BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses
pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya – upaya dalam mengorganisasi
lingkungan supaya terjadi kegiatan belajar pada diri siswa. Seorang guru
profesional tentu harus memahami betul bagaimana proses pembelajaran itu
dikembangkan, dan untuk itu guru perlu memahami mengenai beberapa teori
pembelajaran. Pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan perilaku,
dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap,
perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sedangkan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi
transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat
timbal balik, proses transaksional terjadi antara siswa dengan siswa.
Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami
dan disepakati oleh pihak – pihak yang terkait dalam roses pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
teori pembelajaran pendekatan modifikasi tingkah laku ?
2.
Bagaimana
teori pembelajaran pendekatan psikologi kognitif ?
3.
Bagaimana
teori pembelajaran pendekatan analisis tugas ?
4.
Bagaimana
teori pembelajaran pendekatan psikologi humanistik ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Belajar
dan Pembelajaran SD. Selain
itu juga bertujuan agar dapat memahami secara mendalam mengenai :
1.
Teori
pembelajaran pendekatan modifikasi tingkah laku.
2.
Teori
pembelajaran pendekatan psikologi kognitif.
3.
Teori
pembelajaran pendekatan analisis tugas.
4.
Teori
pembelajaran pendekatan psikologi humanistik.
D.
Metode Penulisan
Dalam makalah ini penyusun menggunakan
metode kepustakaan yaitu membaca hal – hal yang berkaitan dengan tema dari
beberapa sumber baik buku maupun internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Pembelajaran Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku
1.
Operant Conditioning dan Modifikasi Tingkah Laku
Modifikasi
tingkah laku penggerak utamanya adalah B. F. Skinner dkk. Dalam berbagai
proyeknya di Universitas Harvard pada pertengahan tahun lima puluhan. Sejak itu
Skinner telah mencapai ketenaran diantara para ahli – ahli psikologi
eksperimental karena penelitiannya dilangsungkan dengan subjek infrahuman, dia
sangat tertarik kepada pendidikan dan merasa bahwa prosedur – prosedur dan
prinsip belajar operantnya dapat digunakan pada penyempurnaan pratek
pendidikan.
Terdapat dua
cara utama Operant Conditioning dikaitkan dengan modifikasi tingkah laku, disamping
adanya kenyataan bahwa banyak para pengubah tingkah laku melaksanakan juga
penelitian Operant Conditioning. Pertama,
Prinsip – prinsip belajar Operant Reinforcement secara ekstensif digunakan
sebagai dasar prosedur pembelajaran. Kedua,
pengubah tingkah laku bekerja sama dengan pengatur kondisi Operant (Operant
Conditioner), memberi penekanan kepada penyusunan teori induktif, dan terdapat
suatu persetujuan untuk menggunakan hasil – hasil penelitiannya untuk
menghasilkan prinsip – prinsip yang baru. Komentar Wolpe, tentang pentingnya penelitian
pada penyusunan dan penyempurnaan prinsip terapi tingkah laku relevan dengan
prinsip – prinsip pembelajaran modifikasi tingkah laku.
2. Empat Segi Modifikasi
Tingkah Laku Operant
Empat segi
yang dapat dilihat pada pengembangan prinsip dan prosedur pembelajaran
modifikasi tingkah laku yaitu :
a)
Fase mesin pembelajaran (Teaching Machine)
b)
Fase penekanan pada pembelajaran berprogram (programmed instruction)
c)
Fase yang memfokuskan kepada “token economics” dan “contingency
management”.
d) Fase rekayasa tingkah
laku (behavioral engineering)
Berikut penjelasan
keempat fase ini menurut kemunculan historisnya yaitu :
a)
Revolusi Mesin Pembelajaran (teaching machine)
Skinner
(1968) mengutarakan teori bahwa pembelajaran melibatkan kemungkinan penguatan
yang tersusun dimana siswa – siswa belajar. Dia mengutarakan bahwa siswa dapat
belajar tanpa bantuan khusus dalam lingkungan alamiah. Tetapi lebih lanjut dia
berkata bahwa belajar yang paling baik, dapat ditempuh apabila guru – guru
membuat persiapan yang tepat sehingga perubahan tingkah laku menuju ke arah
yang diinginkan, yang diperkuat secara sistematis. Ia menyarankan bahwa
berbagai sarana dapat digunakan secara sistematis agar dapat menimbukan
penguatan tingkah laku yang tepat, konsep yang ia perkenalkan adalah teaching
machine.
Skinner
mengatakan bahwa belajar dengan memperoleh jawaban yang tepat menjadi suatu hal
yang tidak penting dalam pendidikan, dia menyatakan bahwa fokus nyata pada
pendidikan haruslah pada pemberian penguatan yang konsisten, segera dan positif
bagi tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pendidikan yang
diinginkan, lebih lanjut dia menyimpulkan bahwa dari hasil – hasil percobaannya
menunjukkan bahwa siswa akan lebih mudah menjawabnya apabila dilengkapi dengan
suatu pengalaman belajar. Pelajaran diawali dengan tugas – tugas yang relatif
mudah dan sudah dikenal kemudian meningkat secara pelan – pelan melalui tugas –
tugas dan bahan – bahan yang baru.
Analisis dan
resep semacam itu memerlukan penyajian dan pengalaman – pengalaman pendidikan
yang sangat handal dan pengadaan penguatan yang konsisten setiap saat siswa
melakukan jawaban yang tepat. Dalam konteks ini ia menyarankan bahwa bahan –
bahan terprogram dan beberapa jenis “teaching machine” akan memungkinkan
pendidik untuk menjaga kondisi pembelajaran yang optimal. Istilah “program”
sebelumnya digunakan untuk menunjuk kepada bahan – bahan pendidikan yang
tersusun secara khusus, “ teaching machine” didefinisikan sebagi suatu alat
yang menyajikan bahan pendidikan dan yang memberikan umpan balik atau penguatan
kepada siswa yang belajar dan kepada kemajuan belajar yang dicapainya.
Pendekatan
baru terhadap pembelajaran ini menjadi terkenal sebagai suatu “ revolusi
teaching machine”. Skinner telah banyak memberikan ceramah – ceramah dan
terbitan – terbitan mengenai penggunaan istilah “teaching machine”. Istilah
teaching machine secara rutin digunakan untuk menunjukkan inovasi dalam
pembelajaran sekitar tahun lima puluhan. Banyak pendidik yang mempermasalahkan
istilah ini, yang merasa bahwa mesin tersebut akan mengubah pendidikan dan akan
menggantikan fungsi guru. Bahkan mereka mengajukan pertanyaan apakah teaching
machine dapat memberikan sumbangan bagi pembelajaran.
Banyak
pendidik merasa bahwa istilah teaching machine merupakan pilihan yang kurang
tepat, karena beberapa orang telah salah paham tentang istilah itu dan
menganggap seakan – akan belajar merupakan suatu proses yang mekanis. Selain
itu dipertimbangkan adanya pendekatan alternatif seperti peralatan pembelajaran
mandiri dan peralatan pembelajaran sendiri. Namun demikian istilah teaching
machine tepat digunakan untuk pendekatan terhadap pembelajaran.
b)
Pembelajaran Berprogram
Pada tahun
enam puluhan bahwa sukses pendekatan ini didasarkan kepada materi pendidikan
yang secara khusus disusun dengan urutan – urutan tertentu dari kemungkinan
penguatan, sehingga siswa mendapat penguatan sewaktu mereka melakukan kemajuan
dalam pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan. Dalam konteks ini
pembelajaran berprogramlah dan bukan mesin pembelajaran yang muncul sebagai
pilihan.
Prosedur –
prosedur yang ditempuh dalam pembelajaran berprogram adalah :
a)
Suatu program biasanya tersusun dari langkah kecil/pendek yang relatif
mudah dilaksanakan. Berawal dengan tugas – tugas yang mula – mula dapat
dilakukan oleh siswa dan secara perlahan – lahan menuju kepada yang sukar atau
yang belum dikenal siswa.
b)
Biasanya belajar efektif dan efisien terjadi apabila siswa berperan aktif
dalam proses pembelajaran.
c)
Positif reinforcement harus segera
diberikan dan harus segera mengikuti setiap tanggapan atau respon yang tepat.
Pada beberapa hal tertentu digunakan beberapa penguat ekstrinsik, misalnya :
hadiah, pujian, dll.
d) Ditekankan bahwa program
– program harus menyediakan bagi pembelajaran individual paling tidak siswa
harus mampu bekerja sesuai dengan kemampuannya. Siswa hendaknya diberi waktu
yang cukup sesuai yang dibutuhkanuntuk dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
e)
Adanya testing (evaluasi) bagi siswa. Pada pembelajaran berprogram,
evaluasi ini biasanya dapat untuk menentukan bagaimana siswa belajar pada setiap
materi pembelajaran, sehingga menghasilkan suatu catatan apakah materi tadi
menghasilkan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
Beberapa
mitos dan konsepsi – konsepsi yang keliru tentang pendekatan Skinner mengenai
pembelajaran berprogram ini perlu dijernihkan. Analisa restrospektif Markle
menunjukkan bahwa terdapat desakan yang nyata tentang perlunya penelitian
terapan untuk menentukan prosedur yang paling tepat yang dapat
diidentifikasikan bagi penyediaan belajar.
Konsep
pendekatan pembelajaran berprogram
mengalami perubahan – perubahan dalam konsepsi modifikasi tingkah laku
dalam pembelajaran. Perubahan – perubahan ini antara lain munculnya penggunaan
komputer yang dianggap sebagai teaching machine yang lebih luwes, juga ada
bentuk lain yang menggunakan buku kerja yang dirancang secara khusus, yang
akhir – akhir ini dikenal dengan pembelajaran modul.
c)
Manajemen Kontingensi dan Andil Ekonomi
Fase ketiga
dari aliran ini dapat disebut sebagai manajemen kontingensi. Dalam aplikasi
prinsip – prinsip belajar operant disini fokusnya kepada lingkup kegiatan yang
lebih luas dibandingkan dengan fase teaching machine dan pembelajaran
berprogram. Beberapa psikolog bahwa pendekatan operant dari Skinner mempunyai
implikasi yang nyata untuk menghadapi suatu lingkup masalah pendidikan praktis
yang luas, namun dirasakan ada keterbatasan dari pendekatan teaching machine
dan pembelajaran berprogram. Lebih khusus lagi dirasakan bahwa walaupun
aspirasi lain dimunculkan Skinner terdapat kecendrungan untuk mencegah
penggunaan operant terhadap tingkah laku verbal misalnya membaca, berbicara,
menulis, dll. Fase manajement kontingensi dan andil ekonomi ini terutama
dirangsang oleh hasil kerja peneliti di lingkungan rumah sakit jiwa dan didalam
kelas pendidikan khusus.
Theodore
Ayllon, psikolog, dengan beberapa operant training yang bekerja sebagai seorang
psikolog klinis di sebuah R. S. Jiwa di Saskatchhewan, Kanada, melihat bahwa pasien
menerima perhatian yang lebih dari perawat apabila dia melakukan tindakan
psychotic daripada mereka yang melakukan tindakan yang lebih maju. Contoh lain,
pasien yang menolak untuk makan, akan menerima perhatian yang lebih dari
petugas rumah sakit, soalnya takut kalau dia mati kelaparan mengalami
kekurangan gizi. Ayllon menjadi peneliti utama dari program klinis
eksperimental dimana dia dan psikolog yang lain mencoba menerapkan prinsip –
prinsip reinforcement, sebagai contoh, dia menjelaskan kepada personil rumah
sakit, bahwa disini nampak usaha lebih ditujukan kepada pasien yang bertingkah
laku tidak tepat, dan perhatian kecil kepada pasien yang normal. Ayllon
menjelaskan bahwa hal ini tidak benar, jadi harus dirubah, yaitu pasien yang
berlaku wajar justru harus diperhatikan lebih. Sehingga dia akan memperkuat
perbuatan tersebut dan juga merangsang yang lain untuk berbuat seperti itu.
Dengan boleh melihat TV, mempunyai ruangan sendiri, izin pergi ke kota dan hal
– hal khusus lain di lingkungan rumah sakit dapat diperoleh pasien apabila ia
bertingkah laku tepat.karena organisasi umum dari token economics terutama
berasal dari hubungan antara tingkah laku wajar dan ganjaran yang berupa andil,
maka banyak orang menyatakan token economy ini sebagai “reinforcement contingency
management” atau secara singkat “contingency management”
Penerapan
pendekatan manajement contingency dalam bidang pendidikan pertama – tama
terjadi pada situasi pendidikan yang bersifat khusus. Misalnya selama ini
dikenal bahwa beberapa karakteristik tingkah laku anak yang menunjukkan berupa
ketidakmampuan belajar. Banyak ditentukan oleh kondisifisiologisnya. Tetapi
dirasakan pula bahwa beberapa tingkah laku yang tidak benar juga terbentuk oleh
karena hubungan siswa – siswa dengan orang lain. Diperkirakan bahwa mungkin
salah satu sebab mengapa siswa – siswa menunjukkan tingkah laku yang tidak
benar disebabkan bagian dari ganjaran yang diberikan kepada tingkah laku
tersebut oleh guru – guru mereka maupun teman sebayanya. Proyek – proyek
dibentuk dimana guru – guru hendaknya mengabaikan respon – respon yang tak
tepat, tapi memberikan perhatian apabila siswa – siswa bertingkah laku sosial
yang tepat atau menunjukkan kemajuan di bidang pendidikan.
