Home

Selasa, 17 April 2012

Pembelajaran Mikro

Judul Makalah : Keterampilan Mengelola Kelas



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam Pandangan kontemporer, mengajar tidak lagi diartikan menyampaikan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan mengajar adalah mengelola lingkungan pembelajaran agar berinteraksi dengan siswa untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Implikasi dari batasan mengajar tersebut, maka tugas guru adalah sebagai fasilitator pembelajaran, yaitu menciptakan suasana dan lingkungan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kemudahan siswa belajar.
Memperhatikan batasan mengajar tersebut, tugas pokok guru selain menguasai materi pembelajaran, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan kondisi atau lingkungan pembelajarn, sehingga memudahkan siswa menguasai materi yang diajarkan. Adapun lingkungan pembelajaran sangat luas, diantaranya adalah lingkungan kelas.
Tidak bisa dipungkiri sampai saat ini, kelas merupakan lingkungan belajar utama dan dominan yang digunakan oleh guru dan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan mengelola kelas merupakan salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru, sehingga kelas menjadi tempat belajar yang menyenangkan dan kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran bagi siswa.  

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dipahami, maka terdapat rumusan masalah yang dapat dijabarkan di antaranya sebagai berikut:
1.      Bagaimana hakikat pengelolaan kelas ?
2.      Bagaimana tujuan pengelolaan kelas ?
3.      Bagaimana komponen – komponen pengelolaan kelas ?
4.      Bagaimana fungsi pengelolaan kelas ?
5.      Bagaimana penataan pengelolaan lingkungan kelas ?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini di antaranya untuk :
1.     Menjelaskan hakikat pengelolaan kelas.
2.     Menjelaskan tujuan pengelolaan kelas.
3.     Menjelaskan komponen – komponen pengelolaan kelas.
4.     Menjelaskan fungsi pengelolaan kelas.
5.     Menjelaskan penataan pengelolaan lingkungan kelas.

D.    Metode Penulisan
Dalam menulis makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka dan searching dari internet.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Hakikat Pengelolaan Kelas
1.        Pengertian
Pengertian pengelolaan kelas terdiri dari dua kata yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan (manajemen) dalam pengertian umum menurut Suharsini Arikunto adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Sedangkan kelas menurut Oemar Hamalik adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru.
Secara etimologis, pengelolaan kelas ialah usaha guru untuk menciptakan, memelihara dan mengembangkan iklim belajar yang kondusif (Udin S. Winataputra). Pengertian ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Winzer yang menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang ditempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademik dan sosial.
Menurut Depdikbud, 1994/1995, mendefinisikan pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai kemampuan. Pengelolaan kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengeturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai.
Menurut Pidarta, pengelolaan kelas adalah keterampilan bertindak seorang guru yang didasarkan pada pengertian tentang sifat – sifat kelas dan kekuatan yang mendorong mereka bertindak, berusaha, memahami dan mendiagnosa kelas, serta kemampuan untuk bertindak efektif dan kreatif dalam memperbaiki kondisi, sehingga dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang baik.  
Menurut PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996, pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Manajemen kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar – mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar, dan pengaturan waktu, sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikulum dapat tercapai.    
Kesimpulannya dari beberapa definisi tersebut, pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk merancang, menangani, dan menilai situasi dan kondisi kelas agar terwujud kelas yang menyenangkan dan kondusif, sehingga siswa senang belajar, aktif, kreatif dan produktif menghasilkan hasil belajar yang optimal dan bermakna . 
Pengelolaan kelas (classroom management) berdasarkan pendekatannya menurut Weber (1997) yaitu berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach), pendekatan permisif (permissive approach) dan pendekatan modifikasi tingkah laku.
Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach) pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin secara ketat (Weber).   
Bagi sekolah atau guru yang menganut pendekatan otoriter, maka dalam mengelola kelas guru atau sekolah tersebut menciptakan iklim sekolah dengan berbagai aturan atau ketentuan – ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh warga sekolah/kelas. Walaupun menggunakan pendekatan otoriter, berbagai aturan yang dirumuskan tentu saja tidak hanya didasarkan pada kemauan sepihak dari pengelola sekolah/kelas saja, melainkan dengan memasukan aspirasi dari siswa. Hal ini penting mengingat aturan yang dibuat diperuntukkan bagi kepentingan bersama, yaitu untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Setelah berbagai aturan ditetapkan, guru menekankan kepada siswa agar disiplin mematuhi terhadap aturan tersebut, dan bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi atau hukuman (funishment). Pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan, selain sebagai bentuk pengingkaran terhadap kesepakatan, juga dianggap akan mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu guru memiliki otoritas untuk menerapkan sanksi, sehingga pihak yang melanggar menyadari terhadap perilaku yang salah dan kemudian untuk memperbaikinya terhadap kesalahannya itu.
Kedua, Pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan kepada siswa melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan yang mereka inginkan. Menurut pandangan permisif, fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa aman untuk melakukan aktivitas di dalam kelas, tanpa harus merasa takut dan tertekan.
Pendekatan permisif dalam mengelola kelas bukan berarti siswa bebas tanpa batas. Aturan atau ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh warga sekolah tetap ada, hanya aturan tersebut tidak mengekang siswa. Ketika siswa melakukan berbagai aktivitas di dalam kelas/sekolah, tidak dihinggapi perasaan takut serba salah apalagi takut dikenai sanksi atau hukuman.
Ketiga, Pendekatan modifikasi tingkah laku. Pendekatan ini didasarkan pada konsep pengelolaan kelas merupakan proses perubahan tingkah laku. Gagasan utama dari pendekatan modifikasi tingkah laku adalah pengelolaan kelas merupakan upaya untuk mengembangkan dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari siswa dan berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki perilaku negatif yang dilakukan oleh siswa.
Dari kektiga pengertian pengelolaan kelas tersebut, masing – masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu ketiganya dapat dijadikan alternatif untuk diterapkan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta tuntutan yang terjadi di lapangan.
Pendekatan pertama (authory approach) sesuai dengan namanya otoriter. Aturan dibuat untuk mengikat siswa menaatinya, dan jika melanggar harus menerima konsekwensi. Sementara pendekatan kedua (permisif) nampaknya lebih longgar, karena siswa diberi kebebasan beraktivitas. Kalau dilihat secara normatif tentu saja pendekatan ketiga (modifikasi tingkah laku) memiliki peluang yang cocok dan paling sering diterapkan. Pendekatan modifikasi tingkah laku banyak kesesuaian dengan upaya atau tujuan pembelajaran secara khusus dan pendidikan pada umumnya. Melalui aktivitas pembelajaran maupun pendidikan yang lebih luas lagi dimaksudkan sebagi upaya merubah perilaku siswa kearah yang lebih baik.
Meskipun teori ketiga (modifikasi tingkah laku) merupakan jalan tengah dalam pelaksanaan pengelolaan kelas, bukan berarti pendekatan otoriter maupun permisif tidak boleh diterapkan. Keduanya sangat mungkin dan dianggap tepat untuk dilakukan asal disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta selama itu dalam kerangka upaya – upaya proses pembelajaran dan pendidikan.
2.        Pengelolaan dan Pembelajaran
Pengelolaan dan pembelajaran dapat dibedakan tapi memiliki fungsi yang sama. Pengelolaan tekanannya lebih kuat pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran, sementara pembelajaran (instruction) lebih kuat berkenaan dengan aspek mengelola atau memproses materi pembelajaran. Pada akhirnya dari kedua aktivitas tersebut, keduanya dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang sama yaitu tujuan pembelajaran.
Contoh aspek pengelolaan, jika di dalam kelas terdapat gambar yanga dianggap kurang baik atau tidak pada tempatnya untuk ditempelkan di dinding karena akan mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar, maka guru tersebut memindahkannya dan menempatkan pada tempat yang dianggap paling cocok. Adapun pembelajaran, jika diperoleh siswa yang mengalami kesulitan belajar untuk materi – materi tertentu, maka guru mengidentifikasi sebab-sebabnya, dan membantu siswa memecahkan kesulitan yang dihadapinya itu.    
      
B.       Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung dalam tujuan pendidikan. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, tercapainya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap serta apresiasi pada siswa.
Suharsini Arikkunto berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak didik di kelas dapat belajar dan bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Tujuan keterampilan mengelola kelas ini tidak hanya penting bagi guru sebagai manajer di dalam kelas, tetapi penting pula untuk siswa.
1.    Untuk Guru :
·      Mengembangkan pengertian dan keterampilan dalam memelihara kelancaran penyajian dan langkah – langkah proses belajar mengajar secara efektif.
·      Memiliki kesadaran terhadap kebutuhan siswa dan mengembangkan kompetensinya dalam memberikan pengarahan yang jelas kepada siswa.
·      Memberi respon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang menimbulkan gangguan kecil atau ringan, serta memahami dan menguasai seperangkat kemungkinan strategi yang dapat digunakan dalam mengatasi masalah penyimpangan perilaku siswa yang berlebihan atau terus menerus melawan di kelas.  
2.    Untuk Siswa :
·      Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya serta sadar untuk mengendalikan dirinya.
·      Membantu siswa agar mengerti akan arah tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan melihat atau merasakan teguran guru sebagai suatu peringatan dan bukan kemarahan.
·      Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas serta bertingkah laku yang wajar sesuai aktivitas – aktivitas.

