian motivasi kepada siswa saat akan melakukan diskusi kelompok, serta materi yang diberikan dapat menyulitkan siswa karena tidak sesuai dengan karakteristik dan kemauan siswa itu sendiri. Sedangkan faktor penyebab dari siswa itu sendiri yaitu salah satunya ada sebagian siswa yang merasa dirinya paling bisa dan paling dominan di kelas sehingga ia mampu memecahkan suatu permasalahan dengan individual dan terkesan kurang percaya kepada setiap anggota kelompoknya, sebaliknya ada siswa yang malas untuk ikut berpikir karena ia merasa bahwa dalam diskusi kelompok ada salah satu temannya yang dianggap pintar dapat mengerjakan tugas dalam memecahkan masalahnya.
Selain itu kebanyakan guru itu merasa enggan dan keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi : pertama, diskusi kelompok merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antar siswa secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi kelompok sulit ditentukan; kedua, diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari sehingga proses pembelajaran akan efektif sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dilihat juga dari pengorganisasian materi pembelajaran, terdapat perbedaan yang sangat prinsip dibandingkan antara metode diskusi kelompok  dengan metode lain seperti metode ceramah dan demonstrasi. Metode ceramah atau demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikan nya saja, sedangkan ini sangat berbeda dengan metode diskusi kelompok. Pada metode diskusi kelompok bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, materi pembelajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa secara mandiri, oleh karena itu tujuan utama metode diskusi kelompok bukan hanya sekedar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar yang terjadi pada setiap siswa.       
Dalam kegiatan diskusi kelompok pada umumnya sering terjadi kegiatan diskusi kelompok yang tidak efektif yaitu terkadang ada siswa saat berdiskusi kelompok yang mengambil jalan pintas dengan cara meminta tolong pada teman kelompok lain untuk mencarikan jawabannya. Hal ini tentunya akibat kurangnya bimbingan, petunjuk dan arahan dari guru saat membimbing ketika kegiatan diskusi sedang berlangsung, maka dari itu guru yang merupakan seseorang yang sangat memegang peranan penting di kelas dalam mengorganisir proses pembelajaran, guru dituntut harus benar – benar kreatif dan inovatif dapat menerapkan setiap metode pembelajaran secara maksimal yang tentunya harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Sehingga proses pembelajaran akan efektif dan tercapai keberhasilan siswa dalam belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

D.      Menerapkan model pembelajaran NHT kepala bernomor struktur ( Numbered Heads Together) sebagai metode diskusi kelompok yang inovatif

 Upaya dalam menerapkan metode diskusi kelompok yang inovatif agar dengan metode diskusi kelompok tersebut semua siswa itu bisa ikut terlibat langsung untuk berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kegiatan diskusi serta tidak terjadi saling mengandalkan satu sama lain diantara anggota kelompoknya sehingga semua siswa akan aktif berpikir dan behasil dalam aktivitas pembelajarannya. Upaya tersebut dapat terwujud dengan cara menerapkan model pembelajaran NHT kepala bernomor struktur ( Numbered Heads Together) sebagai inovasi untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ini merupakan Pembelajaran kooperatif strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dan  Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang diharapkan tercapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1.        Hasil belajar akademik stuktural, ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2.        Pengakuan adanya keragaman, ini bertujuan agar siswa dapat menerima teman - temannya yang mempunyai berbagai latar belakang yang berbeda.
3.        Pengembangan keterampilan sosial, ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a)        Pembentukan kelompok;
b)        Diskusi masalah;
c)        Tukar jawaban antar kelompok