Sewaktu para
ahli psikologi melanjutkan untuk mengembangkan prosedur – prosedur modifikasi
tingkah laku mereka menemukan bahwa prinsip – prinsip reinforcement sangat
bermanfaat dalam pemecahan masalah pendidikan dan dalam perencanaan
pembelajaran. Tetapi mereka juga menghadapi banyak masalah dimana tidak ada jawaban
yang tepat yang berasal dari penelitian operant dasar yang ada. Dalam beberapa
peristiwa mereka menemukan bahwa aplikasi kepada masalah – masalah dunia nyata
adalah tidak konsisten dengan prediksi yang berdasarkan laboratorium bahkan
menghasilkan kontradiksi teori. Beberapa ahli psikologi misalnya : Beer mulai
memperdebatkan penggunaan hukuman. Ini sangat kontradiksi dengan formulasi
teori Skinner. Sejumlah masalah – masalah praktis lain yang membingungkan
menyebabkan beberapa ahli menjadi lebih bersifat eklektik dalam berteoti dan
menyatakan dirinya sebagai behavioral engineering.
d) Behavioral engineering
Tiga segi
modifikasi tingkah laku telah mendorong munculnya pendekatan behavioral
engineering, sebagai fase keempat yang dinilai lebih efektif dalam modifikasi
tingkah laku, karena menekankan aspek pengukuran penelitian.
Contingency dari Home
Lloyd Homme
(1986), salah satu sejawat Skinner pada pembelajaran berprogram beserta teman –
temannya memberi komentar yang menarik tentang sifat dan ciri –ciri dari
behavior engineering. Bilanya mereka setuju dengan behavior Modefier (pengubah
tingkah laku) yang dikemukakan Roger Ulrich dalam mencirikan behavioral
engineering sebagai penyusunan atau pengaturan lingkungan, sehingga seseorang
mendapatkan tingkah laku yang diinginkan. Kemudian home dan Ogden Lindsley yang
ada pada awal mulanya menggunakan operant conditioner, beralih kepada
behavioral engeneering yang elektik.
Homme
menjelaskan bahwa behavioral engennering adalah gabungan dari dua teknologi
yaitu teknologi manajement contingency
dan teknologi pengaturan rangsang. Manajement
contingency berkaitan erat dengan prinsip- prinsip operant reinforcement,
sedangkan pengaturan rangsangan sebagai suatu rangsangan yang mengatur
kemungkinan suatu jawaban. Menurut Homme teknologi pengaturan rangsangan
tergantung kepada reinforcement control dan manajement contingency.
Mereka
menyarankan menggunakan reinforcement segera mungkin untuk tingkah laku yang
mendekati tujuan – tujuan pendidikan yang diinginkan. Sejumlah kecil ganjaran
secara teratur diberikan bagi setiap tambahan peningkatan dan secara bertetap
ganjaran diberikan setelah tindakan yang diinginkan dan bukan sebelumnya.
Mereka menekankan bahwa suatu kontrak harus dibuat secara lisan antara guru dan
siswa, secara jelas, fair, dan jujur dan diikuti sungguh – sungguh oleh kedua
pihak. Homme menunjukkan dirinya sebagai seorang behavioral engeneering dan
merancang program dan dia mencirikan guru sebagai seorang manajer contingency.
Penilaian yang sistematis dan yang berulang – ulang dilangsungkan baik sebagai
alat untuk memotivasi siswa dengan memberitahukan kepadanya tentang kemajuan –
kemajuan yang dicapainya maupun sebagai landasan untuk mengetahui aspek dari
program pendidikannya yang mungkin memerlukan modifikasi (perubahan).
Precision teaching dari lindsley
Precision
teaching adalah bentuk lain dari behavioral engineering yang dikembangkan untuk
digunakan pada situasi pendidikan. Precision teaching didefinisikan sebagai
suatu pendekatan kearah pendidikan dimana prosedur – prosedur instruksional
dirancang, diimplementasikan dan dimodifikasi sesuai dengan kemajuan siswa
menuju tujuan pendidikan yang telah dipilih. Ogden R. Lindsley pada mulanya
mengembangkan gagasan precision teaching untuk memenuhi kebutuhan anak – anak
luar biasa. Tapi prosedur – prosedur ini sekarang telah digunakan secara luas
dalam situasi pendidikan umum.
Precision
teaching adalah suatu sistem untuk memonitor kemajuan siswa secara individual
menuju tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Dalam banyak hal guru dan siswa
kedua – duanya berperan dalam pemilihan tujuan – tujuan khusus ini. Precision
teaching dipusatkan sekitar “Diagram
Standard Tingkah Laku Sehari – hari”. Salah satu yang menarik disini
adalah siswalah yang bertanggung jawab menjaga diagram tadi bukan guru atau
orang dewasa lain yang berada di dalam kelas. Jadi precision teaching
mengandung catatan harian frekuensi dari tingkah laku kelas yang berbeda – beda
yang dibuat pada lembaran diagram. Baik siswa dan guru begitu pula person –
person yang berkaitan dapat melihat informasi tentang kemajuan siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diinginkan. Para ahli dalam bidang ini mengatakan bahwa
prosedur – prosedur ini sangat memotivasi siswa, dimana siswa yang sebelumnya
mengalami kesulitan di dalam suatu subyek, akan menunjukkan kemajuan dalam
penampilan, sikap yang lebih positif terhadap materi tersebut. Tentu saja
timbul kritik – kritik yang mempertanyakan apakah diagram itu sendiri ataukah
karena perhatian yang lebih terhadap tujuan yang menimbulkan efek yang
mendukung. Kebanyakan para pengubah tingkah laku yang berdasarkan reinforcement
dan manajemen contingency menyatakan bahwa diagram tadi memberikan pengetahuan
hasil dan bahwa precision teaching adalah contoh lain dari aplikasi modifikasi
tingkah laku terhadap prinsip – prinsip reinforcement.
“Duncan”
menyatakan precision teaching dengan mudah memberikan suatu instrument
pengukuran yang tepat untuk menyajikan pembelajaran, sehingga membuat
pembelajaran lebih ekonomis, efektif, dan lebih menarik.
Lebih lanjut
berlawanan dengan pendekatan Homme, konsepsi chavioral engineering Lindsley
memberikan tekanan yang lebih besar pada aspek pengukuran penelitian dari
tradisi – tradisi operant dan mengaitkan dengan teori pendidikan yang berkaitan
dengan reinforcement atau prinsip – prinsip belajar yang lain.
e)
Modifikasi tingkah laku dan prinsip – prinsip instruksional
Para modifikasi tingkah laku lebih cocok untuk membicarakan tentang
teknologi pembelajaran daripada membicarakan teori dan prinsip pembelajaran,
terutama dalam menciptakan seperangkat prosedur untuk merancang dan
menyempurnakan pembelajaran dan menyesuaikan prosedur – prosedur tersebut
terhadap masalah pembelajaran yang dihadapi. Namun demikian mereka tertarik
pula untuk menciptakan prinsip – prinsip yang telah terbukti efektif sebagai
hasil pengujianempiris, sehingga mereka menganggap bahwa pendekatan induksi
dapat digunakan dalam teori pembelajaran yang lebih formal. Sejalan dengan itu
gambaran dan prosedur – prosedur tertentu dapat diidentifikasikan untuk
modifikasi tingkah laku. Gambaran – gambaran yang bersifat umum yang hampir
berada pada seluruh pengubah tingkah laku adalah :
Pertama :
Terdapat hubungan yang nyata pada tingkah laku yang dapat diamati atau
karakteristik yang dapat diukur secara obyektif dengan pengalaman internal dari
siswa. Namun demikian apabila terdapat suatu pilihan, mereka lebih suka
menghadapi tingkah laku langsung yang dapat diamati daripada kepada pengalaman
seseorang.
Kedua :
Terdapat suatu aturan yang bersifat universal bahwa pengubah tingkah laku
harus memasukan prosedur evaluasi bagi perkembangan awal siswa dan selanjutnya
dilakukan peningkatan melalui prosedur pembelajaran.
Ketiga :
Berhubungan erat dengan semua hal yang menekankan kepada pentingnya
evaluasi adalah persyaratan bahwa seseorang harus memberikan deskripsi
eksplisit dari tujuan dan prosedur – prosedur yang dibuat oleh pengubah tingkah
laku. Disini menyangkut perumusan tujuan pendidikan pembelajaran yang bersifat
khusus, dalam bentuk yang dapat diukur secara obyektif, menentukan
karakteristik siswa, menentukan prosedur pembelajaran yang diimplementasikan
dan juga menentukan prosedur evaluasi yang digunakan untuk kemajuan siswa.
Keempat :
Prinsip – prinsip operant reinforcement hendaknya dipilih, sebagai
landasan untuk rencana awal pembelajaran.
Skinner telah menjelaskan prinsip – prinsip lain yang di anggap berguna
dalam memaksimalkan kemungkinan siswa membuat tanggapan. Tanggapan yang tepat
dan yang harus diperkuat. Prinsip – prinsip ini pada berada dalam lingkup yang
oleh Homme dan kawan – kawannya disebut dengan teknologi pengaturan stimulus. Skinner menunjukkan bahwa suatu
tugas yang kritis dan sulit, menentukan tujuan pendidikan sedemikian rupa
sehingga seseorang dapat diukur kemajuan belajarnya. Begitu tujuan – tujuan
telah ditentukan merupakan tanggungjawab pendidik untuk merumuskan sarana –
sarana untuk penguatan aktivitas – aktivitas tersebut sehingga menunjukkan
indikasi bahwa tujuan pendidikan secar perlahan – lahan akan tercapai. Tetapi bagaimana
caranya siswa memulainya? Skinner menganggap sangat tidak efisien kalau hanya
menunggu tingkah laku yang tepat muncul dengan sendirinya. Dia juga kurang
menaruh perhatian melalui kegiatan yang sifatnya membantu secar fisik siswa
untuk bertingkah laku yang mendatangkan tanggapan yang diinginkan. Sebaliknya
dia menaruh perhatian kepada rangsangan yang mendorong siswa untuk memberikan
tanggapan – tanggapan secar tepat (misalnya dengan menyuruh siswa menirukan
guru yang bertindak sebagai model, atau dengan menunjukkan siswa suatu hasil
tingkah laku yang tepat yang dapat ditiru). Skinner juga menekankan pentingnya
membuat urutan pengalaman pendidikan menurut cara tertentu, sehingga dia dapat
menyatukan berbagai aspek topik belajar tertentu. Dia menyatakan bahwa uraian
penting dalam menyusun pengalaman belajar yang akan disajikan dalam urutan
tertentu sehingga siswa mudah menangkapnya. Kemampuan awal hendaknya telah
dikuasai sebelum tugas yang lebih rumit dicobakan. Dia juga menjelaskan
pentingnya urutan disesuaikan dengan faktor kesukaran, derajat kompleksitas dan
struktur logika dan materi yang diberikan. Dia juga menentukan pentingnya
kesiapan siswa untuk menghadapi apapun yang akan disajikan berikutnya.
3. Penerapan Modifikasi
Tingkah Laku
Prinsip – prinsip pembelajaran modifikasi tingkah laku telah digunakan
pada TK, SD, SLTP, SLTA, Universitas dan Sekolah – sekolah kejuruan, pada program
– program latihan militer dan industri. Prinsip tersebut digunakan dalam
menghadapi masalah – masalah emosional anak – anak di dalam kelas, dalam
pengelolaan masalah belajar siswa dan masalah – masalah akademis lainnya.
Lingkup masalah – masalah yang telah digunakan prosedur – prosedur ini antara
lain dalam contoh topik – topik berikut ini :
·
Meningkatkan ketelitian pengucapan pada anak – anak.
·
Pengaruh perhatian guru terhadap tingkah laku belajar.
·
Produksi dan eliminasi tingkah laku tertentu, dengan cara mengganti guru
yang bermacam – macam tingkah lakunya.
·
Modifikasi tingkah laku anak –
anak yang tidak berkemampuan belajar dengan menggunakan ganjaran, upah, sebagai
reinforcer yang mendukung.
·
Penerapan prinsip – prinsip pembelajaran berprogram kepada pembelajaran
klasikal.
4. Konsepsi Keller tentang Prosedur Kursus
Fred. S. keller (1967-1968) psikologi yang terkenal
dalam prosedur-prosedur penelitian dasar operant mantan pengajar di
Universitas, diminta oleh pemerintah Brazil untuk menyusun suatu “cource”
psikologi bagi Universitas Brazilia yang baru didirikan. Keller merancang suatu
program modifikasi tingkah laku bagi suatu kursus non gelar dalam psikologi
umum. Sebelumnya telah dicobakan pada suatu kursus laboratorium jangka pendek
di Universitas Columbia (1963) dan tahun berikutnya program tersebut digunakan
di Universitas Brazilia (1964). Meskipun mengalami berbagai problemproblem
internal pada kursusnya yang baru di Brazil tersebut, namun didapatkan hasil
yang memuaskan sehingga prosedur-prosedurnya dipakai untuk kursus-kursus
psikologi atau bidang akademi lain di universitas-universitas beberapa Negara,
prosedur-prosedur tersebut dapat juga digunakan (dengan modifikasi) untuk
sekolah- sekolah lanjutan sekolah dasar.
Program-programnya
menggabungkan sepenuhnya prosedur-prosedur pembelajaran modifikasi tingkah laku
yang disebutkan di atas. Program tersebut menekankan kepada individualisasi
dalam kecepatan belajar, penentuan tujuan pendidikan, evaluasi yang dilakukan
terus menerus untuk menentukan tingkat kemajuan setiap siswa dalam mencapai
tujuan, modifikasi prosedur-prosedur pembelajaran didasarkan kepada hasil evaluasi-evaluasi
tersebut dan penggunaan penguatan-penguatan positif (positif reinforcement)
secara sistematis untuk merangsang dan menjaga kemajuan yang diinginkan. Selain
itu para pengajar dapat menggunakan diskusi kelompok kecil dan presentasi
kelompok besar pada saat-saat tertentu selama kursus berlangsung.