C.      Komponen – komponen Pengelolaan Kelas   
Pengelolaan kelas dilakukan untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran yang lebih berkualitas. Oleh karena itu pendekatan atau teori apapun yang dipilih dan dijadikan dasar dalam pengelolaan kelas, harus diorientasikan pada terciptanya proses pembelajaran secara aktif dan produktif. Untuk mendukung terjadinya proses pembelajaran tersebut, maka unsur – unsur pengelolaan meliputi tindakan :
1.     Model tindakan
a.       Preventif, yaitu upaya yang dilakukan oleh guru untuk mencegah terjadinya gangguan dalam pembelajaran. Mencegah dianggap lebih baik dari pada mengobati. Implikasi bagi guru melalui kegiatan preventif ini yaitu sedini mungkin guru mengidentifikasi hal – hal atau gejala – gejala yang dianggap akan mengganggu pembelajaran.
Beberapa upaya utau keterampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk mendukung terhadap tindakan preventif antara lain :  
1)      Tanggap / Peka, sikap tanggap ini ditunjukkan oleh kemampuan guru secara dini mampu dengan segera merespon terhadap berbagai perilaku atau aktivitas yang dianggap akan mengganggu pembelajaran atau berkembangnya sikap maupun sifat negatif dari siswa maupun lingkungan pembelajaran lainnya. Misalnya, jika sudah melihat gejala siswa datang kesiangan, lalu guru berkesimpulan andai tidak ditegur mungkin siswa akan merasa terbiasa. Oleh karena itu dengan pendekatan preventif, guru segera mengingatkan siswa untuk tidak kesiangan lagi.
2)      Perhatian, yaitu selalu mencurahkan perhatian pada berbagai aktivitas, lingkungan maupun segala yang muncul. Perhatian merupakan salah satu bentuk keterampilan dan kebiasaan yang harus dimiliki oleh guru. Ketika siswa yang kesiangan kemudian ditegur oleh gurunya, maka anak akan merasa dirinya diperhatikan, sehingga kedepan ia berusaha untuk tidak kesiangan. Perhatian sifatnya ada yang menyebar, artinya perhatian ditujukan pada semua aspek yang menjadi unsur perhatiannya. Misalnya ketika di dalam kelas perhatian guru menyebar kepada seluruh siswa, dan tidak hanya memfokuskan pada salah seorang siswa saja. Perhatian juga ada yang bersifat terpusat, yaitu perhatian hanya ditujukan pada hal – hal atau objek yang menjadi sasaran pengamatannya. Misalnya bagaimana perhatian guru hanya dipusatkan pada kemampuan ekspresi wajah siswa ketika membaca puisi dalam kelas. Dengan demikian unsur lainnya, sseperti peragaaan busana dan lain sebagainya tidak menjadi sasaran perhatian, karena hanya mencermati pada ekspresi wajahnya saja.      
b.      Refresif, keterampilan refresif tidak diartikan sebagai tindakan kekerasan seperti halnya penanganan dalam gangguan keamanan. Keterampilan refresif sebagai salah satu unsur dari keterampilan pengelolaan kelas, yang dimaksud adalah kemampuan guru untuk mengatasi, mencari dan menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang terjadi dalam lingkungan pembelajaran.
c.       Modifikasi Tingkah Laku
1)      Modifikasi tingkah laku, yaitu bahwa setiap tingkah laku dapat diamati. Oleh karena itu bagaimana dengan tingkah laku yang muncul secara positif, guru memberi respon positif agar kebiasaan baik itu lebih kuat dan dapat dipelihara. Sementara bagi yang menunjukkan perilaku kurang baik, dengan segera mencari sebab – sebabnya dan mengingatkan untuk tidak diulangi lagi bahkan kalau perlu secara edukatif berikan hukuman agar menyadari terhadap perilaku kurang baiknya itu dan memperbaikinya dengan yang lebih positif.
2)      Pengelolaan Kelompok, yaitu untuk menangani permasalahan hendaknya dilakukan secara kolaborasi dan mengikutsertakan berbagai komponen atau unsur yang terkait. Kelas adalah suatu kelompok atau komunitas yang memiliki kepentingan yang sama, yaitu untuk belajar. Oleh karena itu bagaimana setiap unsur yang ada dalam kelas itu dijadikan suatu potensi yang berharga dan dapat menjadi sumber untuk memecahkan permasalahan untuk kepentingan pembelajaran.
3)      Diagnosis, yaitu suatu keterampilan untuk mencari unsur – unsur yang menjadi penyebab gangguan maupun unsur – unsur yang akan menjadi kekuatan bagi peningkatan proses pembelajaran.
2.        Peran guru
Guru sebagai fasilitator dan organisator pembelajaran memiliki peran yang amat penting dalam menciptakan lingkungan pembelajaran (kelas) yang kondusif untuk pembelajaran, antara lain yaitu :
a.       Mendorong siswa mengembangkan tanggungjawab individu terhadap tingkahlakunya.
b.      Membangun pemahaman siswa agar mengerti dan menyesuaikan tingkahlakunya dengan tata tertib kelas, dan memahami bahwa jika ada teguran dari guru merupakan peringatan dan bukan kemarahan.
c.       Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas serta tingkah laku yang sesuai dengan aktivitas kelas.
3.        Hal – hal yang harus dihindari
Beberapa kekeliruan yang harus dihindari oleh guru dalam menerapkan keterampilan mengelola kelas antara lain adalah sebagai berikut :  
a.         Campur tangan yang berlebih, sebaiknya guru jangan ikut campur tangan terlampau dengan permasalahan yang sedang dibicarakan oleh para siswa. Misalnya memberikan komentar secara berlebihan sehingga memasuki pada hal – hal yang tidak dikehendaki oleh siswa.
b.         Kesenyapan, dalam keterampilan mengajar tertentu kesenyapan diperlukan dengan harapan untuk membangkitkan perhatian dan motivasi siswa. Adapun kesenyapan yang perlu dihindari dalam pengelolaan kelas adalah proses komunikasi, seperti memberikan komentar, instruksi, pengarahan yang tersendat – sendat ada kesenyapan yang mengakibatkan informasi tidak utuh diterima oleh siswa sehingga akan menjadi gangguan pada suasana kelas.
c.         Ketidaktepatan, yaitu kebiasaan tidak menaati aturan, ketentuan. Misalnya ketidaktepatan datang atau pulang, mengembalikan pekerjaan siswa, dan lain sebagainya yang menunjukan tidak disiplin.
d.        Penyimpangan, yaitu guru terlena membicarakan hal – hal yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan atau pembelajaran yang sedang dijelaskan.
e.         Bertele – tele, yaitu kebiasaan mengulang hal – hal tertentu yang tidak perlu atau penyajian yang tidak simple banyak diselingi oleh humor atau guyon yang tidak mendidik.      
4.      Tanggung jawab guru sebagai pengelola kelas
a.       Pengelolaan tempat belajar
Tempat belajar seperti ruang kelas yang menarik, merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan di kelas, tujuannya untuk memberikan motivasi kepada siswa untuk bekerja lebih giat lagi. Yang dipajangkan bisa hasil kerja perorangan, berpasangan atau kelompok. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM, karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
b.      Pengelolaan Siswa
Pengelolaan siswa biasanya dilakukan dalam berbagai bentuk seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perlu diperhatikan pada saat pengelolaan siswa antara lain : jenis kegiatan, tujuan kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana dan prasarana. Hal yang sangat penting lagi yakni keberagaman karakteristik siswa. Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu dirancang kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan siswa memperoleh peluang yang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya.
c.       Pengelolaan kegiatan pembelajaran
Guru perlu merancang tugas dan alat belajar yang menantang, pemberian umpan balik, dan penyediaan program penilaian yang memungkinkan semua siswa mampu untuk kemampuan atau merekomendasikan kinerja atau performence sebagai hasil belajar. Tiga hal strategis yang perlu dikuasai oleh guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu : (1) penyediaan pertanyaan yang mendorong berpikir dan berproduksi, (2) penyediaan umpan balik yang bermakna, (3) penyediaan penilaian yang memberi peluang semua siswa melakukan unjuk perbuatan.
d.      Pengelolaan isi atau materi pelajaran
Dalam mengelola materi pelajaran, guru paling tidak harus menyiapkan rencana operasional KBM dalam wujud Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
e.       Pengelolaan sumber belajar
Pengelolaan sumber belajar sebaiknya memperhatikan sumber daya yang ada di sekolah, dan melibatkan orang – orang yang ada di dalam sistem sekolah tersebut. Sumber belajar meliputi sumber daya sekolah dan sumber daya lingkungan.
f.       Pengelolaan strategi dan evaluasi pembelajaran
Pengelolaan strategi pembelajaran yang akurat dapat mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pemilihan strategi pembelajaran harus disesuaikan dengan scope materi pelajaran, kebutuhan siswa dan kompetensi yang akan dicapai.
D.      Fungsi Pengelolaan Kelas
Terdapat empat fungsi pokok pengelolaan kelas, yaitu :
1.    Fungsi preventif atau pencegahan
Yaitu guru melakukan pencegahan timbulnya perilaku siswa yang bermasalah di kelas. Agar guru dapat menjalankan fungsi ini pada saat mengelola kelasnya, seorang guru secara seksama harus mengenal dan memahami sifat – sifat perilaku siswa secara individual.
2.    Fungsi kuratif   
Yaitu menyembuhkan perilaku siswa yang bermasalah. fungsi ini dilakukan oleh guru setelah siswa melanggar aturan atau mengganggu kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga situasi dan kondisi kelas tidak kondusif. Untuk dapat menyembuhkan perilaku siswa bermasalah, guru harus memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah, mendiagnosis masalah, dan mencari alternatif penyelesaian masalah, sehingga dapat ditemukan bagaimana terapi masalahnya.
3.    Fungsi Pemeliharaan
Yaitu fungsi pokok manajemen, guru memelihara kondisi belajar mengajar di kelas yang positif. Fungsi ini dilakukan setelah guru benar – benar merasakan bahwa situasi dan kondisi kelasnya merangsang siswa untuk belajar aktif, kreatif, dan menyenangkan.
4.    Fungsi pengembangan
Yaitu guru senantiasa mengembangkan kondisi kelas yang kondusif. Fungsi ini dilakukan oleh guru setelah yakin bahwa kondisi kelas dapat ia pelihara secara positif. Selanjutnya guru mengembangkannya melalui tahap – tahap proses manajemen kelas yang efektif.      

E.       Penataan Pengelolaan Lingkungan Kelas
Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar menarik, aman, nyaman dan kondusif di kelas, keberadaannya ditengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Iklim yang tidak kondusif akan berdampak negative terhadap proses pembelajaran dan sulitnya tercapai tujuan pembelajaran, siswa akan merasa gelisah, resah, bosan dan jenuh. Sebaliknya iklim belajar yang kondusif dan menarik dapat dengan mudah tercapainya tujuan pembelajaran, dan proses pembelajaran yang dilakukan menyenangkan bagi peserta didik.
Lingkungan belajar yang aman, nyaman dan tertib, optimalisme merupakan harapan yang tinggi bagi seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik merupakan iklim yang dapat membangkitkan gairah, semangat dan napsu belajar.
Dalam implementasi kurikulum 2004, para ahli menyarankan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan akademik, baik secara fisik maupun nonfisik lingkungan fisik merupakan kondisi belajar yang harus didukung oleh berbagai sarana, laboratorium dan media lain. Lingkungan nonfisik memiliki peran yang besar juga dalam mempengaruhi kondisi belajar, terutama pengaturan lingkungan belajar, penampilan, sikap guru, hubungan harmonis antara guru dan peserta didik, peserta didik dengan guru, dan sesame peserta didik itu sendiri,serta organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik.
a.  Penataan Lingkungan Fisik Kelas
Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang menarik, efektif dan mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Kelas yang tidak ditata dengan baik akan menjadi penghambat bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Penataan tempat duduk yang mengganggu lalu lintas selama kegiatan pembelajaran, dan penempatan barang-barang yang tidak sesuai dengan fungsinya, dapat menghambat berlangsungnya proses pembelajaran. Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, guru harus menata tempat duduk dan barang-barang yang ada di ruangan kelas sehingga dapat mendukung dan memperlancar proses pembelajaran.
Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan bekerja secara efektif.
Menurut Louisell, ketika menata lingkungan fisik kelas, guru harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Visibility (keleluasan pandangan), artinya penempatan atau penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa sehingga mereka secara leluasa dapat memandang guru, benda, atau kegiatan yang sedang berlangsung.
2.      Accebility (mudah dicapai), artinya barang-barnag atau alat-alat yang biasa digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran mudah dijangkau.
3.      Fleksibilitas (keluwesan), artinya barang-barang yang ada di dalam kelas hendaknya mudah untuk ditata dan dipindah-pindahkan sesuai dengan tuntutan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh siswa dan guru.
4.      Kenyamanan, baik bagi siswa maupun bagi guru sendiri.
5.      Keindahan, berkenaan dengan usaha guru menata ruangan kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan, berpengaruh positif terhadap sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
b.      Penataan Lingkungan Psiko-Sosial Kelas
Iklim psikososial kelas berkenaan dengan hubungan social pribadi antara guru dan siswa, serta antar siswa itu sendiri. Hubungan yang haronis antara guru dan siswa, serta antar siswa akan dapat menciptakan iklim psiko social kelas yang sehat, dan efektif bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
Berkenaan dengan pengelolaan iklim psiko social kelas, Bandura menyatakan bahwa keberhasilan guru dalam mengelola iklim psiko social kelas dipengaruhi oleh karakteristik guru itu sendiri. Berikut beberapa karakteristik yang harus dimiliki guru demi terciptanya iklim psiko social kelas yang efektif bagi kelangsungan proses pembelajaran.
a.    Disukai oleh siswanya
b.    Memiliki persepsi yang realistik tentang dirinya dan siswanya.
c.    Akrab dengan siswa dalam batas hubungan guru-siswa
d.   Bersikap positif terhadap pertanyaan/respon siswa
e.    Sabar, teguh dan tegas
  
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa, dan tugas guru adalah sebagian besar terjadi dalam kelas adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal yang berhubungan dengan minat, kehendak, serta sarana dan prasarana pengajaran yang digunakan dalam Proses Belajar Mengajar (PBM).
Dalam hal ini pengelolaan kelas di Sekolah Dasar dilakukan oleh guru agar proses belajar mengajar berlangsung secara kondusif, efektif mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, dan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa optimal. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama dalam proses pembelajaran.
Tiga hal yang harus dimiliki seorang guru dalam menghadapi situasi apapun, termasuk tantangan globalisasi (Sardjo Sukardja;2003), yaitu kepribadian yang mantap, wawasan yang luas, dan kemampuan profesioanal yang memadai.