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000 : 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar yang berbeda. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh  Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
  1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
  2. Memperbaiki kehadiran
  3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
  4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
  5. Konflik antara pribadi berkurang
  6. Pemahaman yang lebih mendalam
  7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
  8. Hasil belajar lebih tinggi
Jadi, model Number Head Together (NHT) merupakan cara belajar Cooperative atau beberapa kelompok dimana anak dikelompokan menjadi beberapa kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, guru memberi tugas kepada setiap siswa berdasarkan nomor, jadi setiap siswa memiliki tugas berbeda.
Model pembelajaran NHT juga merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan melakukan percobaan, mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu permasalahan yang dipelajari. Dengan model NHT siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek dan keadaan suatu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk mengembangkan potensi to live together yaitu melalui model pembelajaran kooperatif. Pada aktivitas pembelajarannya menekankan pada kesadaran bahwa siswa perlu belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep, keterampilan kepada siswa yang membutuhkan atau anggota lain dalam kelompoknya, sehingga belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Slavin (Ibrahim, 2000:16) tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap hasil belajar pada semua tingkat kelas dan semua bidang studi menunjukkan bahwa kelas kooperatif menunjukkan hasil belajar akademik yang signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu tipe NHT (Numbered Heads Together). Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran sebelumnya. Dibentuk kelompok heterogen, setiap kelompok beranggotakan 3-5 siswa, setiap anggota memiliki satu nomor, guru mengajukan pertanyaan untuk didiskusikan bersama dalam kelompok. Guru menunjuk salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam dalam diskusi kelompok.
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. langkah-langkah dalam menerapkan NHT yaitu :
a.        Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
b.        Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
c.         Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
d.        Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. Dengan melihat sintaksnya saja, Anda pasti dapat mengira-ngira apa saja kelebihan dari model ini,sebagaimana dijelaskan oleh Hill (!993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT memiliki kelebihan diataranya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Langkah-langkah :

1.        Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2.        Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai
Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
3.        Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
4.        Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.
5.        Kesimpulan
Singkatnya, NHT merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan 4 tahap kegiatan. Pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap anggota kelompok diberi satu nomor 1, 2, 3, dan 4. Kedua, guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga, berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Keempat, guru menyebut nomor (1, 2, 3, atau 4) dan siswa dengan nomor yang bersangkutan yang harus menjawab (Widdiharto, 2004:18).

Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kepala bernomor struktur

1)   Kelebihan :
a.       Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.      Mampu memperdalam pamahaman siswa.
c.       Melatih tanggung jawab siswa.
d.      Menyenangkan siswa dalam belajar.
e.       Mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
f.       Meningkatkan rasa percaya diri siwa.
g.      Mengembangkan rasa saling memiliki dan kerjasama.
h.      Setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi.
i.        Menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan tidak pintar.
j.        Tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian meskipun saat
k.      Pelajaran menempati jam terakhir pun,siswa tetap antusias belajar.

2)   Kelemahan
a.    Ada siswa yang takut diintimidasi bila Memberi nilai jelek kepada anggotanya (bila kenyataannya siswa lain kurang mampu menguasai materi).
b.    Ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawabnya.Solusinya mengurangi poin pada siswa yang membantu dan dibantu.
c.    Apabila pada satu nomer kurang maximal mengerjakan tugasnya, tentu saja mempengaruhi pekerjaan pemilik tugas lain pada nomor selanjutnya.
 
 BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Jadi salah satu upaya untuk mengaktifkan siswa dalam diskusi kelompok pada proses pembelajaran guru harus  kreatif dan inovatif dalam memilih setiap metode pembelajarannya serta bisa mengembangkan dalam kegiatan pembelajarannya, yaitu dengan menerapkan model pembelajaran NHT kepala bernomor struktur (Numbered Heads Together) sebagai inovasi yang mengaktifkan siswa dalam kegiatan diskusi kelompok yang inovatif agar dengan metode diskusi kelompok tersebut semua siswa itu bisa ikut terlibat langsung untuk berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kegiatan diskusi serta tidak terjadi saling mengandalkan satu sama lain diantara anggota kelompoknya sehingga semua siswa akan aktif berpikir dan behasil dalam aktivitas pembelajarannya.

B.       Saran
Dalam penusunan makalah ini, Penulis tentunya mengalami banyak kekeliruan. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar – besarnya, di karenakan kami masih dalam tarap pembelajaran.
Seperti ada pepatah mengatakan : “ Tak ada gading yang tak retak “. Maka dari itu kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah berikutnya sehingga makalah berikutnya lebih sempurna dari pada makalah sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Trianto. 2007. Model – Model Pembelajaran Inovatif. Prestasi Pustaka : Jakarta.
Usman, Moh. Uzer, Drs. 2002. Menjadi Guru Profesional. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung. 
Zaini, Hisyam, dkk. 2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CSTD.    




Rabu, 09 November 2011

UTS PKn Take Home


UJIAN TENGAH  SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2011 - 2012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA

Mata Kuliah
:
Pendidikan Kewarganegaraan
Jurusan/Semester
:
PGSD / III
Dosen
:
Drs. R. Nana Ganda, S.H., M.Pd. / Elan, S.Pd., M.Pd.
Hari
:
Kamis, 27 Oktober 2011
Sifat
:
Take Home Exam


Petunjuk :
§  Kerjakan soal berikut secara sendiri.
§  Dikumpulkan Seminggu setelah tanggal Ujian.
§  Jawaban di tik rapi dan dicover merah.