Seluruh mahasiswa
pada saat pertemuan diberi penjelasan secara terperinci mengenai kursus
tersebut. Mereka diberi tahu bahwa mereka akn belajar menurut kecepatan
masing-masing selama kursus. Mungkin bagi beberapa siswa untuk menyelesaikan
kursus tersebut kurang dari satu semester, sedangkan lainnya lebih dari satu
semester. Tingkat dari kursus didasakan kepada jumlah unit yang telah mereka
peroleh. Terdapat suatu kombinasi tugas-tugas bacaan bebas di proyek
laboratorium. Juga diadakan pertemuan reguler dengan siswa ang telah
menyelesaikan kursusnya, kemudian diminta mendemonstrasikan ketrampilannya
dalam rangka membantu siswa- siswa yang sedang belajar, mengadakan kontak
dengan asisten laboratorium, berdiskusi dalam kelompok kecil yang juga
mengikuti kuliah khusus yang dipilih dan demonstrasi-demonstrasi.
Kursus-kursus untuk
satu semester dipecah menjadi 30 unit yang tersusun dari tugas-tugas rumah dan
latihan di laboratorium. Para siswa dituntut untuk lulus tes ketuntasan pada
setiap unit sebelum mereka melanjutkan ke unit berikutnya. Mereka yang tidak
lulus tes ini disarankan untuk mengambil remedial dari unit tersebut. Kuliah
khusus dan demonstrasi dilangsungkan apabila sejumlah mahasiswa telah lulus dari
suatu unit dan mempersiapkan diri ikut kuliah khusus atau demonstrasi tersebut.
Mereka tidakwajib mengikuti kegiatan ini, sifatnya hanya untuk memotivasi
siswa-siswa dan memungkinkan siswa untuk mengadakan explor asi-explorasi pada bidang-bidang yang diminatinya.
Tes materi
dilaksanakan sampai siswa telah merasa menguasai suatu unit tertentu. Umpan
balik segera diberikan dari hasil tersebut dan informasi ini digunakan untuk
mendiagnosa kesulitan-kesulitan belajar siswa. Yang paling penting adalah tes
yang diberikan pada setiap akhir unit dari 30 unit itu digunakan untuk
menentukan apakah siswa telah menguasai isi dari unit tersebut atau belum.
Keller menunjukkan
pula bahwa peranan guru pada programnya sangat beda dengan kelas-kelas
tradisonal. Ia mencirikan bahwa guru-guru konvensional sering bertindak sebagai
“pembuat atraksi di kelas (classroom entertainer), expositor, critic dan
debator”. Sebaliknya Keller menjelaskan bahwa guru-gurunya terutama bertindak
sebagai educational engeneers dan sebagai manager contingency bagi seluruh
siswanya dan tidak hanya sebagai fasilitator yang sukses bagi sejumlah kelas
siswa, seperti halnya dalam kelas tradisional.
Hasil-hasil yang
didapat keller dan kawan-kawannya yang menggunakan pendekatannya.
Dalam beberapa hal sesuai dengan prosedur-prosedur, siswa-siswa
diberikan ujian yang sama seperti yang dilakukan kepada sekelompok siswa pada
suatu kursussekolah tradisional. Tidak seperti pada kursus tradisional tadi
dimana skor siswa diperoleh dalam distribusi normal, prosedur Keller memberikan
hasil suatu perbandingan skor A dan B yang tinggi, yang lebih penting lagi
siswa-siswa Keller juga secara konsisten telah sukses mencapai tujuan-tujuan
pendidikan yang ditentukan.
Selain itu dia mengatakan bahwa siswa-siswanya sangat menyenangi
pengalaman-pengalaman pendidikannya dan telah merasakan bahwa mereka telah
mencapai pengertian lebih mendalam tentang isi/materi daripada yang dicirikan
oleh pengalaman-pengalaman pada kelas tradisional.
Keller menyatakan
bahwa siswa dapat bertindak lebih baik didalam kelasnya daripada yang
diperkirakan. Hal ini bisa terjadi apabila kita dengan cermat menetukan tujuan
pendidikan…….secara sistematis menggunakan tes-tes untuk memberikan umpan balik
bagi siswa sesuai dengan kemajuannya menuju tujuan kursus mereka. Keller
menyarankan bahwa kuncinya trletak pada penyajian contingency dan reinforcement
yang tepat/benar.
5. Kritik terhadap teori ini
Terdapat beberapa
komentar tentang modifikasi tingkah laku sebagai suatu pendekatan dalam
merancang pembelajaran dan penyusunan prinsip-prinsip pembelajaran, termasuk
tentang sumbangannya terhadap teori pembelejaran.salah satu komentarnya
menyatakan bahwa kelompok ini tidak memberikan suatu teori yang lengkap,
meskipun usaha yang nyata telah dilakukan pengujian empiris mengenai
prinsip-prinsip pembelajaran yang dikembangkannya.
Kritik lain dari
teori ini menyatakan bahwa teori hanya menekankan pada penguasaan belajar
factual, kurang mengembangkan tujuan kognitif yang komplek dan tujuan yang
bersifat efektif.
Kritik juga
ditujukan kepada peranan pendidik. Mereka menanyakan apakah orientasi demikian
sesuai dengan pandangan kontemporer bahwa siswa harus mempunyai peranan aktif
dalam menentukan tujuan pendidikan dan pengalaman belajarnya.
Kritik lain
mengatakan prinsip-prinsip reinforcement berkaitan dengan low of effectnya Thorndike yang sudah kuno sehingga ada beberapa prinsip yang
tidak berlaku lagi dilihat dari pemenuan-penemuan yang baru. Lagipula
penelitian laboratorium operant terhadap tikus, merpati, monyet, dan binatang
lain sehingga hanya sedikit prinsip yang berasal dari penelitian dengan
manusia.
B.
Teori Pembelajaran Pendekatan Psikologi Kognitif
Pendekatan psikologi kognitif dalam teori pembelajaran
dipelopori oleh Jerome Bruner (1915-) seorang ahli Psikologi Belajar dan
Psikologi Perkembangan. Bruner banyak melakukan penelitian psikologi terutama
,mengenai persepsi motivasi, belajar dan
berpikir. Bruner menganggap manusia sebagai pengolah informasi , pemikir dan
pencipta. Mahaguru di Universitas Harvard ini pernah mendirikan pusat
penelitian untuk mempelajari kognitif dan juga menjadi pimpinannya. Penelitian
ide-idenya dipengaruhi oleh Piaget terutama mengenai perkembangan kognitif
manusia. Ia juga memperluas kontribusi psikologi dengan mengintegrasikan
pengetahuan dari berbagai bidang seperti biologi, Antropologi, Sosiologi,
Linguistik, Filsafat dll. Sungguhpun demikian ia mengakui bahwa
pikiran-pikirannya berkat sumbangan dari banyak pemikir. Sumbangan itulah yang
juga menolong pola berpikirnya. Ia sangat menaruh perhatian kepada: Apakah yang
diperbuat manusia dengan informasi yang diterimanya dan bagaimana mereka
menggunakan informasi untuk mencapai pengertian umum atau pemahaman
kemampuannya.
1.
Beberapa Pandangan
Bruner banyak memberikan pandangan mengenai
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, hakekat pendidikan di
samping teori belajar dan teori pembelajaran. Penelitian Bruner pada
pertengahan dan akhir tahun 1950-an membuat ia berpikir bahwa individu bukan
seperti mesin (mekanistis) yakni mengasosiakan respon khusus dengan stimulus
khusus. Individu cenderung melakukan peran untuk mentransformasi belajarnya
kepada berbagai persoalan. Baginya individu bukan pasif dan bukan pula aktif
tapi menjadi fungsionalis. Dua hal yang menurunnya penting yakni (a)
pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses aktif (b) manusia aktif
membangun pengetahuannya melalui hubungan informasi yang diperoleh ke dalam
frame psikologisnya. Frame psikologis
adalah “representation system” atau internal model yang memberi arti dan
organisasi yang teratur dalam pengalaman individu. Karena itu setiap
individu harus dihargai sebagai
partisipan aktif dalam memperoleh pengetahuannya. Lalu memilih dan mengubah
informasi, menyusun hipotesis, melihat kemungkinan hipotesisnya konsisten atau
tidak.
Bruner
memandang motivasi sebagai kekuatan internal dalam proses belajar. Belajar
adalah tujuan langsung, proses mengalami, menemukan pengetahuan.
Pandangan
lain Bruner yang patut diketengahkan adalah dunia model. Ia mengkonstrusi dunia
luar dengan dalam bentuk struktur model. Melalui model memungkinkan seseorang
meramalkan dan meramalkan intrapolasi dan ekstrapolasi pengetahuan lebih
lanjut. Intrapolasi adalah mencari posisi melalui penerapan pengetahuan baru,
sedangkan ekstrapolasi mencari bentuk lain dari informasi yang diberikan.
Pengetahuan bukan semata-mata refleksi pesan dari luartapi juga sebuah ide
(konstruksi model) yang dapat menjelaskan gejala dan peristiwa dunia luar.
Menurut Bruner model adalah pengharapan (ekspektasi) yang keberadaannya
merupakan refleksi kecenderungan dari pengalaman-pengalaman yang telah
terorganisir. Bahasa, ceritera, teori, pesan, diagram dll. adalah contoh dari
dunia model yang dibawa ke dalam berbagai bentuk dan perbuatan manusia.
Bruner juga berpendapat bahwa ada tiga proses yang terlibat secara simultan dalam
proses belajar yakni (a) diperolehnya informasi baru (b) transformasi
pengetahuan (c) pengkajian pengetahuan. Informasi baru diperoleh melalui
penghalusan pengetahuan yang telah lebih dahulu ada atau dari hal-hal yang
bersifat itu yang bergerak kearah yang berbeda dengan informasi ang telah
dimilikinya. Transformasi pengetahuan dimaksudkan adalah manipulasi pengetahuan
terhadap tugas-tugas baruyang
menyebabkan seseorang melakukan
interpolasi dan ekstrapolasi pengetahuannya. Sedangkan pengkajian
pengetahuan adalah penilaian apakah cara manipulasi pengetahuan memadai atau
tidak dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Penilaian dan pengkajian pengetahuan
melibatkan semua pengetahuan yang telah dimilikinya. Pandangan Bruner terhadap
belajar tersebut disebut belajar kognitif yang dipandangnya sebagai alat
konsepsi (instrumental conception). Pertumbuhan kognitif atau dapat pula
disebut pendewasaan intelektual adalah bertambahnya respon-respon yang
terkarakterisasikan dari hakekat yang terkandung dalam stimulasi. Pertumbuhan
tersebut tergantung kepada kondisi internal dalam system penyimpanan informasi
atau frame psikologinya.
Berpikir
adalah mrnghubungkan suatu pemikiran ke dalam struktur yang memberi arti.
Mengingat bukan hanya mengutip kembali informasi yang telah dimiliknya tapi
juga bahkan yang terpenting adalah mengkonstruksi kembali imajinasi. Oleh
karena itu bekajar yang terbaik adalah berpikir, dan terpikir pada hakekatnya
adalah proses kognitif, konseptualisasi dan kategorisasi. Dengan
konseptualisasi dan kategorisasi manusia mempunyai kemampuan dalam membedakan,
memilih dan menentukan obyek, peristiwa, konsep, prinsip, generalisasi dll. ada
dua tipe dasar kategorisasi yakni identity dan ekivalen. Identity adalah
dibentuk dari jumlah variasi yang berbeda mengenai obyek yang ditempatkan dalam
suatu barel intelektual. Ekivalen adalah perbedaan jenis dari obyek dan formal.
Ekivalen efektif (seperti perasaan emosi) terjadi jika obyek nyata atau proses
di sekitarnya menimbulkan respon efektif yang sama pada setiap orang. Kategori
ekivalen fungsional timbul apabila obyek yang dilihat mempunyai fungsi yang
sama dan bertempat dalam kategori yang sama sekalipun isinya berbeda-beda.
Kategori ekivalen formal timbul apabila seseorang dengan sengaja menyebutkan
hakekat suatu obyek. Kategori formal sifatnnya abstrak, verbal / simbolik.
Bruner
juga memberikan pandangan mengenai sekolah dan pendidikan. Menurut pendapatnya,
sekolah mempunyai peranan penting sebagai instrument kebudayaan terutama dalam
memperkuat keterampilan intelektal. Oleh sebab itu tekanan utama
pendidikan hendaknya diarahkan kepada
keterampilan siswa dalam menangani persoalan melihat dan menangani obyek /
peristiwa / kejadian, lemampuan mengoperasionalkan symbol-simbol khusus dalam
hubungannya dengan teknologi. Dengan demikian siswa sebagai manusia hendaknya
memiliki kekuatan dan kemampuan dalam mengekspresikan kemampuannya. Ia
mengemukakan ada 5 tujuan pendidikan yakni; a. membawa siswa untuk menemukan
nilai dan kemampuan dalam menduga permasalahan, pendekatan terhadap masalah,
serta merealiasasikan aktifitas pemecahannya. B. mengembangkan kepercayaan diri
siswa akan kemampuan memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampuannya sendiri.
Untuk mengembangkan kepercayaan diri perlu mengembangkan pemahaman dan
transfonnasi pengetahuannya berdasarkan tanggung jawabnya. C. membantu siswa
agar memiliki dorongan diri untuk menggunakan kemampuannya dalam menghadapi
berbagai mata pelajaran. Siswa hendaknya diarahkan kepada bahan-bahan agar
dapat dikuasainya sehingga dapat mengidentifikasi persoalan dari bahan-bahan
terebut. Siswa dihadapkan pada masalah-masalah praktis untuk menemukan
persoalan, memecahkan sampai siswa dapat menemukan jawabannya dan mengenai
benar tidaknya jawaban tersebut. D. mengembangkan cara berpikir ekonomis
melalui pengembangan belajar yang mendorong mencari relevansi dan struktur dan
apa yang dipelajarinya. E. mengembangkan kejujuran intelektual yakni kesadaran
menggunakan peralatan dan bahan-bahan dari pengetahuan untuk menilai dan
menguji suatu masalah, gagasan dan dugaan-dugaannya. Ia juga harus jujur dalam
menghargai berbagai ilmu pengetahuan yang diperolehnya.