B.       Saran
Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi suasana belajar secara nyaman dan kondusif. Maka dari itu dihapkan seorang guru dapat kreatif dan inovatif dalam hal mengembangkan pengelolaan kelas dengan baik sehingga kondisi belajar siswa menjadi kondusif dan nyaman serta siswa merasa termotivasi untuk melakukan proses pembelajaran di kelas.

Kurikulum & Pembelajaran


Judul Makalah : Layanan Bimbingan & Konseling Di SD

BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan kemajuan kehidupan manusia yang sangat dinamis membawa dampak berbagai perilaku yang harus diiimbangi dengan berbagai aspek perencanaan. Demikian pula dengan dunia pendidikan yang melaju dengan berbagai perubahan, tak luput dari perencanaan untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia bermutu adalah pendidikan yang bermutu. Penyelanggaraan Pendidikan yang bermutu tidak cukup hanya melalui transformasi ilmu pengetahuan dan tekhnologi, tetapi harus didukung dengan peningkatan profesionalisme dan system manajemen tenaga pendidikan, serta pengembangan kemampuan peserta didik (siswa) untuk menolong diri dalam memilih dan mengambil keputusan demi mencapai cita-cita.
Kemampuan seperti ini tidak hanya menyangkut aspek akademis, tetapi juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, social, kematangan intelektual, dan system nilai siswa. Oleh Karena itu pendidikan yang bermutu disekolah dasar adalah pendidikan yang menghantarkan peserta didik (siswa) pada pencapaian akademis yang diharapkan dalam kondisi perkembangan diri yang sehat dan optimal.
Keberadaan bimbingan dan konseling dalam system pendidikan memerlukan berbagai upaya untuk tercapainya perkembangan yang optimal dari setiap siswa, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapai, serta tercapainya pembangunan manusia Indonesia yang bermutu.
Pada kenyataanya, Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar atau Madarasah Ibtidaiyah selama ini secara formal belum ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling. Pelaksanaan masih melekat pada guru kelas, sehingga apa yang dilaksanakan dalam mendidik para siswa sebenarnya sudah merupakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling. Guru kelas memiliki posisi yang sangat penting dalam pemberian layanan Bimbingan dan Konseling, sebab guru kelas akan lebih dapat memantau setiap perkembangan yang terjadi pada setiap siswa. Sehinggsa siswa mampu berkembang secara  optimal sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang diembannya.
Kemampuan akademis dan tugas perkembangan siswa SD merupakan suatu kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa SD secara optimal. Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara manajemen/supervise, pengajaran, bimbingan dan konseling yang merupakan tiga pilar pendidikan.
Hubungan ketiga pilar pendidikan itu diatur dalam pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah. Dalam penyelenggaraan kurikulum tersebut diperlukan kerjasama yang baik antara kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran dan guru praktek. Guru kelas hendaknya menguasai kompetensi dasar yang meliputi pemahaman, penghayatan dan keterampilan yang baik dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Bimbingan dan Konseling tersirat bahwa suatu system layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta, terselengggara, dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki suatu system pengelolaan yang bermutu, artinya hal itu dilakukan secara jelas, sistematis dan terarah. Untuk itu diperlukan tenaga pendidik, khususnya guru Bimbingan yang professional dalam mengelola system layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi di sekolah.
Penyajian Kurikulum berbasis Kompetensi untuk guru bimbingan dan konseling di sekolah dengan topic Manjemen Bimbingan dan Konseling di sekolah didasari oleh kebutuhan akan pentingnya peningkatan kemampuan guru pembimbing dalam memahami, menghayati, dan melaksanakan dengan baik Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Bimbingan dan Konseling, khususnya mengenai system layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Strategi yang diguanakan dalam penyajiannya adalah mengkaji teori/konsep/kontruksi Kurikulum Berbasis Kompetensi Bidang Bimbingan dan Konseling.
Dalam penyajiannnya guru pembimbing juga dilatih untuk menyelesaikan soal-soal/studi kasus mengenai pengelolaan program bimbingan dan konseling berbasis kompetensi.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2004
Dalam pengembangan kurikulum SD berbasis kompetensi hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan hidup. Dalam pengembangan kurikulum perlu memaskkan unsur keterampilan hidup, agar siswa memiliki sikap, keterampilan dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntunan kehidupan sehari-hari secara  efektif.
Untuk mencapai kompetensi dan keterampilan hidup yang dibutuhkan itu, siswa tidak cukup hanya diberi pelajaran tentang studi saja, namun diperlukan bimbingan dan konseling. Posisi bimbingan dan konseling dalam npelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sangat strategi. Sekolah berkewajiban memeberikan bimbingan dn konseling kepada siswa untuk mencapai kompetensi pribadi, social, belajar dan karir. Keempat bidang kompetensi tersebut terangkum dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai siswa SD.
Agar tujuan bimbingan dan konseling efektif, diperlukan guru pembimbing yang kompeten dan memenuhi kualifikasi sebagai guru pembimbing yang professional. Pekerjaan guru pembimbing bukanlah pekerjaan yang mudahdan ringan, sebab individu-individu (siswa) yang ditangani di SD sehari-hari satu dengan yang lainnya memiliki latar belakang permasalahan yang berbeda-beda. Setipa individu memiliki keunikan dan kekhasan kepribadian.
Seorang guru pembimbing didalam menjalankan tugasnya di SD haruslah meiliki kemamp[uan untuk selalu bias berperan sebagai fasilitator dalam membangkitkan semangat belajr, maupun mengidentifikasi kesulitan belajar, mampu mengidentifikasi factor-faktor jesilat belajar, mampu memberikan layanan konseling akademik, mampu bekerjasama dengan guru/tenaga pengajar lainnya dalam pengajaran remedial, dan mampu membuat rekomendasi/referral kepada pihak lain yang lebih berkonmpeten untuk menyelesaikan masalah siswa.
B.       Pengertian dan Tujuan Bimbingan dan Konseling
Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif, pengembangan, dan outreach. Bimbingan dan konseling perkembangan di SD adalah upaya pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirirnya sehinggga mereka sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai  dengan tuntutan dan keadaan lingkungan SD, keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu mereka mencapai tugas perkembangan secara optimal sebagai makhlukl Tuhan, social, dan pribadi.
Tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk mencapai:
a)      Kebahagiaan hidup pribadi sebagi makhluk Tuhan
b)      Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat
c)      Hidup bewrsama dengan individu-individu lain
d)     Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya.
C.    Pinsip-prinsip Bimbingan Konseling
Dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di SD perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut.
1.         Karena bimbingan dan konseling berhubungan dengan sikap dan perilaku individu (siswa), maka perlu diingat bahwa sikap dan perilaku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik dan rumit.
2.         Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individu orang-orang yang akan dibimbing (siswa). Berikan bimbingan yang tepat, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh individu yang dibimbing itu.
3.         Bimbingan adalah suatu proses membantu individu (siswa) untuk dapat membantu dirinya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
4.          Bimbingan hendaknya bertitik tolak pada individu (siswa) yang dibimbing.
5.         Masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh guru pembimbing di SD, harus diserahkan pada individu atau lembaga yang mampu dan berwenang untuk memecahkannya.
6.         Bimbingan dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu (siswa) yang akan dibimbing.
7.         Bimbingan harus luwes dan fleksibel, sesuai dengan kebutuhan individu (siswa) yang dibimbing dan masyarakat.
8.         Program bimbingan di SD harus sesuai dengan program di SD yang bersangkutan.
9.         Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan dan dapat menggunakan sumber-sumber ang relevan yang berada di luar SD.
10.     Terhadap program bimbingan harus selalu diadakan penilaian berkala untuk mengetahui sampai dimana hasil yang telah dicapai dan mengetahui apakah pelaksanaan program itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan semula.
D.    Bidang Bimbingan dan Konseling
Dilihat dari masalah siswa, ada empat jenis bimbingan yaitu (1) Bimbingan belajar, (2) Bimbingan social-pribadi, (3) Bimbingan karir, (4) Bimbingan keluarga.
(1) Bimbingan belajar
Yaitu jenis bimbingan yang membantu siswa dalam menghadapi dan memcahkan masalah-masalah belajar. Yang tergolong masalah-masalah belajar misalnya: pengenalan kurikulum, pemilihan jurusan, cara belajar dan perencanaan pendidikan lanjutan.