Soal :
1.      Jelaskan, mengapa negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan?
2.      Masalah kewarganegaraan saat ini dirasakan semakin penting kedudukannya, tetapi dalam waktu yang sama perhatian terhadap kewarganegaraan belumlah optimal.  Kemukakan permasalahan yang sebenarnya terjadi di Indonesia!
3.      Kemukakan beberapa alasan penting, bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wahana pengembangan kepribadian mahasiswa / generasi muda Indonesia dan berikan contohnya !
4.      Uraikan materi (competency) sebagai bahan pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dan layak untuk kondisi siswa di Indonesia!
5.      Jelaskan apa implikasi globalisasi terhadap Kewarganegaraan indonesia !
6.      Saudara jelaskan nomenklatuur “PKn” salah satu negara selain negara Indonesia !


Selamat mengerjakan





Jawaban :
1.        Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena dengan negara meyelenggarakan pendidikan kewargaraan maka akan tercipta sikap mental bangsa ataupun generasi muda yang bersifat cerdas dan penuh rasa tanggung  jawab yang diharapkan dapat terwujud dalam beberapa perilaku, yaitu:
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati  nilai-nilai  falsafah bangsa Indonesia.
2.      Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara  Indonesia.
3.      Bersikap rasional, dinamis dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga  negara.
4.      Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.      Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni  untuk  kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
6.      Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menghadapi berbagai masalah kewarganegaraan.
7.      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,  berbangsa, dan bernegara.
8.      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter - karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup secara berdampingan dengan sesama.
9.      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara NKRI diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negaranya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasionalnya sebagaimana yang digariskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi  globalisasi setiap warga negara NKRI hendaknya harus tetap pada jati dirinya yang berjiwa patriotik dan cinta tanah air di dalam perjuangan non fisik sesuai dengan profesi masing-masing di dalam semua aspek kehidupan.
Negara menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan mengingat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah  usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan dan atau latihan dalam rangka mengembangkan atau menumbuhkan kesadaran, kecintaan, kesetiaan dan keberaniannya untuk berkorban demi  membela bangsa dan negaranya. Maka setiap warga negara dituntut untuk hidup berguna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa depan  mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan kontkes dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Untuk itu kepada setiap warga negara diperlukan adanya pembekalan  ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai budaya  bangsa. Nilai-nilai  budaya bangsa tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup bagi setiap warga negara. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan perilaku yang cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional sebagai warga negara kesatuan republik indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni. Sebab kualitas warga negara yang baik adalah sangat ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.        Masalah kewarganegaraan saat ini dirasakan semakin penting kedudukannya, tetapi dalam waktu yang sama perhatian terhadap kewarganegaraan belumlah optimal. Ada beberapa permasalahan yang sebenarnya terjadi khususnya di Indonesia yaitu misalnya diambil contoh di Indonesia, perilaku konsumtif terhadap teknologi sangatlah tinggi, ini terlihat dari gaya hidup masyarakat Indonesia yang sekarang ini sudah glamour dan cenderung ke arah negatif. Tetapi, dari hal itu semua masih banyak masyarakat yang sadar dan peduli terhadap Bangsanya dalam mengupayakan pemanfaatan teknologi sekarang ini.
Dunia teknologi tidak terlepas dari dunia anak muda. Pemanfaatan teknologi sekarang ini bagi anak muda, dapat menjadikan kreatifitas didalam dirinya semakin berkembang. Penyalahgunaan teknologi sekarang ini sudah semakin parah. Dalam survey, Indonesia menduduki peringkat pertama terhadap pembajakan teknologi, dan hal ini sudah menjadi biasa. Hal tersebut termasuk pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, karena telah mencuri ide-ide kreatif dan inovasi yang dibuat oleh anak-anak muda kreatif.
Dalam hal ini, betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan bagi kaum muda dalam hal menyikapi sisi negatif kemajuan teknologi yang berdampak bobroknya mental dan psikologis suatu bangsa. Dampak dari bobrokya mental dan psikologis anak muda tentunya dapat mengancam terhadap keutuhan mental dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