Pendidikan
harus memberikan sumbangan terhadap kemampuan dan kesadaran siswa untuk
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat serta mengajarkan nilai-nilai yang
dianutnya. Pada akhirnya Bruner menyimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan
adalah melatih siswa dalam menggunakan pikirannya, kekuatannya, kejujurannya,
teknik-teknik yang dimilikinya dengan keperrcayaan diri. Untuk itu tugas guru
adalah mengembangkan bagaimana model kerja bagaimana siswa berinteraksi dan
dengan siapa interaksi tersebut dilakukannya. Dalam interaksinya ia harus
memiliki sikap yang positif terhadap mata pelajaran dan terhadap belajar itu
sendiri.
2.
Teori Pembelajaran
Bruner berpendapat bahwa pembelajaran dapat dianggap
sebagai a) hakikat seseorang sebagai pengenal b) hakikat dari pengetahuan dan c) hakikat dari
proses mendapatkan pengetahuan. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia
diantara makhluk-makhluk yang lain memiliki dua kekuatan yakni akal pikirannya
dan kemampuan berbahasa. Dengan dua kemampuan tersebut maka manusia dapat
mengembangkan kemampuan yang ada padanya. Dorongan dan hasrat ingin mengenal
dan mengetahui dunia dan lingkungan alamnya menyebabkan manusia mempunyai
kebudayaan dalam bentuk konsepsi, gagasan, pengetahuan maupun karya-karyanya.
Kemampuan yang ada dalam dirinya mendorongnya untuk mengekspresikan apa yang telah
dimilikinya.
Kondisi
dan karakteristik tersebut hendaknya melandasi atau dijadikan dasar dalam
mengembangkan proses pembelajaran. Dengan demikian guru harus memandang siswa
sebagai individu yang aktif da memiliki hasrat untuk mengetahui lingkungan dan
dunianya bukan hanya semata-mata makhluk pasif menerima apa adanya. Pengetahuan
pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang diketahui manusia mengenai dunia
luar atau alam semesta. Oleh karenanya pengetahuan sifatnya netral dan
obyektif. Pengetahuan sebagaimana yang dipelajari di sekolah harus diletakkan
dalam konstruksi kehidupan manusia, dapat dipelajari siswa dalam berbagai
aktivitas perbuatannya. Oleh karenanya pembelajaran harus memungkinkan siswa
belajar keterampilan memperoleh pengetahuan memecahkan masalah dengan
memberinya tantangan untuk mengembangkan keterampilan tersebut.
Selanjutnya
Bruner berpendapat bahwa teori pembelajaran harus mencakup lima aspek utama
yakni a) pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar b) struktur
pengetahuan untuk membentuk pengetahuan
yang optimal c) spesifikasi mengurutkan penyajian bahan pelajaran
untukdipelajari siswa d) peranan sukses dan gagal dan hakikat ganjaran dan
hukuman e) prosedur untuk merangsang berpikir siswa dalam lingkungan sekolah.
Pengalaman optimal untuk mempengaruhi siswa belajar
Bruner melihat bahwa ada semacam kebutuhan untuk
mengubah praktek mengajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan untuk
membentuk pola-pola pemikiran siswa.
bruner menyarankan pentingnya
mengubah peranan, perhatian dan tujuan belajar siswa, mengubah keterampilan
siswa kepada pengelolaan kemajuan intelektualnya. Belajar pemecahan masalah
menuntut eksplorasi sejumlah alternative. Pembelajaran hendaknya mengembangkan
fungsi tersebut dan guru hendaknya berupaya membelajarkan siswa kea rah itu.
Sebagai individu yang belajar siswa juga hendaknya bekajar bagaimana ia
belajar. Suatu situasi harus dapat dikuasainya, ia `ia harus mengubah cara
dalam melakukan pendekatan terhadap situasi baru untuk melihat suatu informasi.
Keefektifan belajar tidak hanya mempelajari bahan-bahan pembelajaran tetapi
juga itu diskusi, problem solving, seminar akan memperkaya pengalaman siswa dan
mempengaruhi cara belajar.
Menstruktur pengetahuan untuk pemahaman yang
optimal
Tujuan
akhir dan pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah pemahaman terhadap
struktur pengetahuan. Mengerti struktur pengetahuan adalah memahami
aspek-aspeknya dalam berbagai hal dengan penuh pengertian. Tugas guru adalah
memberi siswa pengertian entang struktur pengetahuan dengan berbagai cara
sehingga mereka dapat membedakan informasi yang berarti dan yang tidak berarti.
Tugas guru dan penyusun kurikulum adalah menterjemahkan siswa sesuai dengan
kemampuan intelektualnya.
Mengurutkan penyajian bahan pembelajaran untuk dipelajari
siswa
Tugas penting dari guru adalah mengubah pengetahuan
menjadi bentuk yang dapat menumbuhkan kemam[uan berpikir siswa. bahan
pembelajaran hendaknya berhubungan, berurutan dan sesuai dengan kemampuan
siswa. banyak gagasan, konsep, proporsi, prinsip dan persoalan dari pengetahuan
yang dapat disajikan kepada siswa secara sederhana sehingga dapat dipahami,
dikenal dan dikuasainya. Mengurutkan bahan pembelajaran agar dapat dipelajari
siswa hendaknya mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
a.
Kecepatan belajar
b.
Daya talian untuk mengingat
c.
Transfer bahwa yang telah
dipelajari kepada situasi baru
d.
Bentuk penyajian mengekspresikan bahan-bahan yang telah
dipelajari
e.
Apa yang telah dipelajarinya
mempunyai nilai ekonomis
f.
Apa yang telah dipelajari
memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan baru dan menyusun hipotesis.
Cara yang dianjurkan Bruner dalam menyusun atau mengurutkan
penyajian bahan menggunakan spiral kurikulum, kurikulum dimulai dari apa yang
telah dimiliki dan atau dipelajari kemudian dikembangkan dengan bahan yang
lebih kompleks. Bahan mengandung dan disajikan dalam bentuk permasalahan,
nilai-nilai yang berkenaan dan diperlukan bagi masyarakat.
Sukses, gagal dan ganjaran, hukuman
Peranan penguatan (reinforcement) dalam proses pembelajaran cukup
penting terutama sebagai faktor eksternal. Penguatan sebaiknya dimulai untuk
perbuatab yang ditujukan untuk pengulangan. Hadiah ganjaran adalah contoh
penguatan yang dapat digunakan untuk
pengulangan perbuatan. Sedangkan hukuman digunakan untuk mencegah pengulangan
respon siswa yang tidak dikehendaki. Peranan penguatan (positif dan negative)
dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dua macam motivasi yakni motivasi
intrinsik (dorongan dari dalam/ internal) dan motivasi ekstrinsik (dorongan dari
luar). Diantara motivasi tersebut, motivasi intrinsik jauh lebih baik daripada
motivasi ekstrinsik. Beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi internal antara
lain:
a.
Memberi keputusan yang
menantang kemampuan intelektualnya
b.
Memberikan latihan yang
menantang kemamouan intelektualnya
c.
Mengembangkan minat siswa.\
d.
Rasa senang dalam proses
mendapatkan pengetahuan
e.
Kemampuan untuk mencapai suatu
keberhasilan
f.
Perkembangan yang timbul dalam
hubungannya dengan kebutuhan mencapai tujuannya,
Ada dua jenis alternative yang mungkin dicapai siswa manakala
dihadapkan dengan tugas-tugas belajar yakni sukses dan gagal. Sedangkan dua
alternatif yang digunakan untuk mendorong kegiatan belajar adalah ganjaran dan
hukuman. Ganjaran penggunaannya dikaitkan dengan keberhasilan (sukses) hukuman
dikaitkan dengan kegagalan.
Prosedur mendorong berpikir
Pengetahuan yang diperoleh seseorang antara lain dapat dilihat dalam
berbagai bentuk misalnya: persepsinya terhadap peristiwa/ kejadian,
konsep-konsep yang diperolehnya, kesanggupan menyelesaikan masalah, menemukan
suatu teori, menguasai keterampilan, dll. proses mendapatkan pengetahuan
tersebut dapat ditempuh melalui langkah yakni a) menarik kesimpulan dari data
yang dapat dipercaya ke dalam suatu hipotesis. Hal ini dapat dilakukan dengan
menghubungkan informasi ke dalam struktur kognitifnya berdasarkan pengalaman
yang telah dimiliknya. b) menguji hipotesis dengan data lebih lanjut untuk
kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan, prinsip-prinsip ataupun konsep-konsep
yang telah teruji kebenarannya berdasarkan data empiris. Pembelajaran hendaknya
diarahkan kepada proses tersebut sehingga siswa diajak dan diarahkan kepada
pemecahan masalah. Ini berarti belajar pemecahan masalah harus dikembangkan di
sekolah agar para siswa memiliki keterampilan bagaimana mereka belajar
sebenarnya. Melalui metode pemecahan masalah akan merangsang berpikir siswa
dalam pengertian luas mencakup proses mencari informasi, menggunakan informasi,
memanfaatkan informasi untuk pemecahan lebih lanjut. Ada dua kategori pemecahan
masalah atau problem solving yaitu instrinsik problem solving dan ekstrinsik
problem solving. Instrinsik problem solving prosesnya dating dan timbul atas
inisiatif siswa itu sendiri, sedangkan ekstrinsik problem solving itu inisiatif
siswa untuk memecahkan masalah masalah atas tuntutan dan keinginan guru. Sudah
barang tentu intrinsik problem solving harus dikembangkan dan dibudayakan dalam
pendidikan dan pembelajan di sekolah, dengan terlebih dahulu memulainya dari
ekstrinsik problem solving.
Berdasarkan
pemikiran tersebut maka pembelajaran hendaknya mengembangkan proses berpikir
pemecahan masalah (problem solving) baik dalam proses mendapatkan informasi
maupun dalam memanfaatkan informasi yang diperolehnya bagi discovery learning,
inquiry training dan problem solving.
Melalui
metode-metode tersebut pengetahuan ditemukan sendiri oleh yang belajar. Untuk
itu maka materi yang dipelajari siswa harus diatur sedemikian rupa sehingga
siswa dapat menemukan hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya. Penemuan
bukan merupakan peristiwa kebetulan tetapi terjadi melalui upaya siswa mencari
hubungan-hubungan dalam informasi yang dipelajarinya semakin luas informasi
yang dimiliki semakin mudah menemukan hubungan-hubungan tersebut. Penemuan juga
dapat menyebabkan perubahan dari ketergantungan pada penguatan dari luar
(reward) kepada rasa puas akibat keberhasilan. Dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran bertujuan untuk mencapai perkembangan kognitif melalui suatu
proses penyaringan informasi. Proses tersebut sangat ditentukan oleh bagaimana
cara siswa belajar.
C.
Teori Pembelajaran Pendekatan Analisis Tugas
Pendekatan analisis tugas dalam menyususn kaidah-kaidah pembelajaran pada
dasarnya adalah melakukan kajian terhadap jenis atau tipe-tipe belajar dan
tugas-tugas yang dipersyaratkannya. Melalui analisis tugas dapat diperoleh
petunjuk-petunjuk mengenai apa yang harus dipelajari siswa dan bagaimana siswa
hrus mempelajarinya. Dengan demikian guru dapat menentukan apa yang harus
diajarkan dan bagaimana ia mengajarkannya. Tipe-tipe belajar juga diatur
menurut gerak maju atau tingkatan-tingkatan (hierarkhis) sehingga memudahkan
megatur kondisi pembelajaran.
1.
Timbulnya analisis tugas.
Pendekatan analisis
tugas dalam mengembangkan teori pembelajaran bersumber dari bidang kemiliteran
dan latihan-latihan industri dan tahun 1950-an. Dengan demikian, latihan
pendekatan ini tidak bisa dipisahkan dari sumbangan psikologi kemiliteran, dan
masalah-masalah latihan (training). Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan
dalam prakterk pendidikan. Prinsip tersebut terutama latihan-latihan yang
diberikan kepada para prajurit agar menjadi prajurit yang tangguh, berdispilin
dan bertanggung jawab dalam melakasanakan dan menerima tugas-tugasnya. Hal yang
sama dari latihan para pegawai dalam bidang industri mulai dari seleksi,
latihan dan pembinaan lebih lanjut. istilah latihan awal mulanya digunakan
dalam bidang kemiliteran dan industri. Lavisky berpendapat bahwa latihan lebih
menekankan kepada mencocokan seseorang untuk datuan pekerjaan khusus dalam sistem
yang khusus pula. Sedangkana pendidikan mempunyai makna yang lebih luas, lebih
global dalam usahanya memepersiapkan seseorang agar menjadi manusia mandiri dan
produktif. Pendidikan lebih menekankan kepada pertumuhan dan perkembangan
individu sebagai pribadi. Dengan demikian prinsip-prinsip dalam latihan dapat
digunakan untuk keperluan praktek pendidikan.
Gagne mengusulkan
bahwa perlunya melakukan analisis yang seksama mengenai tiap situasi latihand
an pendidikan untuk menetukan tugas-tugas macam apa yang harus dilibatkan, baik
dalam tuuan akhir maupun tujuan tambahan. Gagne juga mengusulkan bahwa
pengetahuan psikologi dapat diguankan para pelatihdan pendidik dalam berbagai
tipe belajar yang diatur dalam satu klasifikasi atau taksonomi analisis tugas,
perpindahan tugas, pencapaian tugas, dan pengaturannya. Glaser memberikan
kritik terhadap penggunaan prinsip-prinsip psikologi laboratoris diterapkan
langsung pada prakterk pendidikan. Menurut pendapatnya ada kebutuhan beberapa
jenis proses perkembangan yang dapat menjjembatani antara prinsip-prinsip
belajar tersebut dengan prakterk pendidikan dan latihan. Proses yang dimaksud
adalah tujuan pendidikan dan latihan serta pengenalan sifat-sifat berbagai
tugas sehingga prosedur latihan dna pendidikan lebih cocok dan memadai. Para
pendukung analisis tugas dan klasifikasi atau taksonomi tugas mengakui adanya
aspek-aspek lain mengenai proses pendidikan yang harus
dipertimbangkan. Aspek terebut adalah prosedur pembelajaran yang dapat
dihubungkan dengan perencanaan pengajaran yang bersifat umum. Glaser
mengemukakan garis besar perencanaan kedalam empat bagian, yakni:
a)
Perlu dirumuskan
masalah-masalah khusus dan berbagai macam kegiatan yang mungkin dilakukan.