Bimbingan belajar adalah upaya pemberian bantuan dari guru pembimbing kepada siswa dengan cara mengembangkan suasana belajar-mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan belajar, dapat menatasi kesulitan belajar, dan dapat mengembangkan cara belajar yang efektif. Dengan demikian diharapkan tercapai hasil belajar yang optimal, dan siswa sukses dalam belajar dan mampu menyesuaikan diri dengan semua tuntutan SD. Dalam bimbingan belajar, para guru pembimbing berupaya untukmemfasilitasi siswa dalam mencapai tujuan belajar yang diharapkan.
     (2) Bimbingan social-pribadi
Yaitu jenis bimbingan yang membantu para siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah social-pribadi. Yang tergolong masalh-masalh social-pribadi, yaitu masalah pergaulan, penyelesaian konflik dan penyesuaian diri. Bimbingan social-pribadi adalah suatu upaya memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan siswa dalam menangani masalah-masalah social-pribadi. Bimbingan social-pribadi merupakan suatu jenis layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang mantap dengan memperhatikan keunikan dan bidang-bidang-bidang permasalahan yang dialami oleh siswa.
Selanjutnya, bimbingan social-pribadi diartikan sebagai upaya pengembangan kemampuan siswa untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah social-pribadi dengan cara menciptakan lingkungan interaksi pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta mengembangkan keterampilan-keterampilan social-pribadi.
(3) Bimbingan karir
Yaitu jenis bimbingan yang membantu siswa dalam menghadapi masalah-masalah seperti: pemahaman terhadap dunia kerja, pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan dan pemahaman terhadap keadaan dirinya serta kemungkinan pengembangan karir yang sesuai dengan kemampuan dirinya.
Selanjutnya bimbingan karir dapat dipandang sebagai sarana pemenuhan kebutuhan perkembangan siswa, yang harus dilihat sebagai gabian integral dari bagian pendidikan. Maka diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar bidang studi. Bimbingan karir terkait dengan perkembangan kemampuan kognitif dan afektif. Hal ini termasuk keterampilan siswa dalam mewujudkan konsep diri yang positif, memahami proses pengambilan keputusan serta perolehan pengetahuan keterampilan yang akan membantu dirinya memasuki kehidupan dan tata hidup yang terus berubah.
Mencermati uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan karir adalah suatu upaya bantuan terhadap siswa, agar dapat mengenal dan memmahami dirinya, mengenal dunia kerjanya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menetukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Denagn demikian siswa mampu mewujudkan dirinya secara bermakna.
E.  Sifat dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
1. Sifat Bimbingan dan Konseling
a.       Pencegahan
Bimbingan dan konseling yang mencegah siswa dari berbagai masalah yang mungkin timbul, yang dapat menggangu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
b.      Penyembuhan
Bimbingan dan konseling yang mampu mengatasi nerbagai permasalahan yang dialami oleh siswa.
c.       Perbaikan
Bimbingan dan konseling untuk memperbaiki kondisi siswa dari permasalahan yang dihadapinya sehingga dapat berkembang secara optimal.
d.      Pemeliharaan
Bimbingan dan konseling untuk memelihara kondisi individu yang sudah baik agar tetap baik.
e.        Pengembangan
Bimbingan dan konseling untuk mengembangkan berbagai potensi dan kondisi positif indidvidu dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
2.      Fungsi Bimbingan
Pada dasarnya bimbingan dan konseling dilakaukan dalam bentuk upaya pemahaman, pencegahan, pemeliharaan, penyembuhan. Setiap bentuk upaya tersebut mengacu kepada empat fungsi bimbingan sebagai berikut.
1.      Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentinagn pengembangan siswa.
2.       Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam hal membantu siswa untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah, dan lapangan pekerjaan yang sesuai denagn minat, bakat, dan cirri-ciri kepribadian lainnya. Kegiatan dalam fungsi penyaluran ini meliputi bantuan untuk memantapkan kegiatan belajar di SD. Dalam melaksanakan fungsi, guru pembinmbing/koselor perlu bekerjasama dengan pendidikan yang lainnya di SD maupun di luar SD.
3.      Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu petugas-petugas di sekolah, khususnya guru, untuk mengadaptasikan program pendidikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan para peserta didik. Dengan menggunakan imformasiyang memadai mengenai para siswa, guru pembimbing/konselor dapat membantu guru untuk memperlakukan peserta didik secara tepat, baik dalam mengelola dan memilih pelajaran yang tepat, atau dalam mengadaptasikan bahan pelajaran dengan kecepatan dan kemampuan siswa.
4.      Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu siswa untuk memperolrh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam berkembang secara optimal.Fungsi ini dilaksanakan dalam rangka mengidentifikasi, memahami, dan memcahkan masalah.
Sesuai dengan tujuan dan fungsinya, bimbingan dan konseling diarahkan kepada terselenggara dan terpenuhinya keperluan akan bantuan dalam hal pendataan, imformasi dan orientasi, konsultasi dan komunikasi kepada siswa dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Dengan demikian akan tercipta kemudahan bagi terselenggaranya proses dan tercapainya tujuan program pendidikan di SD yang bersangkutan secara lancer dan berhasil seperti yang diharapkan.
F.     Asas-asas Bimbingan
Pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.      Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan siswa kepada guru pembimbing tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas ini akan mendasari kepercayaan peserta didik kepada guru pembimbing.
2.      Kesuksesan
Pelaksanaan bimbingan dan konseling berlangsung atas dasar sukarela dari kedua belah pihak.
3.      Keterbukaan
Bimbingan dan konseling dapat berhasil dengan baik jika siswa yang bermasalah mau menyampaikan masalah yang dihadapi kepada guru pembimbing dan guru pembimbing bersedia membantunya.
4.      Kekinian
Masalah yang ditangani dalam bimbingan dan konseling adalah masalah sekarang walaupun ada kaitannya dengan masalah yang lampau dan yang akan dating. Selain itu hendaknya pembimbing sesegera mungkin menangani masalah siswa.
5.      Kemandirian
Bimbingan dan konseling membantu agar siswa dapat mandiri atau tidak bergantung kepada pembimbing maupun orang lain.
6.      Kegiatan
Bimbingan dan konseling harus dapat membantu siswa agar berusaha melakukan kegiatan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
7.      Kedinamisan
Bimbingan dan konseling hendaknya dapat membantu terjadinya perubahan yang lebih baik ke arah pembaharuan pada diri siswa.
8.      Keterpaduan
Bimbingan dan konseling hendaknya dapat memadukan berbagai aspek kepribadian siswa dan proses layanan yang dilakukan.
9.      Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling harus sesuai dengan norma yang berlaku, baik norma agama, adat, hukum, negara, ilmu, dan kebiasaan sehari-hari.
10.  Keahlian
Bimbingan dan konseling adalah layanan professional sehingga perlu dilakukan oleh ahli yang khusus dididik umtuk melakukan tugas ini.
11.  Alih Tangan
Bila usaha yang dilakukan telah optimal tetapi belum berhasil atau masalahnya diluar kewenangannya, maka penanganannya dapat dialihtangankan kepada pihak yang berwenang.
12.  Tutwuri Handayani
Bimbingan dan konseling hendaknya secara keseluruhan dapat memberi rasa aman, mengembangkan keteladanan, memberi rangsangan dan dorongan serta kesempatan seluas-luasnya kepada siswa.
G.    Visi dan Misi
1.      Visi
Bimbingan dan konseling memandang kehidupan manusia sebagai sesuatu yang membahagiakan. Untuk itu Tuhan Yang Maha Kuasa melengkapi manusia sejak lahir dengan perangkat potensi yang sangat lengkap. Dengan demikian manusia (individu) sejak lahir dapat mengembangkan diri mencapai kebahagiannya. Dalam rangka itulah pendidikan, khususnya pelayanan bimbingan dan konseling diupayakan agar perkembangan individu menjadi optimal. Dan hal-hal yang menghambat perkembangan dan mengganggu pencapaian kebahagiaan dapat ditangani dengan sebaik-baiknya.
2.      Misi
Misi bimbingan dan konseling di sekolah adalah menunjang pengembangan diri siswa untuk dapat menyelenggarakan kehidupan sehari-hari secara efektif. Untuk itu siswa perlu memiliki kompetensi dalam :
a.       Memahami proses perkembangan diri sendiri dan mengoptimalkan perkembangan tersebut
b.      Memahami potensi diri sendiri yang selayaknya dikembangkan secara optimal
c.       Memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri dan upaya-upaya penanggulangannya
d.      Memahami lingkungan, memlihara dan memanfaatkannya untuk pengembangan diri dan kehidupan bersama
e.       Mengambil keputusan untuk pengembangan diri dan kehidupan sosial
f.       Memahami tuntutan hidup dan pengembangan diri sendiri, serta tuntutan kehidupan sosial-budaya kemasyarakatan yang maju dan modern, serta melakukan upaya memenuhi tuntutan tersebut
g.      Mengantisipasi dan memahami terjadinya masalah pada diri sendiri serta melakukan upaya menghindari dan mengentaskannya
h.      Mengarahkan diri untuk menjadi manusia dewasa yang cerdas dan bahagia dengan mengemban tugas hidup berkeluarga, bekerja, bermasyarakat, beragama dan bernegara.
H.    Paradigma Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan layanan psiko-pedagogis dalam bingkai budaya. Dengan paradigma ini kegiatan bimbingan dan konseling harus selalu mengacu kepada upaya pendidikan dalam pendekatan psikologis yang memadai dan dengan materi sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa.