Kenyataannya di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan sangat berpengaruh terhadap masalah – masalah karakter bangsa yaitu, budaya Indonesia yang kental akan norma-norma adat istiadat yaitu perilaku sopan, ramah dan sebagainya dapat dikalahkan oleh tontonan-tontonan yang ada di televisi pada sekarang ini. Selain itu, efek negatif dari kemajuan
teknologi dapat menghancurkan keromantisan dalam berkeluarga, bertetangga dan bernegara. Adanya pelanggaran Hak dan Kewajiban, yang berdampak mengganggu kestabilan dan kerukunan hidup bersama.
Untuk itu, perlu adanya suatu pendidikan dan pengarahan dalam rangka mengurangi efek negatif dari kemajuan teknologi pada sekarang ini, terutama bagi kaum muda. Karena, kaum mudalah yang akan menentukan arah kemajuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ini kedepan. Perlunya Pendidikan Kewarganegaraan agar keselarasan kehidupan masyarakat bangsa Indonesia menjadi lebih harmonis, tentram, damai dan sejahtera.
Keselarasan hidup dalam menggunakan Hak dan Kewajiban sangatlah perlu dalam pemanfaatan kemajuan teknologi. Selain itu juga, perlunya pendidikan mental bagi masyarakat Indonesia yang sekarang ini sudah semakin lemah. Pendidikan Kewarganegaraan juga berguna dalam pembentukan watak atau perilaku dari individu dalam menjalani kehidupan kedepan. Mulai dari kaum mudalah harus ditanamkan pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan. Bahkan, mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak sudah harus diterapkan suatu pendidikan untuk menjadi warga negara yang baik. Tidak hanya baik, tetapi juga dapat menjaga keselarasan hidup bermasyarakat dan bernegara demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Setelah ada rasa toleransi antar masyarakat, barulah akan terlihat keharmonisan hidup suatu bangsa, dan juga pemanfaatan kemajuan teknologi semakin terarah dan masih tetap dalam garis-garis besar norma adat istiadat yang dijunjung tinggi dari dahulu hingga kini. Selanjutnya tidak akan ada lagi pelangaran atau pencurian ide, kreatifitas dan kekayaan yang dimiliki oleh setiap individu dalam mengembangkan diri untuk kemajuan teknologi ke depan.
3.        Pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana pengembangan kepribadian mahasiswa / generasi muda Indonesia karena pendidikan kewarganegaraan sangat esensial di negara kita yaitu sebagai wahana untuk membentuk warga Negara / generasi muda yang cerdas, terampil dan berkarakter (National Character Building) yang setia dan memiliki komitmen kepada bangsa dan negara Indonesia yang majemuk. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan berperan dalam rangka membina sikap dan perilaku sesuai dengan nilai moral Pancasila dan UUD 1945 serta menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan dengan masalah ideologi maupun budaya.
Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan kepribadian mahasiswa / generasi muda Indonesia yaitu dalam hal ini erat kaitannya dengan visi dan misi mata pelajaran PKn. Mata pelajaran PKn memiliki visi, yaitu “terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara”. Upaya pembinaan watak/ karakter bangsa merupakan ciri khas dan sekaligus amanah yang diemban oleh mata pelajaran PKn atau Civic Education pada umumnya.
Sedangkan misi mata pelajaran PKn, yaitu “membentuk warga negara yang baik yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum, dan kesadaran moral”. Untuk mewujudkan misi di atas, jelas bahwa kita harus memiliki kemampuan kewarganegaraan yang multidimensional agar dapat menjalankan hak dan kewajibannya dalam berbagai aspek kehidupan.
Sementara itu, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu alasan khusus pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan kepribadian mahasiswa / generasi muda Indonesia yaitu berdasarkan dengan vis dan misi di atas agar diharapkan para mahasiswa atau generasi muda itu dapat mengembangkan karakter – karakter moralnya yaitu diharapkan dapat :
1.      Memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya.
2.      Mampu mewujudkan nilai – nilai dasar keagamaan dan kebudayaan.
3.      Menguasai, menerapkan dan IPTEK dan seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
4.      Memiliki kepribadian yang mantap.
5.      Berpikir kritis.
6.      Bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis.
7.      Berpandangan luas.
8.      Besikap demokratis dan berkeadaban.
9.      Menjadi ilmuan yang profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
10.  Menjadi warga negara yang memiliki daya saing.
11.  Berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan system nilai pancasila.  
12.  Memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupan bernegara yang bertanggung jawab.
13.  Mahasiswa mampu memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai kejuangan serta patriotisme.