Kegiatan ini idealnya dan dklasifikasikan dalam beberapa taksonomi.
b)
Perlupengenalan sifat-sifat dan
karakteristik siswa yang berhubungan dengan pengalaman belajarnya, kecakapan
yang menjadi prasaratnya (pengetahuan prasaratnya), kendala penampilannya,
penampilan lain yang tepat untuk tugas-tugas belajar yang akan dihadapinya.
c)
Perlu mempersiapkan rencana
yang seksama sehingga memungkinkan adanya kegiatan status dan kemajuan belajar
yang dicapainya. Rencana mencakup materi dan prosedur pembelajaran, motivasi,
perbedaan individual, pendekatan siswa kepada situasi belajar, kemampuan siswa,
kelelahan, dll.
d)
Perlu disiapkan perangkat untuk
memantau dan menilai kemajuan belajar siswa.
Dengan kata lain dalam perencanaan pembelajaran ditempuh
empat langkah, yakni: (a) menganalisis masalah, (b) mendiagnosis tingkah laku
sebelum memulai pembelajaran, (c) melaksanakan pembelajaran dan, (d) menilai
kemajuan dan hasil belajar.
2.
Pandangan Gagne Tentang Belajar dan Mengajar
Robert M. Gagne (1916) adalah seorang
ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan pilihan
tingkah laku terhadap psikologi belajar. Persyaratan belajarnya sering
dipergunakan oleh ahli-ahli metodologi dan kurikulum. Karena itu psikologi
Gagne sering dipergunakan untuk mendukung teknologi pembelajaran keterampilan
yang dihubungkan dengan perubahan tingkah laku dan kemampuan pendidikan dasar.
Bagi Gagne tujuan psikologi adalah untuk menyelidiki kondisi di mana belajar
itu terjadi dan melukiskan-melukiskan dalam syarat-syarat yang objektif. Jadi
persyaratan belajarnya adalahbermacam-macam perlengkapan dari keadaan yang
dapat diamati disekitarnya dan diperoleh apabilaterjadi belajar.
Gagne membedakan teori belajar
(learning theory) dengan teori-teori belajar (learning theories). Mengingat
teori-teori belajar terdiri dari integrasi berbagai pandangan yang bertentangan
sehubungan dengan sifat alamiah manusia dan proses belajar mereka, maka teori
belajarnya terdiri dari fakta orientasi tingkah laku dan prinsip belajar yang
telah dihasilkan melalui penelitian empirisdan dihubungkan satu dengan yang
lainnya dengan menggunakan “conceptual model”. Conceptual model dari Gagne
adalah “information processing” yang bermakna bahwa; proses belajar manusia
dapat disamakan dengan operasi sebuah computer.
Pilihan teorinya dipusatkan pada
tingkah laku meskipun didefinisikan secara longgar dan hanya sedikit tambahan
yang diperoleh dari psikologi Gestal tentang teori-teori belajar. Dalam
perkembangan posisi psikologinya ia mengambilsumbangan darikelompok psikologi
tingkah laku dan hanya sedikit menggunakan daripsikologi lainnya.
Gagne menyadari bahwa ada beberapa
masalah psikologiyang sangat penting bagi pendidikan yang tidak dapat
dipecahkan dengan mempergunakan persyaratan belajarnya. Ia menyatakan banyak
aspek interaksi pribadi antara guru dengan siswanya terbatas kepada penguasaan
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang merupakan cirri khas dari sisi
kurikulum, sedangkan aspek motivasi, pendirian, sikap dan nilai terabaikan.
Oleh karena itu, dalam pengertian luas, motivasi, sikap nilai dan lain-lain
harus dipertimbangkan untuk dipelajari.
Aspek yang paling penting dari
seorang siswa menurut Gagne adalah perasaannya, pusat susunan syarafnya dan
urat-uratnya. Baginya, kelenjar, motif, tujuan, maksud dan harapan dari siswa
dan pengertiannya sehubungan dengan hal-hal tersebut mempunyai nilai yang
bermakna untuk selanjutnya. Suatu kemampuan belajar yang dapat ditransfer harus
disimpan dalam susunan syaraf. Karenanya semua kemampuan yang dimiliki oleh
siswa harus menjadi syarat bagi dirinya. Gagne berpendapat bahwa factor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan sangat ditentukan oleh keturunan sedangkan
factor-faktor yang mempengaruhi belajar ditentukan oleh kejadian pada
lingkungan individu.
Gagne member definisi insight (bagian
dalam) sangat sempit, sehingga menolak nilai konsep itu. Baginya suatu insight
tidak dapat diperoleh secara mendadak. Ia juga mencatat bahwa tidak semua
belajar dapat diperoleh secara penuh dan mendalam (insightfully).
Karena penilaiannya yang kurang
terhadap konsep insight, Gagne mengurangi penggunaan nilai kata-kata seperti
tahu (know), mengerti (understand) dan menghargai (appreciate) dalam pernyataan
tujuan pendidikan. Sebagai gantinya ia mempromosikan penggunaan kata-kata kerja
yang menyatakan gerak secara jelas seperti menyatakan, memperoleh (derive) dan
memperkenalkan (identify). Ia menggolongkan penggunaan kata-kata kerja kelompok
pertama bermakna ganda.
Belajar menurut Gagne
“Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku manusia
atau kemampuan yang dapat dipelihara yang bukan berasal dari proses pertumbuhan.
Hal itu ditunjukan dalam suatu perubahab tingkah laku yang dapat diamati yang
terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu yang dapat diamati pula. Belajar
disebut suatu proses karena secara formal dapat dibandingkan dengan proses
organic lainnya seperti pencernaan dan pernafasan. Orang idak belajar dalam
artiumum tetapi selalu dalam arti perubahan tingkah laku khusus yang dapat
diamati. Perubahan telah terjadi, apabila membandingkan tingkah lakuindividu
sebelum ia tempatkan dalam situasi belajar dengan tingkah laku yang dapat
diperlihatkan olehnya sesudah belajar. Belajar dapat juga dipandang sebagai
suatu perubahan watak yang biasa disebut “sikap”, “minat” atau “nilai”. Watak
yang dipergunakan di sini artinya kecenderungan seseorang terhadap tingkah laku
dalam cara dan situasi tertentu.
Inti dari belajar bagi Gagne adalah perkembangan
kemampuan untuk perubahan sikapnya. Gagne menyamakan perubahan sikap itu
sendiri dengan belajar.
Buku utamanya “The Conditions of Learning” menguraikan
delapan tingkatan belajar yang dapat dibedakan sesuai dengan persyaratan
belajar yang dihubungkan satu dengan lainnya.
Ia membedakan persyaratan luar dengan persyaratan dalam
tentang belajar. Persyaratan itu meliputi pernyataan-pernyataan seperti
perhatian, motivasi, dan ingatan dari kemampuan yang dipelajari sebelumnya yang
relevan dengan peristiwa belajar saat itu. Oleh karena itu, untuk mengenal
tingkatan dan keanekaragaman belajar yang terjadi, pertama-tama harus melihat
pada kemampuan yang ada di dalam siswa kemudian barukepada situasi perangsang
yang berada di luar siswa.
Ide Gagne yang sangat penting ialah pengetahuan dari
kemampuan baru membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari kemampuan yang lebih
rendah yang terlibat dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh; seseorang
yang pada tingkat kemampuan yang lebih tinggi, membutuhkan pengetahuan
sebelumnya dari kemampuan yang lebih sederhana. Jadi, suatu pengetahuan yang
dicari seseorang dapat dianalisis kemampuannya dari pengetahuan yang lebih
rendah. Gagne menamakan gerak maju dari belajar itu dengan istilah “tingkatan
belajar (learning hierarchy).
Bagi Gagne mengemukakan lima kategori besar kemampuan
manusia berkenaan dengan hasil belajar, yaitu:
1)
Informasi verbal (verbal
information)
2)
Keterampilan intelektual
(intellectual skills)
3)
Strategi kognitif (cognitive
strategies)
4)
Sikap (attitudes)
5)
Keterampilan motorik (motor
skills)
Informasi verbal terdiri dari pernyataan seorang siswa
mengenai informasi yang diinginkan. Keterampilan intelektual berkenaan dengan
bagaimana pengetahuan siswa dapat ditampilkan dalam suatu tindakan tertentu
dengan persyaratan yang dimilikinya.
Gagne menekankan bahwa ketrampilan intelektual bukan
kesatuan dari pengetahuan lisan. Gagne tidak mengesampingkan pengetahuan lisan
seluruhnya, namun tidak merupakan yang paling penting untuk dipelajari
dibandingkan dengan keterampilan intelektual.
Strategi kognitif adalah semacam keterampilan
intelektual khusus yang berkenaan dengan tingkah laku seorang tanpa
menghiraukan apa yang telah dipelajarinya. Lebih khusus lagi adalah kemampuan
yang diorganisir dari dalam sehingga seorang memperoleh proses yang menuntunnya
terhadap kesediaan belajar, mengingat dan berfikir. Sikap adalah pernyataan
internal dari organisme yang mempengaruhi tindakannya menuju tingkat tertentu
dalam hal objek orang atau kejadian. Keterampilan motorik digunakan seseorang
dalam aktivitas motorik seperti mengemudi mobil, memainkan alat music,
magnetic, menari, dll.
Delapan syarat
belajar
Gagne berpendapat; Pembelajaran adalah upaya guru
meyakinkan siswa bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan prasyarat untuk
tugas-tugas belajarnya, menstimulir penggunaan kemampuan siswa sehingga siap
menyelesaikan dan mengatur persyaratan belajar. Dengan demikian pembelajaran
adalah factor eksternal bagi siswa. Pada situasi belajar, tingkatan belajar
yang tepat terdiri dari hal-hal yang berhubungan dengan persyaratan
keterampilan intelektual dan melibatkan penggunaan persyaratan belajar. Ada
delapan syarat belajar atau tipe belajar dari Gagne:
1)
Signal learning (belajar tanda,
isyarat)
2)
Stimulus response learning
(belajar merangsang jawaban)
3)
Chaining (mengikat, merantai)
4)
Verbal association (perkumpulan
lisan)
5)
Discrimination learning
(belajar diskriminasi)
6)
Concept learning (belajar
konsep)
7)
Rule learning (belajar peraturan)
8)
Problem solving (memecahkan
masalah)
Secara tidak langsung Gagne menyatakan ada delapan macam
perubahan yang cocok dalam susunan syaraf yang perlu dikenal dan
dipertanggungjawabkan.
“Signal learning” adalah respon persyaratan klasik dari Pavlov dan Watson. Ini adalah
subtitusi stimulus yang dari sifat tersebut organism belajar membuat respon
yang sama terhadap stimulus (signal).
“Stimulus response
learning” adalah instrumental conditioning dari
Thorndike. Ini adalah proses modifikasi respon terhadap stimulus. Jadi, belajar
sesungguhnya berkenaan dengan perbedaandari stimulasi yang benar dengan yang
tidak benar, dari stimulus yang menghasilkan hadiah penguatan dan stimulus yang
tidak. Definisi Gagne tentang “instrumental learning” berbeda dengan apa yang diutarakan
operant conditioning dari Skinner, yang tidak ada S-R, melainkan R-S penguatan
respon. Bagi Gagne diskriminasi organisme dari stimuli lebih penting daripada
respon yang dikuatkan. Learning dapat merupakan salah satu dari “motor skills” atau “verbal association”. Melalui “chaining” berarti kesatuan hubungan
S’s-R’r dalam suatu rangkaian. “Verbal
association” adalah belajar dari rangkaian lisan, merupakan syarat bagi “learning motor chains”. Gagne menegaskan
bahwa mata rantai tidak dapat dipelajari, kecuali kalau individu itu mampu
melaksanakan sendiri. Ia juga mencatat bahwa pengulangan dari suatu rangkaian
cenderung mempermudah bagian-bagian yang sulit.
“Discrimination
learning” adalah proses di mana individu yang terlibat dalam belajar
melakukan sejumlah respon yang bemacam-macam terhadap berbagai stimuli pada
suatu tingkatan tertentu, yang menyerupai salah satu penampilan fisik. Dengan
lain perkataan hubungan atau mata rantai belajar menjadi bertambah macamnya,
sehingga stimuli individu dan responnya menjadi lebih mudah dibedakan satu
dengan lainnya. Individu menjadi mampu melakukan berbagai respon untuk
menstimulir sesuatu yang serupa tapi tak sama.
Gagne mengamati bahwa sebagian besar pelajaran di
sekolah dipelajari dengan menggunakan konsep
dan peraturan dan dengan pemecahan masalah. Belajar konsep adalah
membuat respon biasa terhadap jenis rangsangan yang dapat membedakan satu
dengan lainnya. Belajar konsep bergantung kepada belajar membeda-bedakan
(discrimination learning).
Belajar peraturan adalah bentuk dari mata rantai dari
dua konsep atau lebih, berupa tingkah laku yang terjadi dalam respon. Suatu
peraturan seharusnya dalah pernyataan internal dari individu yang mengontrol
tingkah lakunya. Oleh karena itu, peraturan adalah konsep yang paling tinggi.
Syarat-syarat untuk belajar dan mengajar peraturan,
melibatkan suatu situasi yang terdiri dari lima langkah berikut ini:
1)
Pengajar memberitahukan tentang
bentuk sikap yang diharapkan apabila belajar telah selesai.