Arah kegiatan bimbingan dan konseling pada dasarnya adalah mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas perkembangan secara optimal dan terhindar dari berbagai permasalahan yang mengganggu dan menghambatnya.
KEGIATAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A.    Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
Berdasrkan pada fungsi dan prinsip bimbingan, maka kerangka kerja layanan bimbingan dan konseling dikembangkan dalam suatu program bimbingan dan konseling yang dijabarkan dalam empat kegiatan utama yaitu (1) Layanan dasar bimbingan; (2) Layanan responsif; (3) Layanan perencanaan individual dan ; (4) Dukungan sistem.
       Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu seluruh siswa mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan hidup yang mengacu pada tugas-tugas perkembangan siswa SD. Tugas-tugas perkembangan itu adalah :
1.      Menanamkan dan mngembangkan kebiasaan dan sikap beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.      Mengembangkan keterampilan dasar membaca, menulis, dan berhitung.
3.      Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya
5.      Belajar menjadi pribadi mandiri
6.      Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan baik untuk untuk permainan mau pun kehidupan.
7.      Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
8.      Membina hidup sehat, untuk diri sendiri dan lingkungan.
9.      Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelaminnya
10.  Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial
11.  Mengembangkan pemahaman dan sikap awal untuk merencanakan masa depan.

Layanan  dasar bimbingan ini ditujukan untuk seluruh siswa, disajikan atau diluncurkan dengan menggunakan strategi klasikal dan dinamika kelompok.
Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sengat penting oleh peserta didik saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau mungkin kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Isi layanan responsif adalah : (1) bidang pendidikan; (2) bidang belajar; (3) bidang sosial; (4) bidang pribadi; (5) bidang karir; (6) bidang tata tertib SD; (7) bidang narkotika dan perjudian; (8) bidang perilaku sosial; (9) bidang kehidupan liannya.
Layanan perencanaan individual adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu seluruh peserta didik membuat dan mengimplementasikan rencana-rencana pendidikan, karir, dan kehidupan sosial pribadinya. Tujuan utama dari layanan ini untuk membantu siswa memantau dan memahami pertumbuhan dan perkembangannya sendiri. Kemudian merencanakan dan mengimplementasikan rencana-rencana itu atas dasar hasil pemantauan dan pemahamannya. Strategi peluncurannya adalah konsultasi dan konseling. Isi layanan perencanaan individual adalah : (1) Bidang pendidikan dengan topik-topik sekitar belajar efektif, belajar memantapkan program keahlian sesuai bakat, minat dan karakteristik kepribadiannya; (2) Bidang karir dengan topik-topik sekitar identifikasi kesempatan karir yang ada di lingkungan masyarakat, mengembangkan sikap positif terhadap dunia kerja, dan merencanakan kehidupan karirnya; (3) Bidang sosial pribadi dangan topik-topik sekitar pengembangan konsep diri yang positif, pengembangan keterampilan-keterampilan sosial yang tepat, belajar menghindari konflik, dengna teman, belajar memahami perasaan orang lian.
Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh. Hal itu dilaksanakan melalui pengembangan profesionalitas, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf/ahli penasehat, masyarakat yang lebih luas, majemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990)
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan yang responsif dan mengandung perencanaan individual, serta memiliki dukungan sistem, dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan bimbingan dan konseling berikut : (1) Layanan pengumpulan data; (2) Layanan informasi; (3) Layanan penempatan; (4) Layanan konseling; (5) Layanan referal; (6) Layanan penilaian tindak lanjut.
(1)   Layanan pengumpulan data
Yaitu kegiatan dalam bentuk pengumpulan data, pengolahan dan penghimpunan beberapa informasi tentang siswa beserta latar belakangnya. Tujuan layanan ini untuk memperoleh pemahaman objektif terhadap siswa dalam membantu mereka mencapai perkembangan optimal.
(2)   Layanan informasi
Yaitu layanan dalam memberikan sejumlah informasi kepada siswa. Layanan ini bretujuan agar iswa memiliki informasi memadai, baik informasi tentang dirinya maupun infornasi tentang lingkungannya. Informasi yang diterima oleh siswa merupakan bantuan dalam membuat keputusan secara tepat.
(3)   Layanan penempatan
Yaitu layanan untuk membantu siswa agar memperoleh wadah yang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Layanan ini bertujuan agar setiap siswa dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengan potensinya. Setiap siswa diharapkan memperoleh wadah yang tepat untuk mengembangkan segala kemampuan pribadinya.
(4)   Layanan konseling
Yaitu layanan kepada siswa yang menghadapi masalah-masalah pribadi melalui teknik konseling. Layanan ini bertujuan agar siswa yang mengahadapi masalah pribadi mampu memecahkannya sendiri.
(5)   Layanan referal
Yaitu layanan untuk melimpahkan kepada pihak lain yang lebih mampu dan berwenang apabila masalah yang ditangani itu di luar kemampuan dan kewenangan personil/gur kelas di SD tersebut.
(6)   Layanan penialian dan tindak lanjut
(7)   Yaitu layanan untuk menilai keberhasilan usaha bimbingan yang telah diberikan. Sekaligus secara tidak langsung layanan ini dapat berfungsi untuk menilai keberhasilan program pendidikan secara keseluruhan. Hasil penilaian ini selanjutnya dianalisa dan direncanakan tindak lanjut bimbingan selanjutnya.
Terkait dengan jenis layanan ini, Prayitno (1997;41) menyebutkan ada 7 jenis layanan bimbingandan konseling: (1) Layanan Oreiantasi, (2) Layanan penempatan atau penyaluran, (3) Layanan konseling individu, (4) Layanan konseling kelompok, (5) Layanan pembelajaran dan (7) Layanan bimbingan kelompok.
      Selanjutnya Prayitno (1997;41) menyebutkan selain 7 kegiatan bibingan dan konseling diatas ada 5 kegiatan yang mendukung kegiatan tersebut yaitu : (1) aplikasi instrumen bimbingan dan konseling, 92) penyelengggaraan himpunan data, (3) konferensi kasus, (4) kunjungan rumah, dan (5) alih tangan kasus.
B.  Isi Layanan Bimbingan dan Konseling
1.  Isi Layanan Bimbingan Pribadi – Sosial Berbasis Kompetensi
1)        Macam – macam kaidah ajaran agama
2)        Pokok – pokok ajaran agama yang dianutnya.
3)        Praktek menjalankan ajaran agama.
4)        Contoh – contoh hubungan menurut ajaran agama.
5)        Praktek hubungan berdasarkan ajaran agama.
6)        Fakta perubahan fisik dan psikis remaja.
7)        Contoh – contoh sikap penerimaan terhadap perubahan fisik dan psikis.
8)        Konsep pola hidup sehat.
9)        Contoh – contoh pola hidup sehat.
10)    Cara – cara upaya mengembangkan kondisi hidup sehat.
11)    Praktek cara – cara mengupayakan pengembangan kondisi hidup sehat.
12)    Contoh – contoh pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap hubungan sosial.
13)    Pengembangan pengaruh positif dan menghindari pengaruh negatif perubahan fisik dan psikis terhadap hubungan sosial.
14)    Konsep empati, contoh – contoh empati terhadap orang yang sedang mengalami perubahan fisik dan psikis, praktek sikap empati terhadap orang yang sedang mengalami perubahan.
15)    Contoh – contoh peran pribadi dalam kelompok sebaya sebagai laki – laki atau perempuan, contoh – contoh penerimaan peran pribadi sebagai laki – laki atau perempuan dalam kelompok sebaya tanpa membedakan teman laki – laki atau perempuan pada kondisi tertentu, praktek menjalankan peran dalam kelompok sebaya tanpa membedakan peran laki – laki atau perempuan pada posisi tertentu.
16)    Contoh – contoh hubungan sosial dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai laki – laki atau perempuan, contoh – contoh pola hubungan sosial dengan teman sebaya tanpa membedakan peran laki – laki atau perempuan pada posisi tertentu, praktek menjalankan pola hubungan sosial dengan teman sebaya tanpa membedakan peran laki – laki atau perempuan pada posisi tertentu.
17)    Contoh – contoh nilai dan cara berperilaku sosial dalam kehidupan diluar kelompok sebaya, praktek menerapkan nilai dan cara berperilaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
18)    Contoh – contoh nilai dan cara berperilaku sosial dalam kehidupan diluar kelompok sebaya, praktek menerapkan nilai dan cara berperilaku sosial dalam kehidupan diluar kelompok sebaya.
19)    Konsep kemampuan, bakat, minat, karir, dan apresiasi seni, identifikasi kemampuan, bakat, dan minat diri sendiri, identifikasi kecendrungan arah karir sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat, identifikasi arah apresiasi seni (seni rupa, seni lukis, seni sastra, seni suara, dan lain – lain) tanpa terlalu terikat pada kemampuan, bakat, dan minat sendiri.
20)    Contoh – contoh aspek sosial berkaitan dengan kemampuan bakat dan minat, contoh – contoh aspek sosial berkaitan dengan pengembangan karir, contoh – contoh aspek sosial berkaitan dengan apresiasi seni.
21)    Motivasi dan semangat untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang menjadi program sekolah, motivasi dan semangat untuk mempersiapkan arah karir yang cocok bagi dirinya, motivasi dan semangat untuk berperan aktif dalam kehidupan masyarakat.
22)    Contoh – contoh aspek sosial berbagai materi yang dipelajari siswa di SD, mewujudkan pengembangan penguasaan aspek sosial berbagai materi yang dipelajari di SD, contoh – contoh aspek sosial dari upaya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, mewujudkan pengembangan manfaat aspek – aspek sosial untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, contoh – contoh aspek sosial dalam mempersiapkan karir, mewujudkan pengembangan aspek – aspek dalam kehidupan bermasyarakat, mewujudkan pengembangan aspek sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
23)    Konsep dan contoh kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi, contoh – contoh tentang sikap yang seharusnya diambil dalam kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi, motivasi untuk melaksanakan sikap dasar dalam kehidupan secara emosional, sosial, dan ekonomi.
24)    Contoh – contoh aspek sosial dari gambaran kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi, cara – cara bersikap dalam hubungan sosial berkenaan dengan kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi, praktek cara bersikap dalam hubungan sosial berkenaan dengan kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi.
25)    Konsep dan contoh – contoh sistem etika dan nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara, cara – cara mewujudkan aspek sosial dalam sistem etika dan nilai – nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara, serta penerapannya.
2.  Isi Layanan Bimbingan Belajar Berbasis Kompetensi  
1)        Contoh – contoh kegiatan belajar menurut ajaran agama, praktik kegiatan belajar menurut ajaran agama.
2)        Contoh – contoh pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap kegiatan belajar, cara – cara mengatasi kesulitan akibat perubahan fisik dan psikis dalam kegiatan belajar, praktik cara – cara mengatasi kesulitan belajar yang terjadi akibat perubahan fisik dan psikis dalam kegiatan belajar.
3)        Contoh – contoh pengaruh hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, cara – cara dan praktik pengembangan pengaruh positif hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar, cara – cara dan praktik menghindari dan mengatasi pengaruh negatif hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar.
4)        Contoh – contoh pengaruh nilai dan cara berperilaku pribadi dan sosial dalam kehidupan yang lebih luas terhadap kegiatan belajar, praktik mengembangkan pengaruh yang positif dan menghindari yang negatif perilaku pribadi dan sosial dalam kehidupan yang lebih luas terhadap kegiatan belajar.
5)        Contoh – contoh pengaruh positif kemampuan, bakat, dan minat sendiri terhadap kegiatan belajar, cara – cara dan penerapan pengembangan pengaruh positif kemampuan, bakat, minat, sendiri terhadap kegiatan belajar, contoh – contoh pengaruh positif kecendrungan karir terhadap belajar, cara – cara dan penerapan pengembangan pengaruh positif kecendrungan karir terhadap kegiatan belajar, contoh – contoh pengaruh positif apresiasi kegiatan belajara, cara – cara dan penerapan apresiasi terhadap kegiatan belajar.
6)        Motivasi, sikap, kebiasaan dan keterampilan belajar didalam dan diluar kelas, membaca cepat dan tepat, menyiapkan tugas, karya tulis, ulangan/ujian, belajar mandiri dan kelompok, menggunakan alat bantu dan sumber belajar (termasuk buku, kamus, ensiklopedi, jurnal, komputer untuk semua mata pelajaraa), sikap kebiasaandan keterampilan belajar secara optimal untuk menguasai bekal bagi program pelajaran lebih lanjut.