4.        Materi (competency) sebagai bahan pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dan layak untuk kondisi siswa di Indonesia yaitu tentang materi pendidikan kewarganegaraan mengenai pembinaan moral dan pembangunan karakter siswa, karena materi ini relevan dan layak untuk dikembangkan di Indonesia kepada siswa selaku generasi muda dan tentunya disesuaikan dengan keadaan melihat situasi dan kondisi bangsa ini yang perlu banyak pembinaan moral supaya terwujud generasi – generasi muda yang berkarakter sesuai dengan tuntutan pendidikan kewarganegaraan.
Pembinaan moral dan karakter bangsa sangat terkait erat dengan peningkatan kualitas pembangunan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan dengan penyelenggaraan pendidikan maka pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pendidikan menjadi landasan utama dalam pembinaan dan penumbuhkembangan karakter positif bangsa. Untuk itu maka pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan pendidikan harus diarahkan pada tiga hal pokok yaitu :
Pertama, pendidikan sebagai sarana untuk membina dan meningkatkan jati diri bangsa untuk mengembangkan seseorang sehingga sanggup mengembangkan potensi yang berasal dari fitrah insani, dari Allah SWT. Pembinaan jati diri akan mendorong seseorang memiliki karakter yang tangguh yang tercermin pada sikap dan perilakunya. Tanpa adanya jati diri, suatu bangsa akan mudah terombang – ambing dan kehilangan arah dari terpaan tantangan globalisasi yang bergerak cepat.
Kedua, pendidikan sebagai media utama untuk menumbuhkembangkan kembali karakter bangsa Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang ramah tamah, bergotong -  royong, tangguh, dan santun. Sehingga apabila karakter ini dapat kita bangun kembali, kita perkuat, maka insyaallah, kita akan mampu menghadapi setiap krisis dan tantangan masa depan.
Ketiga, pendidikan sebagai tempat pembentukan wawasan kebangsaan, yaitu perubahan pola pikir warga bangsa yang semula berorientasi pada kesukuan menjadi pola pikir kebangsaan yang utuh. Melalui wawasan kebangsaan dapat dibangun masyarakat yang saling mencintai, saling menghormati, saling mempercayai, dan bahkan saling melengkapi satu sama lain, dalam menyelesaikan berbagai masalah pembangunan.
Penguatan PKn sebagai dan sebagai wahana pendidikan karakter bangsa
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “ value – based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik pendidikan kewarganegaraan dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut, pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subyek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, dan partisipatif, dan bertanggungjawab. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang wajib diberikan di semua jenjang pendidikan.
Kedua, PKn secara teoritik dirancang sebagai subyek pembelajaran yang memuat dimensi – dimensi kognitif, apektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen dan saling berprentrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara.
Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai – nilai dan pengalaman belajar dalam berbagai bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Jika memperhatikan uraian tersebut, maka tampak bahwa PKn merupakan program pendidikan yag sangat penting untuk upaya pembangunan karakter bangsa.
Sebagai suatu program pendidikan yang amat strategis bagi upaya pendidikan karakter, PKn perlu memperkuat posisinya menjadi “ subjek pembelajaran yang kuat “ yang secara kurikuler ditandai oleh pengalaman belajar secara konstektual dengan ciri – ciri : bermakna, terintegrasi, berbasis nilai, menantang dan mengaktifkan.
Salah satu model adaptif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn sebagai wahana pendidikan karakter adalah melalui Project Citizen Bhineka Tunggal Ika. Pembelajaran PKn menghasilkan kompetensi kewarganegaraan yang memberika bekal menuju “ to be a good citizen”. Dengan demikian kompetensi kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan siwa yang mendukungnya menjadi warga negara yang partisipatif dan bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5.        Implikasi globalisasi terhadap Kewarganegaraan Indonesia yaitu ada yang bersifat positif dan bersifat   negatif di berbagai bidang. Apabila di uraikan satu persatu adalah sebagai berikut :
1)        Dalam Bidang Politik
·       Penyebaran nilai-nilai politik Barat baik secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk demonstrasi yang semakin berani dan semakin bebas tak terkendali dengan kontak fisik sampai terjadinya kerusuhan yang anarkis.
·       Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang berdasarkan semangat kekeluargaan, musyawarah untuk mencapai mufakat dan gotong royong.
·       Semakin menguatnya nilai-nilai politik berdasarkan semangat individual, kelompok, oposisi, diktator mayoritas atau tirani minoritas.
·       Semakin masyarakat memberikan perhatian akan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
·       Semakin banyak lahirnya partai politik, organisasi-organisasi di luar pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.