2)
Menanyai siswa dengan cara
menumbuhkan kembali konsep yang telah dipelajari sebelumnya yang membentuk
peraturan.
3)
Menggunakan pernyataan verbal
yang akan menuntun siswa meletakan peraturan itu sebagai rantai konsep pada
peraturan yang benar.
4)
Dengan menggunakan suatu
pernyataan, siswa diminta untuk medemonstrasikan satu atau dua hal yang konkrit
dari peraturan itu.
5)
Dengan pernyataan yang cocok
dengan yang telah dipelajari siswa diminta membuat pernyataan lisan dari
peraturan tersebut.
Bermacam informasi lisan seperti fakta, dalil, memainkan
peranan penting dalam belajar pengetahuan yang baru.
Mereka berpendapat; mengajar untuk tingkah laku di atas,
mengajar untuk ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menyatakan secara
tidak langsung bahwa ilmu pengetahuan terdiri dari ungkapan kata-kata belaka.
Pemecahan masalah dari Gagne adalah perluasan pokok belajar peraturan yang merupakan
bagian terpenting dari proses belajar siswa. Misalnya belajar dengan
menggunakan metode penemuan. Pemecahan masalah terjadi apabila pelajaran yang
disediakan guru tidak dinyalakan dengan latihantetapi seperti yang ia lakukan
dalam pemecahan masalah pada diri sendiri. Dalam proses belajar ini guru menggabungkan dua atau lebih peraturan
yang diperoleh sebelumnya untuk menghasilkan suatu kemampuan baru dalam bentuk
peraturan yang lebih tinggi.
Dengan menggunakan proses kombinasi
peraturan lama ke dealam peraturan yang baru akan dapat memecahkan masalah yang
baru baginya, sehingga memperoleh simpanan kemampuan baru.
Delapan fase kegiatan belajar.
Fase-fase dari kegiatan belajar adalahmat arantai kejadian external
dan internal yang membentuk kegaitan belajar sendiri.
Terdaftar dalam
urutan kejadian sebagai berikut :
1.
Motivation
2.
Apprehending
3.
Acquisition
4.
Retention
5.
Racall
6.
Generalization
7.
Performance
8.
Feedback.
Masing-masing fase mempunyai urutan-urutan proses baik
proses internal maupun eksternal kejadian yang mempengaruhinya.
Motivasi untuk
belajar adalah motivasi insentif. Motivasi tersebut menggambarkan kecenderungan
asli manusia untuk menggerakan, mendominasi dan menguasai lingkungan
sekelilingnya. Apabila motivasi tidak ada masih dapat ditimbulkan dengan cara
membangkitkan harapan dalam diri seseorang. Harapan adalah antisipasi dari
penghargaan yang akan diperoleh seseorang apabila orang tersebut memperoleh
suatu tujuan tertentu yang akan terjadi apabila ia telah menyelesaikan kegaitan
belajarnya.
Gagne menganggap “perolehan itu harus benar-benar
didahului oleh fase memahami”. Fase memahami dari belajar terdiri dari hal yang
menghadirkan dan merasakan stimulus. Kejadian menghadirkan dapat dianggap
sebagai tuntutan kepada merasakan stimulus kegiatan, merasakan secara tidak
langsung bahwa individu membedakan stimulus yang satu dengan lainnya atau
bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Fase perolehan belajar meliputi kejadian yang pokok dari
belajar. Kejadian ini terdiri dari satu pengetahuan sandi untuk masuk ke dalam
terdapat penyimpannya di dalam pusat saraf. Sandi dapat disempurnakan baik
dalam ingatan jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan sandi siswa akan mudah
memahami dan menggunakan stimulus. Fase ingatan dari belajar terdiri dari
memory yang tersimpan dalam susunan syaraf setelah memori itu disandikan.
Proses bekerjanya fase mengingat adalah mendapatkan kembali. Apabila seseorang
individu diminta memperlihatkan atau melaksanakan belajarnya, ia harus
mendapatkan kembali apa yang telah diperoleh dan disimpan sebelumnya.
Fase generalisasi sering dihubungkan dengan “transfer of
learning”. Hal ini terjadi apabila sesuatu yang telah dipelajari digunakan
dalam berbagai situasi dalam konteks yang berbeda. Generalisasi terdiri dari
dua bentuk transfer yakni transfer vertikal dan horizontal. Syarat untuk
transfer vertikal adalah penguasaan atas kemampuan yang rendah, untuk mencapai
kemampuan yang tinggi. Transfer frontal adalah penguasaan kemmapuan untuk
situasi yang berbeda dalam tingkat yang sama.
Performance adalah tingkah laku yang dapat diamati.
Belajar terjadi apabila stimulus mempengaruhi individu sedemikian rupa sehingga
performanya berubah dari situasi sebelum belajar kepada situasi sesudah
belajar.
Feedback, fase terakhir dari belajar terjadi melalui
penguasan proses. Gagne menyatakan bahwa untuk menyelesaikan suatu kegiatan
belajar membutuhkan balikan baik secara otomatis maupun yang direncanakan.
Balikan adalah otomatis, apabila diberikan oelh performance itu sendiri.
Peranan dari pengajar adalah menyediakan penguat yang direncanakan dalam bentuk
informasi balikan. Sebagai contoh dengan menjawab “ya” , “benar”. Kiranya
proses dari penguat beroperasi dalam diri
manusia bukan karena suatu “upah” yang sebenarnya disediakan tetapi karena
antisipasi dari upah yang disesuaikan.
Pandangan Gagne mengenai
mengajar.
Menurut pandangan Gagne, pengajar/guru adalah perancang,
pemimpin dan penilai kegiatan belajar siswa.
Gagne berpendapat bahwa prosedur mengajar harus
direncanakan secara sistematis berdasarkan prinsip dasar yang diperoleh melalui
penelitian. Bagianya hasil belajar dari program mengajar meliputi keterampilan
intelektual, informasi, sikap keterampilan motorik dan strategi kognitif.
Setiap kemajuan belajar sisw a harus dievaluasi untuk meyakinkan bahwa tujuan
yang diharapkan telah tercapai atau belum.
Konsep Gagne tentnang tingaktan belajar menguraikan
internal dati belajar. Tingkatan ini dalam bentuk kemampuan-kemampuan yang
harus dipelajari dan kemampuan lain yang meruapkan persyaratannya. Setiap
tingkatan terdiri dari satu kumpulan keterampiklan intelektual dalam susunan
yang berkaitan satu sama lain. Proses internal dapat dipengaruhi oleh kejadian
external dalam bentuk stimulus lingkungan. Dengan demikian mengajar terdiri
dari rencana pengajar dan pengawasan
terhadap kejadian eksternal. Sebagai pimpinan dari pengawasan, adalah
pekerja pengajar untuk merencanakan, memilih dan mengawasi kejadian eksternal
dengan tujuan mengaktifkan program belajar siswa. Mengajar adalah mengatur
kondisi yang semestinya dari belajar eksternal kepada murid. Syarat eksternal
yang baik meliputi komunikasi pengajar dengan siswa untuk memberitahukan
kepadanya apa yang harus dicapai, mengingat apa yang telah diketahui,
mengarahkan perhatian pada kegiatan siswa serta menuntun jalan pikiran siswa
sepanjang garis-garis yang telah ditentukan.
Empat komponen yang sangat umum dari pembelajaran yang
harus dilakukan pengajar adalah :
1.
Stimulasi mengingat dari
kemampuan belajar sebelumnya.
2.
Penyajian langusng dari
rangsangan yang tepat.
3.
Kegiatan dari mental yang
diinginkan.
4.
Ketentuan dan balikan.
Stimulus mengingat kemampuan yang dipelajari sebelumnya.
Gagne menyatakan bahwa seorang pengajar dalam menghadapi
siswanya harus yakin bahwa keterampilan yang lebih rendah yang dikuasai sebelum
menagjar dapat dihubungkan dengan keterampilan yang lebih tinggi. Untuk itu
pertama-tama mencari apa yang telah diketahui siswa kemudian mulai mengajar
butir-butir tersebut, individu awal mulanya belajar hal-hal yang sederhana
kemudian menuju kepada hal yang lebih sulit. Sering seorang pengajar merangsang
siswa untuk mengingat dan mendapatkan kembali apa yang dipelajari sebelumnya
dengan memberikan kepada siswa inagtan-ingatan yang sederhana.
Menyajikan stimulus yang tepat.
Stimulus disekelilingnya yang menjadi sifatnya harus
dilibatkan dan disajikan secara langsung kepada siswa dalam belajarya. Stimuli
yang tepat juga harus digunakan untuk mengaktifkan berbagai fse proses belajar.
Sedangkan untuk stimuli yang mempunyai aspek yang diinginkan, harus disertai
dengan kesiapan untuk dirangsang.
Kegaitan yang diinginkan.
Kesiapan seseorang untuk belajar terdiri dari
persesuaian persyaratan tertentu dari belajar. Persyaratan belajar ini meliputi
perhtian, motivasid an kesiapan perkembangan. Seorang pengajar pertama-tama
harus mengunakan manipulasi untuk memperoleh perhatian siswa yang tepat.
Siswa perlu dimotivasi untuk bersekolah, memecahkan
belajar dan ikut serta dalam belajar. Motivasi dapat dilengkapi oleh dengan
menceritakan apa yang harus terjadi dan konsekuensi apa yang akan terjadi.
Ada dua macam motiv yang ada hubungannya dengan belajar yakni :
1.
Motif-motif sosial yang yang
meliputi kebutuhan individu untuk afiliasi, perbaikan sosial dan penghargaan.
2.
Motif pribadi yang dipertinggi
oleh pengalamannya dari sukses dalam memperoleh tujuan khusus berkenaan dengan
tugas belajar yang diberikan kepadanya.
Kesiapan perkembangan bagi seseorang, mempelajari
keterampilan intelektual baru yang khusus terdiri dari adanya keterampilan
intelektual yang lebih rendah. Jadi, secara sederhana dikemukakan tingkat
kesiapan perkembangan dari seorang siswa ditentukan oleh apa yang telah
diketahui dan oleh berapa banyak ia masih harus belajar agar supaya memeproleh
sesuatu tujuan belajar khusus.
Kegiatan balikan.
Setiap kegiatan
belajar membutuhkan balikan, balikan adalah upaya yang dilakukan sebagai fase
terakhir dari belajar, yang dapat memperngaruhi proses selama terjadi kegiatan
belajar. Sebagai contoh, pengajar mengatakan kepada siswa tingkat kecermatannya
dengan tugas-tugas dan laporan yang telah dibuatnya.
Balikan dapat
dianggap sebagai penguat siswa dalam membuat respon baru yang mencerminkan
kemampuan yang telah dicapainya.
Gagne menganggap
bahwa mengajar sebagai upaya mengadakan dan mengatur kondisi-kondisi ekstern
siswa, sehingga berinteraksi dengan kemampuan siswa. Dengan demikian mengajar
berarti mengendalikan kondisi dan situasi belajar seperti menarik perhatian
siswa, menyajikan stimulus yang serasi, dan memberikan petunjuk atau penjelasan
verbal.
Hasil belajar
mencakup berbagai aspek dan untuk mempelajari tiap aspek diperlukan kondisi
belajar tertentu untuk mencapai hasi belajar yang diharapkan. Kondisi belajar
yang umum untuk segala jenis hasil belajar tidak akan efektif. Itu sebabnya
metode mengajarkan tiap jenis hasil belajar akan berbeda-beda.
Menurut gagne
bentuk pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis tuuan khusus atau bentuk
perubahan kelakuan yang ingin dicapai. Mengajar harus menggunakan berbagai
teknik mengajar untuk jenis belajar yang berbeda-beda agar lebih efektif
mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Dalam
menetapkan bahan pelajaran hendaknya
dimulai dengan tujuan pembelajaran yang
harus dicapai. Telah diketahui bahwa untuk mencapai tujuan ada sejumlah
langkah yang harus dilakukan secara bertahap, seprti dilukiskan sebagai berikut
:
La -3 La
-2 La -1 La T
Untuk mengetahui
urutan langkah secara hierarkis hendaknya mulai dengan langkah terakhir (La), kemudian
langkah sebelumnya (La –i) (La -2) (La -3) dan
seterusnya. Jadi dimulai dari tujuan surat kebelakang kepada langkah
sebelumnya. Untuk dapat menguasai tujuan harus dikuasai La, sebab La
merupakan syarat untuk mencapai T (tujuan). Demikian pula syarat untuk meguasai
La ialah La-i dan untuk mencapai La-i perlu
dikuasai La-2 dan seterusnya. Tiap langkah menjadi persyarat langkah
berikutnya. Hierarkis langkah-langkah tersebut memberi petunjuk tentang urutan
dalam mengajarkan atau mempelajari bahan pembelajaran. Dalam analisis ini
memperhitungkan seluruh pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk dapat
mencapai tujuan pembelajaran.
Analisis tugas dan desain pemebelajaran.
Gagne mengemukakan
ada aspek-aspek lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran. Ia
mengajukan tiga proses utama yang harus digunakan untuk menentukan apakah siswa
sudah siap menerima pembelajaran. Ketiga proses tersebut adalah perhatian,
motivasi dan tingkat perkembangan. Pembelajaran akan menjadi efektif apabila
siswa memperlihatkan stimulus dengan baik. Motivasi diperlukan agar siswa
terdorong untukmemperikan respon terhadap stimuli tersebut. Sedangkan motivasi
itu sendiri sangat dipengaruhi oleh jenis dan tingkat aspirasi yang
dimilikinya. Di samping perhatian dan motivasi, pembelajaran harus juga
memperhatikan sifat-sifat psikhis dan sifat yang menentukan perbuatan seseorang
sesuai dengan tahap dan perkembangannya. Ia menunjuk kepada karya Piaget
seorang ahli psikologi perkembangan kontemporer. Selanjutnya, Gagne mengajukan
sembilan prosedur pembelajaran yang ditempuh agar dapat mempengaruhi
kesanggupan siswa dlam memberikan respon pembelajaran.