7)        Contoh – contoh pengaruh positif dari gambaran kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi dalam kegiatan belajar; cara – cara mewujudkan pengaruh positif dari gambaran kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi dalam kegiatan belajar serta penerapannya.
8)        Contoh – contoh pengaruh sistem etika dan nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara dalam kegiatan belajar; cara – cara mewujudkan pengaruh sistem etika dan nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara dalam kegiatan belajar serta penerapannya.          
3.    Isi Layanan Bimbingan Karir Berbasis Kompetensi
1)   Contoh-contoh pengembangan karir menurut ajaran agama, praktik kegiatan bekerja yang mengarah pengembangan karir menurut ajaran agama.
2)   Contoh-contoh pengaruh perubahan fisik dan psikis terhadap pengembangan persiapan karir, cara-cara mengembangkan kondisi fisik dan psikis yang sehat untuk pengembangan karir, praktik cara-cara mengembangkan kondisi fisik dan psikis yang sehat untuk pengembangan karir.
3)   Contih-contoh manfaat teman sebaya dalam upaya pengembangan persiapan karir, praktik memanfaatkan hubungan teman sebaya dalam upaya pengembangan persiapan karir, konsep persamaan jender dalam pilihan dan pengembangan karir.
4)   Contoh-contoh keterkaitan antara nilai dan cara-cara bertingkah laku dalam kehhidupan sosial yang lebih luas terhadap kondisi dan pengembangan karir, praktik mewujudkan hubungan yang baik antara nilai, dan cara bertingkah laku pribadi dan sosial terhadap pengembangan karir.
5)   Contoh-contoh pengeruh kemampuan, bakat, dan minat terhadap karir, identifikasi pengaruh kemampuan, bakat, dan minat sendiri terhadap pilihan karir, identifikasi arah kecenderungan karir sendiri sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat, identifikasi apresiasi berbagai jenis karir termasuk karir dalam bidang seni tanpa terlalu terikat pada kemampuan, bakat, dan minat sendiri.
6)   Keterkaiatan pengetahuan dan keterampilan program SD dengan karir-karir tertentu, praktik peningkatan keterkaitan pengetahuan dan keterampilan program SD dengan karir-karir tertentu, keterkaitan pengetahuan dan keterampilan program SD dengan arah pengembangan karir yang diinginkan, identifikasi pilihan pengembangan persiapan karir yang diinginkan, identifikasi peranan kehhidupan masyarakat untuk pengembangan persiapan karir yang diinginkan, praktik peranan kehidupan masyarakat untuk pengembangan persiapan karir yang diinginkan.
7)   Contoh-contoh kehidupan karir sesuai dengan gambaran tentang kehhidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi, cara-cara mewujudkan sikap dasar dalam pengembangan karir untuk kehidupan mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi serta penerapannya.
8)   Contoh-contoh penerapan sistem etika dan nilai dalam pekerjaan dan pengembangan karir.
C.    Pengelolaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Suatu program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Mengenai arti manajemen itu sendiri Stoner (1981) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “Management is the process of planning, organizing, leading and controlling the efforts of organizing members and using all over organization resources to achive stated organizational goals.”
Berikut ini diuraikan aspek-aspek manajemen program layanan bimbingan dan konseling yaitu:
        1.     Perencanaan Program dan Pengaturan Waktu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Berbagai pengertian tentang perencanaan telah dikemukakan oleh para ahli. Sehubungan dengan ini, H.J Burbach dan I.E Decker (1977.32) mengemukakan pendapatnya bahwa perencanaan adalah suatu proses yang kontinu. Pengertian proses dalam hal ini, mengantisipasi dan menyiapkan berbagai kemungkinan atau usaha untuk menentukan dan mengontrol kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Selanjutnya dengan perencanaan program bimbingan, Edward C. Roeber (1964:79-80) mengemukakan tiga buah pertanyaan yang perlu dijawab dalam merencanakan suatu program bimbingan yaitu: What are the guidance needs of the pupils? To what extent are their needs being meet under present conditions? How can the school better meet their needs?
Dari berbagai pengertian perencanaan itu tampak di dalamnya beberapa aspek kegiatan penting. Sesuai dengan hal ini, Hatch dan Syefflre (1961) berpendapat bahwa proses perencanaan adalah :
(a) The presences of a need, (b) an analysis of the situations, (c) a review of alternate possibilities, (d) the choice of course of action.
Adapun manfaat dilakukannya perencanaan program secara matang, yaitu:
(a) Adanya kejelasan arah pelaksanaan program bimbingan (b) Adanya
kemudahan mengontrol dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan bimbingan
yang dilakukan, dan (c) Terlaksananya program kegiatan bimbingan secara
lancar, efisisen, dan efektif.
Dalam hubungannya dengan perencanaan program layanan bimbingan dan
konseling di SD, ada beberapa aspek kegiatan penting yang perlu
dilakukan yaitu: (a) Analisa kebutuhan dan permasalahan siswa,
(b)Penentuan tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai, (c)
Analisa situasi dan kondisi di sekolah, (d) Penentuan jenis-jenis kegiatan
yang akan dilakukan, (e) Penetapan metode dan teknik yang
akandigunakan dalam kegiatan, (f) Penetapan personil-personil yang akan
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan, (g) Persiapan
fasilitas dan biaya pelaksanaan kegiatan-kegiatan bimbingan yang
direncanakan, serta (h) Perkiraan tentang hambatan-hambatan yang akan
ditemui dan usaha-usaha apa yang akan dilakukan dalam mengatasi
hambatan-hambatan.
Satu hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan program bimbingan
dan konseling adalah faktor waktu. Dalam perencanaan program
bimbingan dan konseling, guru pembimbing hars dapat mengatur waktu
untuk menyusun, melaksanakan, menilai, menganalisa, dan menindak
lanjuti program kegiatan bimbingan dan konseling dengan memperhatikan:
(1)     Semua jenis program bimbingan dan konseling (tahunan, catur wulan, bulanan, mingguan, dan harian);
(2)     Kontak langsung dengan siswa yang dilayani;
(3)     Kegiatan bimbingan dan konseling tidak merugikan waktu belajar di sekolah;
(4)     Kegiatan bimbingan dan konseling di luar jam sekolah dapat sampai 50%.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan guru pembimbing dalam merencanakan program bimbingan dan konseling, mereka harus mampu membuat jadwal kegiatan bimbingan dan konseling di dalam dan diluar jam belajar sekolah untuk memenuhi minimal tugas wajib mingguan.
Tidak seperti pelaksanaan program kegiatan guru mata pelajaran dan guru praktek yang selaruh kegiatan mengajarnya/latihannya terjadwal secara tepat didalam jam pelajaran sekolah (sesuai alokasi jam pelajaran dalam kurikulum), pelaksanaan program kegiatan guru pembimbing pada awalnya sukar dijadwalnya sejak semula. Lebih-lebih kalau diingat bahwa dalam kurikulum yang berbasis kompetensi tidak tertera alokasi waktu jam secara khusus untuk program  kegiatan bimbingan dan konseling.
Dalam  kaitan seperti itu, ada beberapa hal yang perlu diupayakan.
Pertama, sekolah mengusahakan agar ada waktu tertentu dalam jam
pelajaran sekolah untuk kegiatan bimbingan. Kedua, guru pembimbing
harus jeli melihat waktu luang yang ada didalam jam pelajaran sekolah
untuk kegiatan bimbingan.
Dalam kaitannya dengan waktu untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling, SK Mendikbud No. 025/0/1995 mengemukakan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan didalam atau diluar jam pelajaran sekolah.  Kegiatan bimbingan dan konseling didalam jam sekolah sebanyak-banyaknya 50% dari keseluruhan kegiatan bimbingna dan konseling untuk siswa disekolah itu, atas persetuajuan kepala sekolah. Dalam kaitan itu guru pembimbing harus membuat perencanaan program satuan layanan dan kegiatan pendukung yang masing masing dapat dilakukan didalam atau diluar jam pelajaran sekolah.
Kegiatan diluar jam pelajaran sekolah terutama adalah kegiatan yang memerlukan tatap muka atau kontak langsung dengan siswa. Misalnya, kegiatan konseling peroranagan, bimbingan kelompok dilakukan pada sore hari bagi siswa-siswa yang masuk sekolah pagi, dan pagi bagi siswa yang masuk sekolah sore hari. Pada waktu hari liburpun dapat dilakukan kegiatan tertentu asal sepengetahuan dan dikehendaki oleh pihak pihak yang berkepentingan.
Kegiatan seperti himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dapat dilakukan didalam jam pelajaran pelajaran sekolah. Kegiatan-kegiatan lain dapat dicarikan waktunya, baik didalam maupun diluar jam pelajaran, sesai dengan wakt yang tersedia. Disamping it berbagai kegiatan seperti membuat rencana layanan atau kegiatan pendudukung, mempersiapkan bahan untk layanan/pendukung, mengadakan evaluasi dan/analisa hasil evaluasi, dan atau merencananakan program tindak lanjut, dapat dilakukan didalam jam pelajaran sekolah.
Semua kegiatan tersebut baik yang diselenggarakan didalam maupun diluar jam pelajaran sekolah, harus diadministrasikan secara jelas dan cermat untuk dapat dipertanggung jawabkan secara utuh.
Khusus mengenai perencanaanprogram layanan atau pendukung, hal-hal yang perlu dilakukan adalah
1)      Menetapkan materi layanan atau pendukung yang disesuaikan dengan kebutuhan dan atau masalah siswa yang menjadi sasaran layanan atau pendukung.
Materi tersebut juga harus dikaitkan dengan taraf perkembangan siswa dan bidang bimbingan tertentu. Lebih jauh materi itu perlu bersumber dari atau diperluas dengan tuntutan dan atau kondisi lingkungan sekolah, perkembangan, tuntutan dan kondisi lingkungan, (lingkungan sekitar dan masyarakat, kondisi yang menjurus ke arah globalisasi), serta perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan seni, serta dunia kerja;
2)      Menetapkan tujuan atau hasil yang ingin dicapai;
3)      Menetapkan sasaran kegiatan, yakni siswa asuh yang akan dikenai kegiatan layanan atau pendukung yang lainnya;
4)      Menetapkan bahan, sumber bahan, dan atau narasumber, serta  personil yang terkait dan peranannya masing-masing;
5)      Menetapkan rencana penilaian;
6)      Mempertimbangkan keterkaitan anatara layanan layanan atau pendukung yang direncanakan itu dengan kegiatan lainnya;
7)      Menetapkan waktu dan tempat.
         2.            Pengorganisasian Bimbingan dan Konseling
Dibawah ini dijelaskan tugas personil sekolah yang berkaitan dengan kegiatan layanan bimbingan dan konseling disekolah.
a.      Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan, yang meliputi kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan sekolah.
1)      Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pendidikan yang meliputi kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan disekolah;
2)      Menyediakan dan prasarana yang diperlukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling disekolah;
3)      Memberikan kemudahan bagi terlaksananya program bimbingan dan konseling di sekolah;
4)      Melkuakn supervisi terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling disekolah;
5)      Menetapkan koordinataor guru pembimbing yang bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan bimbingan di sekolah berdasarkan kesepakatan bersama guru pembimbing;
6)      Membuat surat tugas guru dalam proses bimbingan dan konseling pada setiap awal semester;
7)      Menyiapkan surat pernyataan melakukan kegiatan bimbingan bimbingan dan konseling sebagai bahan usulan angka kredit bagi guru pembimbing. Surat pernyataan ini dilampiri bukti fisik pelaksanaan tugas;
8)      Mengadakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling; dan
9)      Melaksanakan bimbingan dan konseling terhadap minimal 40 siswa, bagi kepala sekolah yang berlatar belakang bimbinagn dan konseling.
b.      Staf Administrasi
Seperti personil bimbingan lain, staf administrasi pun adalah personil yang memiliki tugas bimbingan khusus, yaitu:
1)      Membantu guru pembimbing dan koortdinator dalam mengadministrasi seluruh kegiatan bimbingan konseling di sekolah;
2)      Membantu mempersiapkan seluruh kegiatan bimbingan dan konseling;
3)      Membantu menyiiapkan sarana yang diperlukan dalam layanan bimbingan dan konseling.
c.       Guru Kelas
Guru kelas adalah personil yang sangat pentingf dalam aktivitas bimbingan. Tugas-tugasnya adalah:
1)      Membantu memasyarakatkan layanan bimbingan kepada siswa
2)      Melakukan kerjasama dengan guru pembimbing layanan dan mengidentifikasi siswa yang memerlukan bimbingan
3)      Mengalihtangankan siswa yang memerlukan memerlukan bimbingan kepada guru pembimbing
4)      Mengadakan upaya tindak lanjut layanan bimbingan (program perbaikan dan program pengayaan)
5)      Memberikan  kesempatan kepada siswa untuk memeperoleh layanan bimbingan dari guru pembimbing
6)      Membantu mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam ranagka penilaian layanan bimbingan
7)      Ikut serta dalam program layanan bimbingan
    3.     Pelaksanaan program kegiatan bimbingan dan konseling.
Dalam SK Mempan no. 84/1993 ditegaskanbahwatugaspokok Guru Pembimbingadalahmenyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan bimbingan,  menganalisa hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut program. Bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggungjawabnya ( Pasal 4 ).