2)      Dalam Bidang Ekonomi
·       Berlakunya konsep kepemilikan modal besar akan semakin kuat dan yang kecil semakin tersingkir.
·       Pemerintah hanya sebagai regulasi dalam pengaturan ekonomi yang mekanismenya ditentukan oleh pasar.
·       Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya sudah semakin ditinggalkan.
·       Kompetisi produk dan harga semakin tinggi sejalan dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin selektif.
3)      Dalam Bidang Sosial dan Budaya
·       Semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi.
·       Semakin mudahnya nilai-nilai Barat masuk melalui berbagai media cetak dan elektronik yang terkadang ditiru habis-habisan oleh masyarakat.
·       Semakin memudarnya apresiasi terhadap nilai-nilai budaya lokal.
·       Semakin lunturnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian, kesetiakawanan sosial dan juga kebersamaan dalam menghadapi kesulitan tertentu.
·       Semakin memudarnya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4)      Dalam Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan
·       Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi dan tuntutan terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.
·       Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat.
·       Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
·       Menguatnya supremasi sipil dengan mendudukkan tentara dan polisi sebatas penjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara yang profesional.
·       Semakin berkurangnya peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan dan ketertiban negara karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab tentara dan polisi.
v  Dilihat dari pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme yaitu sebagai berikut :
1.      Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2.      Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.      Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
v  Dilihat dari Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme yaitu sebagai berikut :
1.      Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2.      Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.      Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.      Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa.
5.      Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
6.        Nomenklatuur “PKn” Di negara Cina yaitu sebagai berikut :
Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan di negara Cina
Tidak ada sebutan khusus ‚pendidikan kewarganegaraan‛ (civic education) di Republik rakyat Cina tetapi pendidikan kewarganegaraan di Cina melekat dalam bentuk pendidikan moral yang berkaitan erat dengan politik. Istilah ‚pendidikan moral‛ (daode jiaoyu) disebut juga pendidikan politik (sixiang jiaoyu) atau pendidikan politik (zhengzhi jiaoyu) dan atau pendidikan ideopolitik, sehingga kualitas moral bagai dua sisi mata uang yaitu sama kualitasnya dengan kualitas ideomoral dan atau moral-ideopolitik (sixiang zhengzhi suzhi). di Cina pendidikan moral menjadi sesuatu yang esensial sebagai alat sosialisasi politik, untuk mentransmisikan nilai-nilai ideologi dan politik, tidak hanya kepada para siswa, tetapi juga kepada masyarakat luas (Lee dan Ho, 2005: 413).
Konteks Pendidikan Moral sebagai Civic Education Model Cina
Dalam sistem pendidikan nasional Cina ada konsep deyu,yang artinya sama dengan pendidikan moral. Deyu memiliki pengertian lebih luas tidak hanya untuk pendidikan moral, tetapi juga pendidikan ideologis dan politik, termasuk pelajaran hukum, kesehatan (fisik dan mental), Arti ini lebih luas dikenal sebagai ‚macro-deyu‛. Mikro-deyu berarti hanya pendidikan moral; sedangkan yang lainnya termasuk makro-deyu (Li Ping, Zhong Minghua, Lin Bin dan Zhang Hongjuan, 2004: 449-450).
Tahap – tahap perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Cina
Pada periode 1949-1978, pendidikan moral berorientasi politik, yang dalam pelaksanaannya mendasarkan diri kepada Common Framework for Chinese People’s Political Negotiations Partai Komunis Cina. Tugas utama pendidikan moral ketika itu ialah untuk menghancurkan ideologi-ideologi para feodalis, borjuis dan fasis, serta menanamkan keutamaan-keutamaan nasional seperti mencintai tanah air, mencintai rakyat, mencintai buruh, mencintai ilmu, dan mencintai kekayaan publik (CCP 1949 dalam Lee dan Ho, 2005: 419).
Pada periode 1978-1993, secara gradual pendidikan moral menjadi independen dari politik. Pada Pleno Ketiga dari Kongres Nasional Kesebelas (1979), dilahirkan sebuah dokumen ‚Behavioural Code for Primary and Secondary Students‛ (PRCMOE, 1979). Dari dokumen itu, tugas pendidikan moral adalah menanamkan cita-cita, kualitas moral, budaya dan disipilin siswa; afektivitas terhadap tanah air sosialis dan kewirausahaan sosialis; dedikasi terhadap pembangunan Negara; haus ilmu pengetahuan baru; dan kemauan untuk berpikir dan keberanian untuk kreatif.