Kesembilan prosedur tersebut di urutkan sebagai berikut :
a.
Menumbuhkan perhatian siswa.
b.
Memberi informasi kepada siswa
mengenai hasil-hasil yang diharapkan dicapai oleh para siswa.
c.
Mendorong para siswa untuk
dapat mengingat kembali kemampuan yang menjadi prasyaratnya.
d.
Menyajikan stimulus yang sesuai
dengan tugas-tugas belajarnya.
e.
Menawarkan pedoman belajar
kepada siswa.
f.
Menyediakan umpan balik.
g.
Menafsirkan perbuatan belajar
siswa.
h.
Membuat kondisi untuk
terjadinya transfer belajar.
i.
Menjamin tercapainya
kesanggupan mengingat kembali.
Prinsip dan prosedur tersebut kemudian dikembangkan
lebih lanjut oleh Briggs, salah seorang psikologi yang mempunyai banyak
pengalaman dalam teori pembelajaran analisis tugas. Briggs menggunakan
prinsip-prinsip psikologi dan belajar dalam desain pembelajaran terutama
berkenaan dengan penggunaan media pendidikan dan pembelajaran. Ia percaya bahwa
pendekatannya dapat digunakan dalam menyusun materi dan prosedur pembelajaran.
Briggs
mengajukan model sistem dalam prosedur merancang pembelajaran. Dengan model
sistem, ia (a) memperinci tujuan pendidikan dalam istilah “terminal
performance” atau tingkah laku terminal, (b) menetapkan penilaian untuk
mengukur tujuan atau tingkah laku terminal , (c) mengidentifikasi materi dan
prosedur pembelajaran berdasarkan pengalaman dan karakteristik siswa sesuai
dengan tujuan akhir. Selanjutnya ia mengemukakan lima bagian penting dalam
merncanakan pemebelajarna berdasarkan model
sistem diatas, yakni :
a.
Merumuskan tujuan pendidikan
dalam bentuk tingkah laku terminal, siswa yang diklasifikasikan dalam delapan
tipe belajar dari Gagne.
b.
Merencanakan prosedur penilaian
untuk mengukur tujuan pembelajaran.
c.
Mengidentifikasi kemampuan
awal, sikap dan kecakapan siswa (entry behaviour).
d.
Menentukan strategi
pembelajaran yakni materi dan prosedur mengajar yang cocok dengan kemampuan dan
tujuan yang ingin dicapainya. Dalam strategi ini temasuk pula menetapkan media
pendidikan/pembelajaran.
e.
Melakukan uji coba dan hasilnya
dijadikan bahan untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan desain
pembelajaran.
Briggs menyarankan bahwa tujuan dan komponen-komponen
pembelajaran yang dikembangkan dianalisis taksonomi dari Gagne.
D.
Teori Pembelajaran Pendekatan Psikologi Humanistik
Gerakan munculnya
Psikologi Humanistik disebabkan oleh semacam kesadaran bersama yang beranggapan
bahwa pada dasarnya tidak ada teori psikologi yang berkemampuan menjelaskan
manusia sebagai sutau totalitas dan yang sewajarnya mengfungsikan manusia.
Mereka berkeyakinan bahwa tiap individu pada dasarnya mempunyai kapasitas serta
dorongan sendiri sendiri untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya.
1.
Munculnya Psikologi Humanistik.
Psikologi analisis, yang
menekankan perlunya mempelajari keseluruhan pribadi manusia, dan mendukung
penggunaan metode case study daripada eksperimen, telah dikritik karena
prinsipnya cenderung mengkarakteristikkan manusia dalam pengertian mekanistik.
Bahkan beberapa konsepsi kognitif telah ditentang karena sangat mengandalkan
komputer sebagai modal berpikir manusia.
Pada tahun 1960-an
osikologi humanistik timbul sebagai suatu gerakan yang mengusulkan studi
tentang manusia yang benar-benar sebagai manusia. Kritik terutama ditujukan
terhadap “neobehaviotistic”ndan “psychoanalysis”. Promotor-promotor “psikologi
humanistik” merupakan kekuatan ketiga dalam psikologi.
Ada beberapa ciri khas yang dominan dalam psikologi humanistik :
a.
Mereka menekankan bahwa
psikologi seharusnya memperlakukan “keseluruhan pribadi manusia”meliputi
aspek-aspeknya/.
b.
Mereka menekankan kepada
aktivitas dari sudut pandangan personalnya daripada sudut pandang “peninjau”
(observer). Pengikut psikologi humanistik menyatakan bahwa dalam melihat manusia
sebagaian besar ahli psikologi mengambil sudut pandang orang ketiga, sedangkan
cara yang paling nyata untuk mempelajari psikologi adalah melalui “mata person”
yaitu dirinya sendiri.
c.
Mereka juga menekankan kepada
“self actualization:, “self fulfillment” atau “self realization”.
“self actualization:, “self fulfillment” atau “self realization”.
d.
Mengenai perkembangan pribadi
seseorang dalam arah apapun, orang tersebut selalu memilih atau menilai.
Karena itu, pemahaman diri untuk
membuat pilihan yang lebih baik tentnag arah pertumbuhan dan kreativitasnya
sebagai suatu alat pemenuhan diri merupakan konsep sentral dalam teori ini.
2. Psikologi Humanistik dan
Implikasinya dalam Pendidikan
Berbagai ahli psikologi
humanistik telah meneliti implikasi pendidikan yang diperoleh dari sudut
pandang mereka, diantaranya menyokong gagasan bahwa “ kota berbuat sebagaimana
kita lakukan “. Orientasi psikologis ini umumnya disebut “existential”, “perceptual”, “interactional”, “phenomenological”.
Ada empat gambaran dasar perilaku manusia yakni :
1)
Bertingkah laku dan belajar
adalah hasil pengamatan.
2)
Tingkah laku yang ada dapat
dilaksanakan sekarang.
3)
Semuan individu manusian
dimanapun memiliki dorongan dasar terhadap kesehatan dan aktualisasi.
4)
Sebagian besar kelakuan
individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
Maslow menegaskan
konsepsi humanistik tentang pendidikan sangat berbeda dengan anggapan konsep
tradisioanal. Psikologi humanistik menyediakan filsafat pendidikan yang
merupakan filsafat baru yang mamapu melakukan perubahan mendasar dalam konsepsi
pendidikan. Ia beranggapan bahwa latihan hanya permulaan belajar, yang kurang
bermanfaat untuk para siswa. Belajar yang sesungguhnya sesuai dengan pendapat
para pengikut psikologi humanistik harus melibatkan dan meliputi keseluruhan
pribadi manusia bukan sekedar mempersiapkan mereka dengan fakta-fakta untuk
diingat.
Para pendidik mempunyai
tanggung jawab besar untuk menolong para siswa menjadi manusia yang berkembang
secara lebih utuh. Belajar yang berguna harus meliputi pribadi siswa dan
relevan dengan corak individu, kebutuhan dan perkembangannya. Psikologi
Humanistik beranggapan bahwa pendidik seharusnya
mendorong, bukan menahan sensitivitas
siswa terhadap suatu perasaan.
Mereka berpendapat bahwa
guru dikarakteristikan sebagai orang fasilitator yang mencoba menolong
menyiapkan suatu kondisi agar siswa dapat bebas merasakan dan mengembangkan
emosionalnya, intelektualnya dan motoriknya. Karena itu psikologi humanistik
memfokuskan pada penciptaan jenis intelektual dan emosional sehingga siwa dapat
tumbuh intelektual dan afektifnya.
Salah satu hal yang harus
diketahui adalah penerimaan siswa sebagai individu yang berbeda-beda
a.
Pandangan Rogers tentang
Pembelajaran
Carl R. Rogers adalah
salah seorang pengikut dan ahli psikologi humanistik, yang berpandangan luas
mengenai pendidikan dan psikologi. Setelah memiliki spesialisasi dalam
psikologi bimbingan dan psikologi klinis, ia menjadi ahli psikologi di
Rochester Child Guidance Center.
Rogers dan kawan-kawannya
mengajukan tiga kondisi yang harus diciptakan dan diperhatikan dalam menghadapi
client, yakni : Therapist’s congruence, Unconditional positive regard,
Sensitively accurate emphatic under standing. Ketiga konsep tersebut satu sama
lain saling berkaitan, namun Rogers menganggap bahwa konsep yang pertama
menjadi dasar dalam pelaksanaan terapi.
·
Therapist’s cogruence
Therapist’s cogruence
maksudnya bahwa therapist memperkenalkan dirinya sendiri sebagai seorang yang
terbuka, consistent dan genuine terhadap clientnya. Genuiness dalam therapi
berarti bahwa therapist’s menunjukan perasaan dan sikap terbuka selama
pertemuannya dengan client.
·
Unconditional positive regard
Dalam
pendekatan ini therapist harusnya mempunyai perhatian yang dalam dan ikhlas
terhadap client sebagai seorang manusia dengan segala potensi kemanusiannya.
Hal ini diartikan bahwa therapist secara penuh dan tanpa syarat menerima client
sebagai seseorang yang berguna dan berhak memiliki kemerdekaan ide dan tingkah
lakunya.
·
Sensitively accurate emphatic
understanding
Therapist
harus berkomunikasi terhadap client tentang kenyataan bahwa ia memahami
bagaimana clientnya merasakan tentang dirinya sendiri, tentang dunia sekitar
dirinya dan tentang problema hidup yang dihadapinya. Emphatic undestanding adalah bagian yang penting dari interaksi
dari saat ke saat selama pembahasan therapi.
Rogers
mengkarakterisir guru sebagai seseorang yang mengajar dan memberikan informasi
atau seseorang yang menciptakan situasi belajar untuk mendorong timbulnya
respon yang benar. Guru sebagai seseorang yang menyediakan kondisi yang
memungkinkan siswa menemukan dan membantu pengalaman belajar siswa yang
bersifat cognitif. Pengalaman yang paling utama adalah pengalaman yang bersifat
afektif yaitu leterlibatan keseluruhan emosional dalam proses belajar.
Keterlibatan yang demikian akan timbul apabila pendidik membantu siswa untuk
mengalami iklim emosional yang memberikan kebebasan belajar.
b.
Pandangan Rogers tentang
Pendidikan
Rogers
menggambarkan dua type dasar tentang belajar yaitu : belajar kognitif dan
pengalaman belajar. Belajar kognitif menunjuk kepada jenis-jenis proses assosiasi
yang dilambangkan oleh semua teori psikologi belajar tradisional, termasuk
beberapa aspek dari teori kogbitif. Teori ini menuntut siswa menyerap sebagian
dari “body of knowledge”, ada sedikit kecenderunagn untuk menekankan pada
belajar faktual. Sedangkan “pengalaman belajar” secara manusiawi sangat berarti
dan secara emosional relevan dengan teori kognitif. Pengalaman belajar harus
mendorong pada beberapa hal termasuk daya inisiatifnya dapat meresapinya dan
harus dievaluasi oleh siswa sendiri. Ia lebih mengutamakan pentingnya
pengalaman belajar. Prinsip pengalaman belajar menyokong gagasan bahwa belajar
yang sesungguhnya adalah belajar yang melibatkan siswa secara total sebagai
seorang manusia.
Rogers
mengemukakan beberapa asumsi sehubungan dengan pengalama belajar yakni :
1)
Ia mempertahankan dan
membedakan dua pandangan mengenai motivasi yang mendorong siswa untuk belajar.
Ciri dari pendidikan tradisioanal termasuk sebagian besar teori belajar yang
mendukungnya yang menganggap bahwa siswa tidak akan belajar sendiri kecuali
jika dipaksa untuk mengerjakan hal tersebut. Rogers menduga bahwa manusia
mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar.
2)
Praktek pendidikan tradisional
bercirikan bahwa siswa mempelajari apa saja yang dikemukakan guru padanya.
3)
Penyusun bahan pelajaran / mata
pelajaran seharusnya diganti dengan pengalaman-pengalaman yang membuat
kemungkinan bagi siswa untuk menyatukan informasi dan gagasan baru sebagai
bagian dari dirinya.
4)
Ia mengkritik asumsi umum bahwa
kebenaran yang sesungguhnya tentang dunia telah diketahui dan karena itu
pendidikan terdiri dari kumpulan faktual. Rogers menyatakan bahwa belajar yang bermanfaat dalam dunia modern
adalah belajar “proses belajar”,
keterbukaan yang berkelanjutan terhadap pengalaman dan penggabungannya kedalam
dirinya.
5)
Rogers berpendapat bahwa
belajar yang optimal akan terjadi jika siswa berpartisipasi dan bertanggung
jawab dalam proses belajar.
6)
Ia menduga bahwa
pengalamanbelajar akan membantu belajar kreatif, jika dikembangkan
“selt-criticism” dan “self-evaluation”, sedangkan evaluasi oleh pihak lain
merupakan hal yang kedua.
7)
Dugaan lain bahwa pengalaman
belajar sebagai suatu tujuan pendidikan dapat diperoleh apabila siswa
dilibatkan dalam pengalaman belajar. Siswa dituntut untuk berpartisipasi dalam
membuat keputusan sepanjang proses belajar tersebut.
Dapat
disimpulkan bahwa belajar melalui pengalamam sebagai tujuan pendidikan dapat
dicapai apabila siswa benar-benar terlibata dalam pengalaman belajar.
Keerlibatan itu baru berarati bila siswa berperan serta sebagai pihak utama
dalam mengambil keputusan dalam proses belajar.
Rogers
mengusulkan peranana guru hendaknya ditekankan pada posisinya sebagai pemberi
fasilitas belajar (pencipta situasi yang nyaman untuk belajar). Belajar melalui
pengalaman tidak mungkin terjadi dengan sesungguhnya tanpa siswa tersebut
mengenali adanya kebutuhan akan belajarnya. Pembelajaran harus dijadwalkan dan
direncanakan sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga mereka benar-benar
menghadapi masalah yang perlu dijawab melalui kegiatan belajar tersebut.