Unsur-unsur utama yang terdapat di dalam tugas pokok guru pembimbing meliputi: (a) Bidang-bidang bimbingan, (b) Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, (c) Jenis-jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, (d) Tahapan pelaksanaan program bimbingan dan konseling, (e) Jumlah siswa yang  menjadi tanggung jawab guru pembimbing untuk memperoleh pelayanan minimal ( minimal 150 siswa ).
Setiap kegiatan bimbingan dan konseling harus mencakup unsur-unsur tersebut diatas, yaitu bidang bimbingan dan konseling jenis layanan atau kegiatan pendukung, dan tahanan terhadap pelaksanaannya. Dengan demikian,  setiap kegiatan bimbingan dan konseling itu merupakan satu bentuk tiga dimensi dari  sub-sub unsure bidang layanan/ pendukung tahapan itu.
Setiap guru kelas berkewajiban dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sekurang-kurangnya 150  orang siswa. Siswa-siswa yang berada dalam tanggung jawab guru pembimbing yang bersangkutan.
Tugas pokok guru pembimbing perlu dijabarkan kedalam program-program kegiatan. Program-program kegiatan itu perlu terlebih dahulu disusun dalam bentuk satuan-satuan kegiatan yang nantinya akan merupakan wujud nyata pelayanan langsung bimbingan dan konseling terhadap siswa asuh.
Selanjutnya program yang telah direncanakan/disusun itu dilaksanakan melalui :
1)      Persiapan pelaksanaan.
a)      Persiapan fisik ( tempat dan perabot ), perangkat keras;
b)      Persiapan bahan, perangkat lunak;
c)      Persiapan personil;
d)     Persiapan keterampilan menerapkan/menggunakan metode, teknik khusus, media dan alat;
e)      Persiapan administrative.
2)      Pelaksanaan kegiatan, sesuai dengan rencana
a)      Penerapan metode, teknik khusus, media dan alat;
b)      Penyampaian bahan, pemanfaatan sumber alam;
c)      Pengaktifan narasumber;
d)     Efisiensi waktu;
e)      Administrasipelaksana.
Dalam pembagian siswa asuh diatur oleh sekolah masing-masing dengan mempertimbangkan pemerataan, kemudahan, dan keefeltifan pelaksanaan bimbingan dan konseling. Apabila ada guru pembimbing yang jumlah siswa asuhnya kurang dari 150 orang,  maka diusahakan untuk memenuhi kekurangan yaitu, dengan kegiatan-kegiatan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam SK Mendikbud No. 025/0/1995.
Selanjutnya jumlah siswa asuh sebesar 150 orang atau lebih itu dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok kecil (yang masing-masing beranggotakan 10-15 orang) untuk keperluan kegiatan kelompok dalam bimbingan dan konseling (seperti layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok). Sedangkan untuk Sekolah Dasar, guru kelas bertanggung jawab atas sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya di kelas.
Beban tugas yang temuat dalam program kegiatan guru pembimbing pada dasarnya setara dengan beban tugas guru-guru lainnya. Apabila guru atas pelajaran memiliki beban minimal wajib mengajar sebesar 18 jam pelajaran seminggu di SMP maupun di SMA. Maka beban tugas guru kelas dalam program bimbingan dan konseling di SD merupakan bagian dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru kelas. Artinya bias diintegrasikan dalam mata pelajaran lainnya. Sedangkan alokasi waktu dapat ditambahkan sebagai sarana untuk lebih memperkuat kepribadian siswa, misalanya penambahan waktu satu  jam pebelajaran setiap minggu.
Berkenan dengan beban tugas guru pembimbing, perlu pula dikemukakan bahwa frekuensi pelaksanaan dari masing-masing jenis layanan dan kegiatan pendukung, misalnya selama satu semester tidak perlu sama.
Agar pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dapat berjalan secara teratur dan mencapai tujuan maka perlu adanya administrasi yang baik, teratur dan mantap maka proses pelaksanaan layanan bimbingan akan tidak mencapai tujuan dari sasaran yang teahditetapkan.
Dengan administrasi  yang baik, teratur dan mantap setiap personil bimbingan mengetahui posisinya masing-masing, baik itu berupa tugas,  tanggung jawab maupun sewenang. Dengan memahami, mengetahui dan melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenang yang dibebankan kepada masing-masing personil bimbingan, terciptalah suatu mekanisme kerja yang mantap.
Mekanisme kerja administrasi bimbingan dan konseling disekolah sebagai berikut :
a.       Pada permulaan memasuki sekolah dilakukan pencatatan data  pribadi siswa dengan menyebarkan angket, baik yang diisi oleh siswa itu sendiri maupun oleh orang tua. Bagi siswa yang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, data pribadi yang telah diisi perlu dilengkapi dengan data nilai prestasi belajar sebelumnya, misalnya buku raport,  ijazah/ STTB di SD serta nilai testing masuk kalau ada. Apabila data yang telah masuk dari masing-masing siswa sudah dianggap memadai dan lengkap, maka data-data itu dihimpun dalam satu file, map, buku pribadi untuk masing-masing siswa secara teratur dan sistematis.
b.      Catatan kejadian siswa tentang tingkah laku dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung dibuat oleh guru kelas. Catatan anekdot yang telah diterima dari masing-masing kelas dihimpun dalam bentuk laporan observasi mingguan dan laporan observasi mingguan itu dimasukkan ke dalam buku pribadi siswa.
c.       Dari hasil laporan observsi yang telah dibuat oleh guru kelas dan kemudian dimasukkan ke dalam buku pribadi siswa oleh petugas administrasi bimbingan. Materi-materi yang dipelajari oleh guru kelas sering disebut studi kasus. Bila dipandang masalah itu cukup serius dan menonjol serta mendesak untuk ditanggulangi, maka siswa (kasus) bersangkutan dipanggil oleh guru kelas untuk diadakan konseling yang telah diselenggarakan oleh guru pembimbing dianggap belum cukup memadai untuk memecahkan masalah siswa bersangkutan, maka perlu diselenggarakan konferensi kasus (case conference).  Penyelenggaraan konferensi kasus harus diketahui serta diikuti oleh kepala sekolah.
d.      Hasilb sosiometri yang berupa sosiogram yang telah diselenggarakan oleh guru kelas dimasukkan ke dalam buku pribadi siswa sebagai bahan studi kasus. Apalagi dijumpai masalah-masalah yang menonjol dalam sosiogram, misalnya ada siswa yang terisolir, maka guru kelas dapat secara langsung memanggil siswa bersangkutan untuk diadakan konseling.
e.       Hasil wawancara, daftar presensi, daftar nilai raport yang diselenggarakan oleh guru kelas dimasukkan kedalam kartu pribadi siswa.
f.       Hasil kunjungan rumah yang diselenggarakan oleh guru kelas dipakai sebagai bahan-bahan didalam raat-rapat dengan kepala sekolah. Hasil-hasil laporan kunjungan rumah yang telah dibuat oleh guru kelas dihimpun dalam catatan kasus pribadi.
g.      Hasil pemeriksaan dari petugas-petugas khusus/tenaga ahli,  misalnya hasil pemeriksaan fisik/kesehatan dari dokter atau juru rawat dimasukkan ke dalam buku pribadi siswa dan juga disampaikan kepada kepala sekolah untuk diketahui.
h.      Laporan harian, mingguan, bulanan, caturwulan, semesteran dan tuntutan tahunan dari kegiatan bimbingan seperti kegiatan konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, membuat rencana layanan atau kegiatan pendukung, mempersiapkan bahan untuk layanan/pendukung, mengadakan evaluasi dan atau analisis hasil evaluasi, dan atau merencanakan program tindak lanjut yang dibuat oleh guru kelas dilaporkan kepada kepala sekolah untuk diperiksa dan seterusnya dilaporkan kepada pengawas bimbingan dan konseling sekolah.
i.        Data-data informasi yang berasal dari berbagai sumber dan telah dihimpun dalam buku pribadi, map pribadi atau komulatif record siswa hendaknya diperiksa oleh kepala sekolah.
Dengan terwujudnya mekasnisme, pola kerja, atau prosedur kerja yang rapi, teratur dan baik serta dilandasi oleh bentuk-bentuk kerjasama dengan personil sekolah dalam administrasi pelaksanaan bimbingan dan konseling disekolah, dapat dihindari kecenderungan terjadinya penyimpangan dalam program pelaksanaan bimbingan dan konseling disekolah.
Selanjutnya, dengan adaministrasi seluruh kegiatan, personalia, fasilitas, keuangan, pengawasan, pembinaan, dan pengembangan bimbingan dan konseling secara jelas dan cermat maka dapat dipertanggungjawabkan secara penuh program bimbingan dan konseling tersebut.
5.      Pola Pengembangan Siswa
Pembinaan siswa dilaksanakan oleh seluruh unsur pendidik yaitu personil sekolah, orangtua, masyarakat, dan aparat pemerintah,
dengan pola penanganan sebagai berikut.
      Seorang siswa yagn bermasalah, misalnya perkelahian, dapat ditangani oleh guru/petugas lain, guru piket, guru kelas, bahkan langsung oleh kepala sekolah. Tindakan tersebut diinformasikan kepada gurukelas siswa yang bersangkutan. Guru kelas memberikan bantuan berupa nasihat agar tidak berkelahi di sekolah, menjelaskan bahaya perkelahian bagi siswa dan sekolah.
Sementara itu guru kelas berperan dalam mengetahui sebab-sebab yang melatarbelakangi sikap dan tindakan perkelahian siswa tersebut. Guru kelas bertugas membantu menangani masalh perkelahian siswa tersebut dengan meneliti latar belakang tindakan perkelahian siswa melalui serangkaian wawancara dan pencarian informasi dari sejumlah sumber data.
 6.      Pemanfaatan Fasilitas Pendukung Kegiatan Bimbingan dan Konseling.
Fasilitas dan pembiayaan meruoakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam suatu program bimbingan. Adapun aspek pembiayaan memerlukan perhatian yang lebih serius karena dalam kenyataannya aspek tersebut merupakan salah satu faktor penghambat proses pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sekarang ini. Tanpa adanya pembiayaan yang memadai, proses pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling cenderung mengalami hambatan.
Apabila telah tersedia gedung dan ruangan serta alat-alat perlengkapan teknis, maka pos-pos penting lain yang perlu dibiayai adalah : honorarium personil bimbingan, pemeliharaan sarana fisik, pelaksanaan penataan bagi personil bimbingan, pengadaan alat-alat tes baku, pengadaan dan majalah bimbingan serta pengadaan alat-alat tulis.
      Mengenai sumber pembiayaan, Crow dan Crow (1962) berpendapat bahwa setiap siswa dianjurkan memberikan biaya sekitar 10 sampai 20 dolar per tahun, dan tidak kurang dari 3% dari seluruh pembiayaan pendidikan dipergunakan untuk layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya, Hatch dan Steffire (1961) mengemukakan pendapatnya bahwa susatu porgram bimbingan yang baik membutuhkan sekitar 5% dari keseluruhan biaya pendidikan di sekolah. Tanpa adanya sumber pembiayaan yang tetap, sulit diharapkan tercapainya keberhasilan program layanan bimbingan.
Adapun fasilitas yag diharapkan tersedia di sekolah ialah ruangan tempat bimbingan yang khusus dan teratur, serta perlengkapan lain yang memungkinkan tercapainya proses layanan bimbingan dan konseling yang bermutu. Ruangan itu hendaknya sedemikian tupa sehingga di satu segi para siswa yang berkunjung ke ruangan tesebut merasa senang, dan segi lain di ruangan tersebut dapat dilaksanakan layanan dan kegiatan bimbingan lainnya sesuai dengan asas-asas dan kode etik bimbingan dan konseling.
      Di dalam rungan itu hendaknya juga dapat disimpan segenap instrumen bimbingan dan konseling, himpunan data siswa dan berbagai data dan informasi lainnya. Ruangan tersebut hendaknya juga mampu memuat berbagai penampilan, seperti penampilan informasi pendidikan dan jabatan, informasi tentang kegiatan dan ekstra kulikuler.
      Yang tidak kalah penting ialah, rungan itu hendaknya nyaman sehingga para pelaksana bimbingan dan konseling betah bekerja. Kenyamanan itu merupakan modal utama bagi kesuksesan pelayanan yang terselenggara.
      Sarana yang diperlukan untuk penunjang pelayanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
a.       Alat pengumpul data, baik tes dan non tes.
Alat pengumpul data berupa tes yaitu : tes inteligensi, tes bakat khusus, tes bakat sekolah, tes/invetori kepribadian, tes/inventori minat dan tes prestasi belajar. Alat pengumpul data berupa non-tes yaitu : pedoman observasi, catatan anekdot, daftar cek, skala penilaian, alat-alat mekanis, pedoman wawancara, angket, biografi dan autobiografi, dan sosiometri.
b.      Alat penyimpan data, khususnya dalam bentuk himpunan data.
Alat penyimpan data itu dapat berbentuk katu, buku pribadi, dan map. Bentuk kartu ini bisa dibuat sedemikian rupa dengan ukuran-ukurans erta warna tertentu, sehingga mudah untuk disimpan dalam filling cabinet. Untuk menyimpan berbagai keterangan, informasi ataupun data untuk masing-masing siswa, perlu disediakan map pribadi. E=mengingat banyak sekali aspek-aspek data siswa yang perlu dan harus dicatat, maka diperlukan adanya suatu alat yang dapat menghimpun data secara keseluruhan yaitu bukupribadi.
c.       Kelengkapan penunjang teknik, seperti data informasi, paket bimbingan, alat bantu bimbingan.
d.      Perlengkapan penunjang teknik, seperti alat tulis menulis, format rencana satuan layanan dan kegiatan pendukung serta blanko laporan kegiatan, blako surat, kartu konsultasi, kartu kasus, blanko konferensi kasus, dan agenda surat.

Dana diperlukan bagi penyediaan prasarana dan sarana yang memadai. Juga untuk keperluan lain, seperti perlengkapan administrasi, kunjungan rumah, penyususunan laporan kegiatan. Dalam hal ini perlu diingatkan bahwa kekurangan dana tidak selayaknya mengendurkan semangat para pelaksana untuk menyelenggarakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
 7.      Pengarahan, Supervisi, dan Penilaian Kegiatan Bimbingan dan Konseling.
a.       Pengarahan.
Pengarahan adalah salah satu aspek penting dalam manajemen program layanan bimbingan dan konseling. Berikut ini dikemukakan beberapa konsep pengarahan. Hatch dan Steffre (1961) mengemukakan pengarahan itu sebagai berikut :
 It is phrase of administration concerned with the coordination, control, dan stimulation of others. It its sometimes thought of as a process and idnetified as that phase in which commands are given, or in which others are authorized to act or stimulated to act without command.
Pendapat ini mengemukakan pengarahan sebagai suatu fase administratif yang mencakup koordinasi, kontrol dan stimulasi terhadap yang lain. Di satu sisi, hal itu adakalanya dipikrkan sebagai suatu proses dan merupaka suatu fase pemberian komando, pada sisi lain merupakan wewenang dalam bertindak atau stimulasi dalam bertindak tanpa komando.
Dalam pengarahan kegiatan bimbingan, koordinasi sebagaipemimpin lembaga atau unit bimbingan hendaknya memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang baik yang dapat memungkinkan terciptanya suatu komunikasi yagn baik dengan seluruh staf yang ada. Personil-personil yang telibat di dalam program hendaknya benar-benar memiliki tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya maupun tanggung jawab terhadap yang lain, serta memiliki moral yang stabil.
Adapun pentingnya pengarahan dalam program bimbingan ialah : (a) untuk menciptakan suatu koordinasi dan komunikasi dengan selutuh staf bimbingan yang ada, (b) untuk mendorong staf bimbingan dalam melaksanakan tugas-tugasnya , dan (c) Memungkinkan kelancaran dan efektifitas pelaksanaan program yang telah direncanakan.
b.      Supervisi Kegiatan Bimbingan
Supervisi merupakan salah satu tahap penting dalam manajemen program bimbingan. Berbagai pendapat telah dikemukakan berkenaan dengan supervisi ini. Stephen Robbins (1978) mengemukakan, Supervision is traditionally used to refer to the activity of immediately directing the activities of subordinates.
Menurut Arthur Jones (1970) supervisi itu mencakup dua bentuk kegiatan, yaitu : (a) sebagai kontrol kualitas yang direncanakan untuk memelihara, menyelenggarakan, dan menentangb perubahan, serta (b) Mengadakan perubahan, penataan, dan mengadakan perubahan perilaku.
Selanjutnya Crow dan Crow (1962) berpendapat dalam kegiatan supervisi bimbingan, supervisor hendaknya menerima saran-saran dari para konselor dalam hubungannya dengan permasalahan-permasalahan perubahan dan pengembangan kurikulum, penyesuaian kurikulum bagi siswa, memasukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi beberapa siswa atau semua siswa ke dalam program sekolah.
Adapun manfaat supervisi dalam program bimbingan ialah (a) Mengontrol kegiatan-kegiatan dari para personil bimbingan yaitu bagaimana pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka masing-masing, (b) Mengontrol adanya kemungkinan hambatan-hambatan yang ditemui oleh para personil bimbingan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, (c) Menugnkinkan dicarinya jalan keluar terhadap hambatan-hambatan dan permasalahan-permasalahan yang ditemui, (d) Memungkinkan terjadinya program bimbingan secara lancar ke arah pencapaian tujuan sebagaimana telah ditetapkan.
 c.       Penilaian Program Layanan Bimbingan
Penialian merupakan langkah penting dalam manajemen program bimbingan. Tanpa penilaian tidak mungkin kita dapat mengetahui dan mengidentifikasi keberhasilan program bimbingan yang telah dilaksanakan. Penilaian program bibmingan merupakan suatu usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, keberhasialn program dalam tujuan merupakan suatu kondisi yang hendak dilihat lewat kegiatan penilaian.
Sehubungan dengan penilaian ini, Shertzer dan Stone (1966) mengemukakan pendapatnya,evaluation consist of making systeamtic judgements of the relative effectiveness with which goals are attained in relation to special standards.
Penilaian kegiatan bimbingan di sekolah adalah segala upaya, tindakan atau proses untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu pada kriteria atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang dilaksanakan.
Kriteria atau patokan yang dipakai untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling di sekolah mengacu pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan-kebutuhan peserta didik dan pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam membantu siswa melakukan perubahan perilaku dan pribadi ke arah yang lebih baik.
Dalam keseluruhan kegiatan layanan bimbingan dan konseling, penilaian diperlukan untuk memperoleh umpan terhadap efektifitas layanan bimbingan yang telah dilaksanakan. Dengan informasi ini dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan kegiatan layanan bimbingan. Berdasarkan informasi ini dapat ditetapkan langkah-langkah tindak lanjut utnuk memperbaiki dan mengembangkan program selanjutnya.
Adapun dua macam kegaitan penilaian program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan utnuk mengetahui sampai sejauh mana efektivitas layanan bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksud untuk memperoleh informasi efektifitas layanan bimbingan  dilihat dari hasilnya.
Aspek yang dinilai baik proses maupun hasil antara lain :
1)  Kesesuaian antara program dengan pelaksanaan
2)  Pelaksanaan program
3)  Hambatan-hambatan yag dijumpai
4)  Dampak layanan bimbingan terhadap kegiatan belajar mengajar
5)  Respon siswa, personil sekolah, orang tua, dan masyarakat terhadap layanan bimbingan
6)  Perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan bimbingan, pencapaian tugas-tugas perkembangan, hasil belajar, keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah baik dalam studi lanjutan atau pun dalam kehidupannya di masyarakat.
 Apabila dilihat dari sifat evaluasi, evaluasi bimbingan dan kosenling lebih bersifat penilaian dalam proses yang dapat dilakukan dengan cara berikut ini :
1)  Mengamati partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegaitan layanan bimbingan.
2)  Mengungkapkan pemahaman siswa atas bahan-bahan yang disajikan atau pemahaman/pendalaman siswa atas masalah yang dialaminya.
3)  Mengungkapkan kegunaan layanan bagi siswa dan perolehan siswa sebagai hasil dari partisipasi/aktivitasnya dalam kegiatan layanan bimbingan.
4)  Mengungkapkan minat siswa tentang perlunya bimbingan lebih lanjut.
5)  Mengamati perkembangan siswa dari waktu ke waktu (butir ini terutama dilakukan dalam kegiatan layanan bimbingan yang berkesinambungan).
6)  Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegaitan layanan.
            Khusus untuk kesatuan kegiatan pendukung, evaluasinya dilakukan dengan cara berikut ini :
1)  Mengungkapkan perolehan guru pembimbing sebagai hasil dari kegiatan pendukung yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kegaitan.
2)  Mengungkapkan komitmen pihak-pihak tekait dalam penanganan/pengentasan masalah siswa (butir ini terutama untuk kegiatan konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
3)  Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan pendukung.
            Berbeda dengan hasil evaluasi pengajaran yang pada umumnya berbentuk angka atau skor, maka hasil evaluasi bimbingan dan konseling berupa deskripsi tentang aspek-aspek yang di evaluasi (yaitu partisipasi aktivitas dan pemahaman siswa; kegunaan layanan menurut siswa; perolehan siswa dari layanan; dan minat siswa terhadap layanan lebih lanjut; perkembangan siswa dari waktu ke waktu; perolehan guru pembimbing; komitmen pihak-pihak terkait; serta kelancaran dan suasana penyelenggaraan kegiatan). Deskripsi tersebut mencerminkan sejauh mana proses penyelenggaraan layanan/pendukung memberikan sesuatu yang berharga bagi kemajuan dan perkembangan dan/atau memberikan bahan atau kemudahan untuk kegiatan layanan terhadap siswa.
Penilaian di tingkat sekolah di bawah tanggung jawab kepala sekolah yang dibantu oleh pembimbing khusus dan personil sekolah lainnya. Di samping itu penilaian kegiatan bimbingan lainnya dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari instansi yang lebih tinggi di wilayah dan kabupaten.
Sumber informasi untuk keperluan penilaian antara lain siswa, kepala sekolah, para guru kelas, guru mata pelajaran, orangtua, tokoh masyarakat, para pejabat Depdiknas, organisasi profesi bimbingan, sekolah lanjutan, dan sebagainya. Penilaian dilakukan dengan menggunakan berbagai cara seperti wawancara, observasi, studi dokumentasi, angket, tes, analisa hasil kerja siswa, dan sebagainya.
Penilaian perlu diprogramkan secara sistematis dan terpadu. Kegiatan penilaian, baik proses maupun hasil perlu di analisa untuk kemudian dijadikan dasar dalam tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan program layanan bimbingan. Dengan dilakukannya penilaian secara komprehensif, jelas dan cermat maka diperoleh data informasi tentang proses dan hasil seluruh kegiatan bimbingan dan konseling. Data dan informasi ini dapat dijadikan bahan untuk mempertanggungjawabkan / akuntabilitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
Dengan diberalakukannya kurikulum yang berbasis kompetensi, mau tidak mau guru wajib melakukan perubahan dan pengembanagn kompetensi sebagai pedoman terlaksananya materi yang akan diberikan dalam bimbingan dan konseling. Agar tercapai apa yang diinginkan dalam KBK, ada tiga komponen yang dijalankan, yakni: kompetensi yang akan dicapai, startegi layanan untuk mencapai kompetensi, system evaluasi digunakan untuk menentukan keberhasilan kompetensi.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum SD berbasis kompetensi hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip pengembangan keterampilan hidup. Dalam pengembangan kurikulum perlu memaskkan unsur keterampilan hidup, agar siswa memiliki sikap, keterampilan dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntunan kehidupan sehari-hari secara  efektif.
Untuk mencapai kompetensi dan keterampilan hidup yang dibutuhkan itu, siswa tidak cukup hanya diberi pelajaran tentang studi saja, namun diperlukan bimbingandan konseling. Posisi bimbingan dan konseling dalam npelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi sangat strategi. Sekolah berkewajiban memeberikan bimbingan dn konseling kepada siswa untuk mencapai kompetensi pribadi, social, belajar dan karir. Keempat bidang kompetensi tersebut terangkum dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai siswa SD.

B.       Saran
Bertolak dari peranan layanan Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar, penyusun memberikan saran sebagai berikut :
1.        Sebaiknya guru lebih mengembangkan layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar yaitu dengan melaksanakan program layanan bimbingan itu diaplikasikan kepada anak didik.
2.        Buku – buku layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar terbitan dari pemerintah sebaiknya tidak hanya dijadikan sebagai pelengkap administrasi sekolah saja melainkan harus dipelajari oleh guru dan bisa diterapkan kepada anak didik yang membutuhkan layanan bimbingan.



DAFTAR PUSTAKA

Sudiano, akur. 2005. Manajemen Bimbingan Konseling Sekolah Dasar Kurikulum 2004. Jakarta : Grasindo.