Sepuluh petunjuk guna menciptakan
iklim emosional dan intelektual yang diinginkan menurut Rogers.
1.Guru
mempunyai pengaruh yang penting dalam suasana kelas, maka guru hendaknya
membina kepercayaan kepada siswa sedini mungkin.
2.Guru harus
mendorong siswa agar mengungkapkan keinginan pribadinya maupun kelompoknya.
3.Guru harus
berusaha agar siswa dapat berdiri sendiri serta memiliki motivasi bmelajar
tentang apa yang cocok bagi dirinya.
4.Guru harus berfungsi sebagai
nara sumber yang berguna untuk memperluas pengalaman belajar dalam rangka
mencapai tujuan yang dipilih siswa.
5.Sebagi nara
sumber membantu untuk seluruh anggota kelompok siswa.
6. Guru
mengenal dan menerima pesan-pesan emosional dann intelektual yang dinyatakan
oleh kelompok siswa.
7.Guru menjadi
anggota partisipan yang aktif dalam kelompok.
8.Harus
terbuka menyatakan perasaan dengan kelompoknya dan menjadikan diri sebagai
instrumen yang konstruktif dalam melanjutkan pengalaman belajar.
9.Berusaha
menjaga saling pengertian, tanggap dan empati terhadap perasaan anggota
terutama bila ada hal yang dinyatakan dengan emosi.
10. Mengetahui dirinya sendiri dengan cukup baik untuk menganali
keterbatasan dan kekuatannya dalam bekerja dengan kelompok.
3.
Beberapa Contoh Praktek Pendidikan dan Pembelajaran
Rogers
mengidentifikasi beberapa metode praktis yang dapat mengembangkan pengalaman
belajar. Diantaranya berasal dari konsep humanistik dan sumber lainnya.
1)
Kebebasan memilih pengalaman belajar
Rogers mengakui bahwa siswa
berbeda dengan pilihannya dan dalam kesanggupan menanggapi prosedur
pembelajaran. Ia menyarankan agar guru memberikan pilihan partisipasi dalam
suatu pengalaman belajar siswa dikelas.
2)
Kontrak Belajar
Kontrak merupakan persetujuan kerja antara guru dan siswa tentang
tugas-tugas belajar yang harus diselesaikan dalam satu unit tertentu. Guru dan
siswa mendiskusikan tujuan studi dan prosedur kontrak yang mereka setujui.
3)
Latihan Inquiri
Ia mengajukan penggunaan latihan inquiri dan atau belajara menemukan
(discovery) yang didukung oleh teori kognitif.
4) Stimulus
Salah satu cara membuat belajar yang lebih relevan adalah mengambil
beberapa bagian dari pengalaman kehidupan nyata untuk distimulasikan didalam
ruangan kelas. Stimulasi adalah proses peniruan dari situasi nyata.
5) Latihan sensitivitas
Latihan sensitivitas dirancang untuk menolong seseorang untuk
mempelajari lebih banyak lagi tentang diri sendiri sebagai manusia.
6)
Fasilitas belajar kelompok
Taknik
ini digunakan dalam kelas yang besar apabila tidak ada kemungkinan lain
meningkatkan partisipasi siswa secara luas di dlaam diskusi.
7)
Pembelajaran berprogram
Metode
ini mempunyai peranan penting dalam berbagai lembaga pendidikan untuk membantu
siswa bilamana mengalami hambatan dalam pengetahuannya, alat-alat yang kurang
dan kebutuhan akan memecahkan masalah siswa.
Contoh
penerapan pendekatan rogers dalam pertemuan kelas
Seorang gur kelas enam memutuskan untuk memakai pendekatan rogers
ketika ia berkesimpulan bahwa tidak mungkin dicapai suatu kemajuan belajar bila
berhadapan dengan sekelompok siswa yang mengalami banyak masalah.Masalah yang
dihadapinya adalah : siwa kuang mempunyai rasa disiplin,kurang minat
belajar,dan ada siswa yang mempunyai masalah dengan orang tua.Dari semua siswa
yang ada,terdapat 36 orang siswa dengan tingkat kecerdasan antara 82 sampai
135. Ada juga siswa yang mempunyai masalah emosional dan kesulitan penyesuaian
diri.Di samping itu juga ada siswa yang cukup baik penyeseuaian.
Mula-mula guru mengatakan kepada siswa bahwa mereka akan mencoba
suatu pendekatan baru,dimana siswa akan melakukan percobaan selama satu
hari.Diberitahukan pula bahwa siswa baru boleh melakukan apa saja yang mereka
pikir penting,walaupun hal itu tidak tercantum dLm program kurikulum.Sementar
siswa melakukan kegiatan itu,guru akan siap membantu kapan saja diperlukan.
Sebagai hasilnya : beberapa siswa tidak melakukan apa-apa,ada juga
yang mencoba kesenian,sementar yang lain mengerjakan kegiatannya,beberapa siswa
yang lain ada yang bingung,dan ada yang merasa kacau karena merasa tidak ada kegiatan belajar yang terstuktur.
Akhirnya guru dan siswa mendiskusikan tentang peangalaman mereka.
Diketahui bahwa ada siswa yang sama sekali tidak menyelesaikan apa-apa. Lebih
jauh lagi, banyak siswa yang menunjukan semangat karena merasa ada kebiasaan
mencari dan mempelajari apa saja yang mereka anggap penting, sehingga mereka
dapat menggunakan lebih banyak waktu dan tenaga dalam kegiatan belajarnya
dibandingkan dengan cara sebelumnya.
Tahap ini, sebuah sistem kontrak atau kontrak belajar diperkenalkan
oleh guru. Ini berlaku untuk tiap siswa. Caranya ialah daftar mata pelajaran
yang biasa dberikan, siswa diminta pendapatnya tentang bagaimana cara siswa
secara perorangan akan melaksanakan kegiatan belajar. Lembaran isian juga
diberikan guna untuk memilih tugas mana yang ingin siswa selesaikan. Guru
mengadakan pertemuan bersama siswa, dengan maksud untuk membahas rencananya dan
untuk konsultasi baik secara pribadi maupun kelompok.
Selanjutnya guru memperluas program tersebut sampai akhir semester.
Tanggung jawab siswa diperluas dengan berbagai kegiatan meliputi perencanaan,
pelaksanaan serta pengevaluasian kemajuan belajar mereka sendiri. Bila dengan
sistem ini ternyata ada siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam suasana
bebas karena masih dianggap sesuatu yang baru, disini guru berperan sebagai
nara sumber.
Gambaran
tentang type kegiatan sehari-hari
Selama sesi pelajaran siswa merencanakan kontrak kerja untuk hari
itu, baik secara perorangan maupun dikerjakan secara kelompok kecil. Kelompok
dimungkinkan ada perubahan keanggotaan, sehingga siswa bekerja bersama kawan
yang berbeda secara sukarela, atas inisiatif siswa. Bila rencana hari itu
selesai, kegiatan belajar dimulai. Walaupun ada jadwal yang sesuai dengan
kurikulum mereka tetap mempunyai pilihan cara penggunaan waktu harian maupun
mingguan mereka. Guru menunjukan urut-urutan dan cara pentahapan mata pelajaran
tertentu dan membuat usul agar siswa mengikuti cara itu. Dengan cara ini yang
penting siswa memilih tanggung jawab menjadwalkan evaluasi dan menetapkan kapan
mereka telah merasa cukup menguasai pelajaran tersebut.
4.
Kritik Teori Ini
Posisi psikologi humanistik nampaknya lebih bersifat filosofis dan
bersifat umum. Beberapa psikologi humanistik tidak menyampaikan gagasannya
secara lebih kongkrit dan tidak memberikan indikasi spesifik tentang tujuan dan
metode pendidikan mereka. Carl Rogers dari teori dan prinsipnya lebih bersikap
ekletik dalam rekomendasi-rekomendasinya.
Kaum psikolog humanis tidak hanya mengajukan pertanyaan tentang
metode-metode pembelajaran yang digagaskan para teoritisnya, tapi juga telah
mengajukan maslah tentang siapakah yang seharusnya menetapkan tujuan bagi siswa
dan siapa pula yang seharusnya menentukan tujuan pendidikan, serta bagaimana
menilai sitem nila dan relevansi pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu keunggulannya adalah pandangannya tentang manusia sebagai
keseluruhan namun banyak konsep dasarnya tidak siap pakai dioperasionalkan.
Beberapa persoalan yang diajukan antara lain :
Pertama :
Hal yang perlu menjadi perhatian adalah sejauh mana tujuan
pendidikan dihubungkan dengan metode pembelajaran tertentu. Misalnya ada
kecenderungan yang membuat asumsi bahwa hanya dengan merasa bebas dalam situasi nyata yang msih diperlukan pengujian secara
empiris.
Kedua :
Faham ini percaya bahwa teori mereka tidak terbatas untuk diterapkan
disemua tingkat siswa maupun mata pelajaran. Salah satu komentar yang diakui
adalah yang direkomendasikan Rogers yakni rekomendasi metodologi, yang berbunyi
bahwa teknik-teknik lain semacam pembelajaran berprograma adalah berguna.
Rogers menekankan perlunya membiarkan siswa untuk bebas belajar sehingga bahan
yang terprogram itu digunakan manakala siswa mengenali masalah dan merasa bahwa
isi pelajaran atau keterampilan tertentu harus dipelajari
Ketiga :
Untuk menjaga konsistensi pendekatan Rogers maka gagasannya bahwa
siswa harus bebas belajar senantiasa diulang-ulang disemua tulisan dan
rekomendasinya. Mungkin saja konsistensi pendekatan tak akan terjadi manakala
ada prinsip-prinsipnyayang dirumuskan secara lebih formal.
Keempat :
Terdapat banyak masalah berkenan dengan data empiris. Bahwa dia
mendorong diadakan penelitian tentang metode psikhotherapi hal itu menunjukan
bahwa rogers mempunyai sikap tanggung jawab seperti halnya pribadi-pribadi
lain.Karena sikap positif ini,diharapkan rogers akan mendorong rekan-rekannya
untuk mengadakan studi tentang prosedur pembelajarannya.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.Sampai saat ini ada keenggan di pihak psikholog humanis untuk mau mengumpulkan data untuk menguji pendekatan mereka,karena merasa yakin bahwa metodenya berhasil baik. Lebih dari itu,tujuan yang mereka canangkan terlalu bersifat umum yang berbeda dengan tujuan yang didefinisikan secara lebih baik khusus mengenai dikepertanyakan apakah sekedar menciptakan iklim emosional dan intelektual saja sudah cukup untuk bisa menghasilkan perubahan pendidikan yang dikehendaki. Data empiris yang ada tidak menunjukan adanya jawaban yang pasti.
Tetapi kenyataannya tidaklah demikian.Sampai saat ini ada keenggan di pihak psikholog humanis untuk mau mengumpulkan data untuk menguji pendekatan mereka,karena merasa yakin bahwa metodenya berhasil baik. Lebih dari itu,tujuan yang mereka canangkan terlalu bersifat umum yang berbeda dengan tujuan yang didefinisikan secara lebih baik khusus mengenai dikepertanyakan apakah sekedar menciptakan iklim emosional dan intelektual saja sudah cukup untuk bisa menghasilkan perubahan pendidikan yang dikehendaki. Data empiris yang ada tidak menunjukan adanya jawaban yang pasti.
Ada yang mau menerima ide,bahwa seseorang boleh jadi ada yang paling
tahu tentang kebutuhannya,perasaan,dan keyakinan sendiri berkenan dengan
situasi psikhoterapi.Dengan kat lain menerima keyakinan rogers bahwa yang
memikul tanggung jawab sama dalam hubungan psikhoterapi adalah pihak
lain(siswa),bukan memberi pengobatan atau terapis(guru).Terapi banyak penanyaan
yang di anjukan yakni;apakah siswa juga bisa menjadi pihak yang paling tahu
tentang apa yang berharga untuk mereka pelajari,lebih tahu daripada pendidik
profesional ?
Dengan memperhatikan kriteria ASCD (The association for
Survision and Curriculum devel opment)yang lain,pendekatan rogers cukup lebih
baik dibanding teori-teori instruksional lainnya. Petunjuknya lebih jelas
tetang apa yang harus dilakukan siswa dalam situasi tertentu.
Sumbangan utama aliran psikologi humanistik adalah pembuat ereksi
terhadap teori-teori instruksional.Sedangkan pendekatan pemberi bantuan dalam
pemnggunaan prinsip elektrik.
Pengaruh yang utama adalah memberikan perhatian terhadap pentingnya hubungan antar
pribadi,keinginan siswa, dan pengalaman belajar sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Proses
pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya – upaya dalam mengorganisasi
lingkungan supaya terjadi kegiatan belajar pada diri siswa. Seorang guru
profesional tentu harus memahami betul bagaimana proses pembelajaran itu
dikembangkan, dan untuk itu guru perlu memahami mengenai beberapa teori
pembelajaran. Pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan perilaku,
dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap,
perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan
psikomotor. Sedangkan pembelajaran pada hakikatnya adalah proses komunikasi
transaksional antara guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat
timbal balik, proses transaksional terjadi antara siswa dengan siswa.
Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami
dan disepakati oleh pihak – pihak yang terkait dalam roses pembelajaran.
B. Saran
Dalam penusunan makalah
ini, Kami selaku Penusun tentunya mengalami banyak kekeliruan dan kesalahan – kesalahan baik
dala ejaan, pilihan kata, sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa yang
kurang di pahami. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar – besarnya, di
karenakan kami masih dalam tarap pembelajaran.
Seperti ada pepatah
mengatakan : “ Tak ada gading yang tak
retak “. Maka dari itu kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah berikutnya
sehingga makalah berikutnya lebih sempurna dari pada makalah sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Laksmi, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran SD. UPI
PRESS : Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar