BAB I
PENGERTIAN, KENISCAYAAN, KEHARUSAN, DAN KEGUNAAN
PEDAGOGIK
A.
Pengertian
Pedagogik
Istilah
pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek, bahasa Inggris : pedagogy) berasal dari dua kata dalam
bahasa Yunani Kuno, yaitu paedos yang
berarti anak dan agogos yang berarti
mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa
istilah yang masing-masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang
dimaksud yakni : paedagogos, pedagog (paedagoog
atau pedagogue), paedagogia, pedagogi (paedagogie), dan pedagogik (paedagogiek).
Paedagogos
dan Pedagog. Dari kata paedos dan agogos terbentuk istilah paedagogos
yang berarti seorang pelayan atau pembantu pada zaman Yunani kuno, yang
bertugas mengantar dan menjemput anak-anak majikannya ke sekolah. Selain itu,
di rumah paedagogos juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin
anak-anak majikannya. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa pendidikan anak pada
zaman Yunani kuno sebagian besar diserahkan kepada paedagogos. Selanjutnya, terjadi perubahan istilah, yaitu dari paedagogos pada zaman Yunani kuno
menjadi pedagog (paedagoog atau pedagogue)
yang berlaku hingga dewasa ini. Perubahan istilah ini mengimplikasikan
perubahan arti. Istilah paedagogos
yang dulu memiliki arti sebagai pelayan atau pembantu, selanjutnya telah
berubah menjadi pedagog yang memiliki
arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun sekalipun demikian, terdapat
konsistensi prinsip yang terkandung di dalam kedua istilah tadi, yaitu bahwa paedagogos dan pedagog sama-sama bertugas untuk mengantarkan atau membimbing dan
melepas anak. Paedagogos bertugas
mengantarkan atau membimbing anak dari rumah ke sekolah, setelah sampai di
sekolah anak dilepas. Demikian pula halnya pedagog, ia bertugas mengantarkan
atau membimbing anak untuk sampai kepada kedewasaan, dan setelah anak menjadi
dewasa maka anak dilepas pula. Inilah yang menjadi salah satu prinsip dalam
pendidikan anak, yaitu membimbingnya untuk mencapai kedewasaan.
Paedagogia,
pedagogi dan pedagogik. Istilah lain yang terbentuk dari kata paedos dan agogos yakni paedagogia, artinya adalah pergaulan dengan anak-anak.
Selanjutnya terbentuk istilah paedagogie
atau pedagogi yang berarti praktek
pendidikan anak atau praktek mendidik anak; dan terbentuk pula istilah
paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikann anak atau ilmu
mendidik anak.
Beberapa istilah yang telah dijelaskan
di atas (paedagogos, pedagog, paedagogia, dan pedagogi)
memiliki arti berkenaan dengan praktek pendidikan anak atau praktek mendidik
anak, yaitu berkenaan dengan pendidik dan praktek pendidikan. Adapun istilah pedagogiek atau pedagogik berkenaan dengan seperangkat pengetahuan ilmiah tentang
fenomena praktek pendidikan anak. Pendek kata, paedagogiek atau pedagogik
adalah ilmu mendidik anak atau ilmu pendidikan anak.
B.
Kerancuan
Pemaknaan Istilah Pedagogik
Pedagogik
adalah ilmu pendidikan anak, namun terkadang sebagian orang mengartikan
bahwa pedagogik merupakan ilmu pendidikan atau ilmu mendidik. Pemaknaan ini tidak berarti salah namun juga tidak
sepenuhnya benar. Mengapa ? adapun
alasn-alasan tersebut bersumber dari
pengertian pendidikan yang berbeda-beda yang berimplikasi terhadap pemaknaan
istilah pedagogik.
1.
Pengertian
Pendidikan Secara Luas dan Implikasinya terhadap Makna Istilah Pedagogik.
Definisi
Pendidikan. Dalam arti luas, Pendidikan adalah hidup. Lebih tepatnya segala pengalaman di berbagai
lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi
perkembangan individu.
Karakteristik
Pendidikan. Dalam arti luas pendidikan berlangsung dalam
konteks hubungan manusia yang bersifat multidimensi, baik dalam hubungan
manusia sengan sesama manusa dan budayanya, dengan alam, bahkan dengan Tuhannya. Dalam hubungannya itu pendidikan
berlangsung melalui berbagai bentuk kegaitan, tindakan, dan peristiwa, baik
pada awalnya disengaja untuk pendidikan maupun pada awalnya tidak disengaja
untuk pendidikan.
Dalam
arti luas pendidikan berlangsung bagi siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Pendidikan tidak terbatas di dalm keluarga saja, tidakpula terbatas pada
penyekolahan saja, bahkan pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan
berlangsung di berbagai tempat atau lingkungan, baik dalam keluarga, di sekolah
maupun di dalam masyarakat.
Disadari maupun tidak disadari, pendidikan selalu
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti luas, tujuan pendidikan
terkandung salam setiap pengalaman belajar dan tidak ditentukan oleh pihak luar
individu. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan, jumlah tujuan pendidikan tidak
tebatas. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Redja Mudyahardjo, 2001)
Implikasi terhadap
Makna Istilah Pedagoik. Pendidikan berlangsung sepanjang
hayat, sejak seseorang lahir sampai meninggal dunia (long life education). Itu
artinya pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, tahapan anak,
orang dewasa, dan usia lanjut yang oleh para ahli dibagi dalam beberapa tingkatan
dalam pendidikan, yaitu pendidikan pada anak yang disebut Pedagogik, ilmu
pendidikan bagi orang dewasa yang disebut Andragogi serta pendidikan bagi ilmu
pendidikan manula yang disebut Gerogogi.
Sehubungan
dengan ini, dalam konteks pengertian secara luas, adalah keliru apabila kita
menyatakan bahwa pedagogik adalah ilmu pendidikan tekandung arti bahwa
Andragogi dan Gerogogi pun tergolong ke dalam pedagogik. Pedagogik bukan ilmu
pendidikan dalam arti keseluruhan ilmu pendidikan, melainkan hanya salahsatu
bagian (cabang) saja dari keseluruhan ilmu pendidikan. Jadi apabila kita
mengacu kepada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks
ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak
2.
Pengertian
Pendidikan dalam Tinjauan dan Implikasinya terhadap Makna Istilah Pedagogik.
Definisi Pendidikan.
Simajuntak mengemukakan “Pendidikan dalam artinya yang hakiki, ialah pemberian
bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa”. Lavengeld juga
menyatakan “Mendidik berarti melakukan tindakan dengan sengaja untuk mecapai
tujuan pendidikan”. Jadi tujuan pendidikan disini adalah menuju kedewasaan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan
secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu atau membiming anak (orang yang
belum dewasa) agar mencapai kedewasaan.
Karakteristik
Pendidikan. Pendidikan berlangusng dalam pergaulan antara
orang dewasa (pendidik) dengan anak atau orang yang belum dewasa (anak didik)
di dalam suatu lingkungan. Karena pendidikan merupakan upaya yang disengaja,
maka pendidik tentunya harus sudah memiliki tujuan pendidikan. Adapun untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidik
memilih isi pendidikan (pengaruh) tertentu, menggunakan car-cara/metode
tertentu dan menggunakan alat pendidikan (pergaulan pendidikan), yaitu :
1) Tujuan
Pendidikan
2) Pendidik
3) Anak
Didik
4) Isi
Pendidikan (kurikulum)
5) Alat
dan metode / cara-cara pendidikan
6) Lingkungan
pendidikan
Menurut
Lavengeld, pendidikan baru terjadi ketika anak telah mengenal kewibawaan.
Adapun syarat anak mengenal kewibawaan adalah kemampuan anak dalam memahami
bahasa. Dengan demikian batas bawah pendidikan atau saat pendidikan dapat mulai
berlangsung yakni ketika anak mengenal kewibawaan. Sedangkan batas atas
pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah
tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum mengenal kewibawaan, pendidikan
belum dapat dilaksanakan, yang dapat dilaksanakan adalah pra pendidikan/pembiasaan. Sedangkan apabila anak telah mencapai kedewasaan,
yang mungkin teajadi adalah Bildung
atau pembinaan diri sendiri. Dalam kegiatan pra pendidikan (pembiasaan) dan
atau dalam praktek pendidikan yang kita lakukan oleh pendidik dengan anak yang
belum dewasa, tnaggung jwab pendidikan teletak pada diri pendidik. Sedangkan
dalam bildung tanggung jwab teletak
pada orang dewasa yang melaksanakan bildung
tersebut.
Implikasi terhadap
Makna Istilah Pedagogik. Dari uraian di atas, menurut
tinjauan pedagoik tidak ada pendidikan untuk orang dewasa, demikian pula untuk
manusia usia lanjut, pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi apabila kita mengacu
kepada pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan
“pedagogik adalah ilmu pendidikan anak” sama maknanya dengan “pedagogik adalah
ilmu pendidikan”. Tetapi apabila kita mengacu pada pengertian pendidikan secara
luas, tidak benar apabila kita memaknai pedagogik adalah ilmu pendidikan.
C.
Keniscayaan
Berkembangnya Pedagogik
Ada
dan berkembangnya pikiran pikiran teoritis mengenai pendidikan anak hingga
muncul dan berkembangnya pedagogic merupakan suatu keniscayaan atau merupakan
suatu yang tidak boleh tidak menjadi ada dan berkembang. Terdapat dua asumsi
mengenai keniscayaan ada dan berkembangnya system pikiran teoritis menegnai
pendidikan anak (pedagogik). Ketiga asumsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Fenomena
pendidikan terdapat di dalam pergaulan antar manusia yaitu, di dalam masyarakat
dan kebudayaannya.
2. Perkembangan
masyarakat dan kebudayaannya mengimplikasikan terjadinya perkembangan praktek
pendidikan system teori pendidkan .
Fenomena
pendidikan terdapat dalam pergaulan antar manusia. Dimana ada masyarakat disana
ada pendidikan, yang berlangsung dalam konteks kebudayaanya. Pendidikan bukan
hanya berlangsung di dalam masyarakat yang berkebudayaan tinggi, melainkan
berlengsung pula dalam masyarakat dengan tingkat kebudayaan paling terendah
(primitif) sekalipun.
Sejarah menunjukan bahwa sejak dulu
hingga dewasa ini, masyarakat dan kebudayaan terus berkembang. Pada setiap
zaman, para orang dewasa tentu mendidik para generasi mudanya (anak-anaknya), agar
mereka dapat hidup sesuai dengan apa yang diharapkan, dan sesuai pula dengan
konteks perkembangan masyarakat dan kebudayaanya, makin berkembang masyarakat
dan kebudayaannya, maka makin berkembang pula praktek pendidikan yang dilakukan
masyarakat yang bersangkutan.
Perlu dipahami. Bahwa suatu praktek
pendidkan pasti dilandasi oleh suatu teori pendidikan. Implikasinya, bahwa pada
setiap zaman dimana terjadi perkembangan praktek pendidkan, maka berarti pada
setiap zaman tersebut telah berkembang pula teori pendidkannya. Makin
berkembang praktek pendidikan suatu masyarakat, berarti didahului dengan makin
berkembang pula teori-teori pendidikannya. Dalam masyarakat dan kebudayaannya
yang makin berkembang, maka system pengetahuan, keterampilan, sikap, nilaidan
norma, serta permasalahan hidup tentunya semakin berkembang dan akan semakin
kompleks pula. Sehubungan dengan itu, tidak mungkin masyarakat tidak berpikir
dan tidak melakukan penelitian-penelitian untuk mengembangkan teori pendidikan
dalam rangka mendidik generasi mudanya (anak-anaknya) dalam keadaan yang
semakin kompleks itu. Pemikiran dan penelitian mengenai Pendidkan anak tentunya
terus berkembang dari zaman ke zaman, sampai akhirnya muncul dan berkembanglah
pedagogik.
D.
Keharusan
(Perlunya) Pedagogik
Dalam
uraian terdahulu telah dikemukakan konsep tentang pedagogi (paedagogie) dan pedagogik (paedagogiek). Pedagogi adalah praktek
pendidikan anak, sedangkan pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Istilah
pedagogi menunjukkan suau praktek atau
merupakan suatu praktek mendidik anak, sedangkan pedagogik merupakan sistem
teori mengenai pendidikan anak. Berkenaan dengan teori dan praktek pendidikan
ini muncul permasalahan: Apakah adanya teori pendidikan anak merupakan suatu
keharusan (diperlukan) dalam rangka praktek mendidik anak? Dalam kehidupan
sehari-hari, bukankah suatu praktek seringkali terjadi berlainan dengan teori?
Atau sebaliknya, bukankah seringkali terjadi bahwa suatu teori yang kita
pelajari berlainan dengan praktek yang berlangsung di lapangan? Bahkan ternyata
ada orang ahli dan menguasai suatu teori, tetapi tidak mampu mempraktekannya?
Ada
dua alasan mengapa pedagogik yang pada dasarnya merupakan sistem teori
pendidikan anak merupakan suatu keharusan (diperlukan) dalam rangka praktek
mendidik anak. Kedua alasan tersebut sebagaimana tersurat dalam uraian di bawah
ini:
Pertama, “bahwa
pedagogik sebagai suatu sistem pengetahuan tentang pendidikan anak diperlukan
karena pedagogik akan menjadi dasar atau landasan bagi praktek pendidikan anak.
Selain itu bahwa pedagogik akan menjadi standar (kriteria) keberhasilan praktek
pendidikan anak”.
Di
dalam praxis, suatu teori selalu tak terpisahkan dari praktek, sebab di
belakang suatu praktek selalu tersembunyi pikiran yang teoritis. Teori
bersumber dan dibangun dari praktek, adapun suatu praktek menjadi lebih
sempurna berkat pemikiran teoritis. Mengacu pada pernyataan itu dapat kita
pahami, bahwa di dalam praxis, antara teori pendidikan anak dan praktek
pendidikan anak sesungguhnya tak terpisahkan. Di dalam praktek pendidikan anak
selalu tersembunyi pikiran-pikiran teoritis yang menjadi dasar bagi praktek
pendidikan anak tersebut. Jadi, praktek pendidikan anak selalu didasari oleh
teori pendidikan anak. Sebaliknya, teori pendidikan anak sesungguhnya bersumber
dan dibangun dari praktek pendidikan anak. Selain itu, teori pendidikan anak
akan menjadi standar keberhasilan praktek pendidikan anak. Sebaliknya, praktek
pendidikan anak merupakan sarana untuk menguji kebenaran teori pendidikan anak.
Demikianlah hubungan komplementer antara sistem teori mengenai pendidikan anak
(pedagogik) dengan praktek pendidikan anak (pedagogi). Paparan tersebut kiranya
cukup memberikan kejelasan sebagai salah satu alasan tentang mengapa pedagogik
diperlukan dalam rangka praktek mendidik anak.
HUBUNGAN
KOMPLEMENTER
ANTARA
PEDAGOGIK DAN PEDAGOGI
1. Sumber Teori 1.
Dasar Praktek
2. Menguji Teori 2. Standar
Keberhasilan
Kedua,
“Manusia memiliki motif untuk mempertanggungjawabkan pendidikan bagi anak-anaknya,
karena itu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek pendidikan
anak memerlukan pedagogik sebagai landasannya”.
Sebagaimana kita
maklumi bahwa setiap tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan. Ada berbagai
jenis pertanggungjawaban, antara lain pertanggungjawaban secara rasional,
secara ilmiah, secara moral, dsb. Demikian pula praktek pendidikan anak,
praktek pendidikan anak tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan. Agar dapat
dipertanggungjawabkan, praktek pendidikan anak tidak boleh dilaksanakan secara
sembarangan. Adapun untuk dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, praktek
pendidikan anak mesti mengacu pada suatu ilmu tertentu yang relevan, yaitu
pedagogik. Sebab itu, sebagai suatu sistem teori mengenai pendidikan anak, pedagogik
sungguh diperlukan. Hal ini sebagaimana tersirat dalam pernyataan J. H. Gunning
bahwa: “teori tanpa praktek adalah bagi orang-orang yang amat
istimewa;kebalikannya, praktek tanpa teori adalah bagi orang gila dan
penjahat;tapi bagi kebanyakan pendidik perlu paduan mesra antara keduanya”
(M.J. Langeveld, 1980:11).
E.
Kegunaan
Pedagogik bagi Pendidik
Sekurang-kurangnya terdapat empat macam
kegunaan pedagogik bagi para pendidik, yaitu :
(1) Pedagogik
berguna bagi pendidik dalam rangka memahami fenomena pendidikan (situasi
pendidikan) secara sistematis.
(2) Pedagogik
berguna bagi pendidik dalam rangka memberikan petunjuk tentang apa yang
seharusnya dilaksanakan oleh pendidik.
(3) Pedagogik
berguna bagi pendidik dalam rangka menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan
dalam praktek mendidik anak
(4) Pedagogik
berguna untuk mengenal diri sendiri dan melakukan koreksi diri demi
“menyempurnakan” diri sendiri.
Pedagogik
bertugas untuk mempelajari fenomena pendidikan (situasi pendidikan) untuk
sampai membangun suatu pengetahuan sistematis sehingga diperoleh pemahaman yang
jelas mengenai objek studinya tersebut. Sehubungan dengan itu, pedagogik akan
berguna bagi pendidik yang mempelajarinya dalam rangka memahami fenomena
pendidikan secara sistematis.
Selain
bertugas membangun sistem pengetahuan mengenai fenomena pendidikan, pedagogik
juga bertugas untuk membangun sistem pengetahuan mengenai bagaimana seharusnya
pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak. Sebab itu, bagi pendidik yang
mempelajarinya, pedagogik akan berguna dalam memberikan petunjuk tentang apa
yang seharusnya dilaksanakan dalam praktek mendidik anak.
Kesalahan
dalam rangka mendidik anak mungkin terjadi, tetapi hal ini jelas tidak
diharapkan terjadi oleh siapapun. Dalam garis besarnya terdapat tiga jenis
kesalahan dalam rangka pelaksanaan pendidikan, yaitu (1) kesalahan konseptual,
(2) kesalahan tehnis, dan (3)kesalahan yang bersumber pada struktur kepribadian
pendidik (Sikun Pribadi, 1984:21). Kesalahan konseptual adalah kesalahan yang
terjadi akibat pendidik kurang memahami teori pendidikan, sehingga tindakan
pendidikannya berakibat tak dapat dibenarkan. Contoh : Agar berwibawa, seorang
guru berusaha agar dirinya ditakuti oleh para siswanya; Pendidik memandang anak
didik sebagai miniatur orang dewasa; Anak didik dipandang sebagai objek, sebab
itu pendidik memandang dirinya berkuasa membentuk anak didik sebagaimana
kehendaknya. Kesalahan teknis adalah kesalahan yang disebabkan oleh kurang
terampilnya pendidik dalam praktek atau kesalahan pendidik menerapkan teori
dalam praktek. Contoh : Dengan alasan kasih dan sayang terhadap anaknya,
seorang pendidik (Ibu) selalu mengabulkan permintaan anaknya, padahal apa yang
diberikannya itu membahayakan perkembangan pribadi anaknya. Adapun contoh
kesalahan yang bersumber pada struktur kepribadian pendidik antara lain : sifat
agresif dan egoistis yang dimiliki guru yang mengakibatkan ia bertindak kasar
dan tidak mau menghargai pendapat siswanya. Berbagai kesalahan dalam rangka
mendidik anak sebagaimana diuraikan di atas jelas harus dihindari, sebab
kesalahan-kesalahan tersebut akan berakibat tidak baik bagi anak didik. Selain
itu, akibat terjadinya kesalahan dalam pendidikan tersebut mengimplikasikan
perlunya reedukasi, yang tentunya reedukasi ini akan lebih sulit pelaksanaannya
bila dibandingkan dengan pelaksanaan pendidikan yang sewajarnya. Namun
demikian, tak mungkin seseorang dapat mengetahui kesalahan-kesalahan secara
ilmiah dalam praktek mendidik anak apabila ia tidak menguasai pedagogik. Selain
itu, tak mungkin seseorang dapat menghindari kesalahan-kesalahan secara ilmiah
dalam praktek mendidik anak apabila ia tidak menguasai pedagogik.
Pedagogik
berguna dalam rangka mengenal diri dan melakukan koreksi atas diri sendiri demi
“menyempurnakan” diri sendiri. Mengapa demikian? Pedagogik bersifat normatif,
artinya pedagogik memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya mengenai
pribadi pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka
mendidik anak. Sebab itu, pendidik yang mempelajari pedagogik akan dapat mengenal
diri, ia akan dapat membandingkan mengenai siapa dirinya dibandingkan denga
kriteria ideal mengenai pribadi pendidik. Apabila masih terdapat kekurangan
atau kesalahan, maka ia akan dapat melakukan koreksi diri agar menjadi pribadi
pendidik yang “sempurna” sesuai kriteria yang ditunjukkan dalam teori
pedagogik.
BAB
II
STATUS
DAN KARATERISTIK KEILMUAN PEDAGOGIK
A.
Pengertian
Ilmu
Definisi Ilmu.
Secara etimologis istilah ilmu berasal dari kata alima (bahasa arab) yang
berarti tahu, dalam bahasa latin dikenal pula kata scio, scire, (sebagai asal
kata science) yang juga berarti tahu. Maka ilmu atau science berarti
pengetahuan. Ada berbagai jenis pengetahuan antara lain diklasifikasikan orang
menjadi : revealed knowledge, intuitif
knowledge, rational knowledge, empirical knowledge, dan authoritative ( G.F
Kneller, 1971:212-217).
Dalam
konteks studi akademik sejak zaman modern, istilah imu atau science telah
mngalami perubahan arti. Ilmu mempunyai arti yang spesifik yaitu hanya
berkenaan dengan pengetahuan ilmiah. (scientific knowledge). Saja.
Titus
dkk (1959:78) mengemukakan bahwa terdapat tiga kemungkinan penggunaan istilah
ilmu. Pertama istilah ilmu digunakan untuk menunjuk bodies of knowledge misalnya fisika, kimia, psikologi,dll. Kedua,
istilah ilmu digunakan untuk menunjuk a
body of systematic knowledge,yaitu konsep-konsep, hipotesis-hipotesis,
hokum-hukum, teory-teory, dsb yang tersusun secara sistemstis yang telah
dibangun melalui kerja para ilmuan selama bertahun-tahun. Ketiga istilah ilmu
digunakan untuk menunjuk cara kerja tertentu yaitu scientific method atau metode ilmiah.
Pada
dasaranya pengertian istilah ilmu mempunyai dua dimensi yaitu :
1.
Sebagai hasil study ( sebagaimana
terkandung dalam penggunaan istilah ilmu yang pertama dan kedua seperti yang
dikemukakan oleh Titus, dkk.)
2.
Sebagai metode studi, yaitu metode
ilmiah
Victor
F.Lenzen menyatakan bahwa batasan ilmu menunjukan suatu aktivitas kritis
penemuan dan juga sebagai pengetahuan yang sistematis yang didasarkan kepada
aktivitas kritis penemuan tersebut.
Akhirnya
dapat disimpulakan bahwa istilah ilmu mengandung arti sebagai cara kerja ilmiah
dan hasil kerja ilmiah. Ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dihasilkan melalui
metode ilmiah.
Terdapat
tiga syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom.
Syarat yang dimaksud yaitu :
1.
Memiliki objek studi (studi formal )
tersendiri yang membedakannya dari objek studi disiplin ilmu yang lainnya.
2.
Metodis yaitu menggunakan metode (metode
penelitian ilmiah) tertentu yang tepat dalam rangka mempelajari objek studinya.
3.
Sistematis artinya bahwa hasil studi
merupakan satu kesatuan pengetahuan mengenai obkek studinya yang tersusun saling
berhubungan secara terpadu.
Ada
yang berpendapat bahwa selain ketiga syarat diatas masih tedapat satu syarat
lain yang harus di penuhi yaitu terjadinya progress, yang artinya bahwa system
pengetahuan yang dimaksud mengalami kemajuan atau terus berkembang. Alasannya
bahwa bertambah tidaknya pengetahuan sebagai isi suatu ilmu atau maju tidaknya
suatu ilmu akan tegantung kepada ada atau tidaknya ilmuan yang melibatkan diri
untuk mengembangkan ilmu yang bersangkutan.
Semua
cabang ilmu itu pada awalnya berasal dari dua cabang utama yaitu filsafat alam
yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam dan filsafat moral yang kemudian
menjadi rumpun-rumpun ilmu social. Wilhelm Dilthey mengelompokan ilmu menjadi
dua rumpun yaitu :
1.
Ilmu kemanusiaan yang mencakup juga
ilmu-ilmu sosial
2.
Ilmu kealaman
B.
Status
Keilmuan Pedagogik
Para
ilmuan menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom.
Menurut banyak ahli pandangan ilmiah tentang gejala pendidikan itu (pedagogik)
merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme seperti
ekonomi, hukum, sosiologi, dsb. Keilmuan berkenaan dengan obkek studinya,
metode studinya, dan sifat sistematis dari hasil studinya.
1. Objek Studi Pedagogik
Objek studi ilmu
dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek material adalah
sesuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya, sedangkan objek
formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek material yang
dipelajari oleh suatu ilmu.
Objek
material pedagogik adalah manusia, yakni sama halnya dengan objek material
psikologi, sosiologi, ekonomi dsb. Pedagogik memilki objek formal tersendiri
yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi, dsb.
2.
Metode
Studi ( penelitian ) Pedagogik
Metode
ilmiah dijabarkan kedalam metode penelitian ilmiah yang dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantitatif.
Yang tergolong metode penelitian kualitatif antara lain metode fenomenologi,
hermeneutika, dan etnometodologi. Sedangkan yang tergolong metode penelitian
kuantitatif antara lain metode eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode
korelasional, dsb.
Kelompok
filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif
merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan metode penelitian
kuantitatif merupakan metode penelitian ilmu kealaman.
Diantara
para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bahwa ilmu-ilmu kealaman maupun
ilmu-ilmu keanusiaan atau ilmu-ilmu social termasuk pedagogik dalam rangka
studinya seharusnya menggunakan metode penelitian kuantitatif atau metode
penelitian kealaman. Menurut mereka sesuatu “ilmu( termasuk) pedagogik apabila
tidak menggunakan metode penelitian ilmu kealaman maka diragukan status
keilmuannya.
Ahli
pedagogik meyakini bahwa objek material ilmu kemanusiaan berbeda dengan objek
material ilmu-ilmu kealaman. Ilmu-ilmu kemanusiaan memiliki cirri khas mengenai
objek penelitiannya, antara lain: pertama, objek penelitian ilmu-ilmu
kemanusiaan yaitu manusia bukanlah sebagai benda jasmani saja, melainkan
manusia sebagai keseluruhan. Kedua, kekhasan objek penelitian ini berkaitan
dengan konsep ruang dan waktu. Manusia menghayati ruang dalam lingkungan
pergaulannya (masyarakat), sedangkan waktu dialami, dihayati, dan dipandang
sebagai sejarah yang melampaui
rangkaian peristiwa semata-mata. Fenomena pendidikan sebagai objek formal studi
pedagogik yang tergolong ilmu social atau ilmu kemanusiaan, berbeda dengan
fenomena alam yang dijadikan objek formal ilmu-ilmu kealaman. Implikasinya
metode penelitian kualitatiflah yang dipandang tepat untuk digunakan sebagai
metode dalam studi pedagogik. Jenis metode penelitian kualitatif yang umum
digunakan dalam studi pedagogik adalah fenomenologi.
3.
Keterpaduan
hasil studi pedagogik (sistimatis)
Hasil
penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan pedagogic dalam rentang waktu
yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang
sistimatis.contoh ;melalui studi terhadap fenomena pendidikan dengan
menggunakan metode fenomenologi,m.j langeveld telah berhasil membangun teori
pendidikan anak(pedagogik teoritis) yang berisikan berbagai konsep esensial
yang saling berhubungan secara terpadu ,sehingga memberikan kejelasan pemahaman
mengenai makna pendidikan anak sebagai suatu tindakan/perbuatan inisani yang
tidak mekanistik.
Berdasarkan
seluruh uraian pada bagian B di atas,kiranya kita dapat menentukan penilaian
bahwa pedagogic telah memenuhi ketiga persyaratan (criteria) sebagai suatu ilmu
yang otonom.Sebab pedagogic memiliki obyek formal tersendiri yang berbeda daripada obyek formal ilmu
lainnya,menggunakan metode penelitian tertentu yang dipandang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan,serta telah menghasilkan pengetahuan yang tersusun secara
sistimatis mengenai obyek studinya itu
4.
Karakteristik
Keilmuan Pedagogik
1. Fungsi / Tugas Pedagogik
Pedagogik mempunyai lima fungsi ,kelima
fungsi yang dimaksud itun adalah sebagai berikut :
1) Menyatupadukan
temuan hasil studi mengenai objek tertentu.
2)
Menjelaskan dan memberikan petunjuk (
deskriptif dan preskriptif)
3)
Memprediksi
4)
Mengontrol
5) Mengembangkan
Ø Fungsi menyatupadukan temuan hasil
studi
Ilmu merupakan suatu system pengetahuan
teratur yang merupakan salah satu fungsi atau tugas pedagogic, yang
menyatupadukan temuan hasil studi mengenai fenomena pendidikan, sehingga
merupakan suatu system pengetahuan yang teratur mengenai pendidikan anak.
Ø Fungsi Deskriptif dan Preskriptif
Pedagogik selain berfungsi untuk
menggambarkan atau menjelaskan mengenai apa, mengapa, dan bagaimana
sesungguhnya pendidikan anak (deskriptif), juga berfungsi untuk memberikan
petunjuk tentang siapa seharusnya pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik
bertindak dalam rangka mendidik anak.
Ø Fungsi Memprediksi
Penggambaran atau penjelasan mengenai
pendidikan anak sebagai suatu hasil studi dalam pedagogik mengimplikasikan
bahwa pedagogik akan dapat memberikan preediksi tertentu tentang apa yang
mungkin terjadi dalam rangka pendidikan anak.
Ø Fungsi Mengontrol
Pedagogik dapat melakukan control
(pengendalian) agar sesuatu yang baik berkenaan dengan pendidikan anak dapat
terjadi, sedangkan sesuatu yang tidak baik yang berkenaan dengan pendidikan
anak tidak terjadi.
Ø Fungsi Mengembangkan
Pedagogik mempunyai fungsi untuk melanjutkan
hasil penemuan yang lalu dan berupaya untuk
menghasilkan temuan-temuan yang baru. Pedagogik mempunyai karakteristik
tersendiri yaitu memiliki fungsi preskriptif.
2. Pedagogik Sebagai Ilmu Empiris,
Ilmu Kemanusiaan, Ilmu Normatif, dan Ilmu Praktis
Pedagogik sebagai ilmu
empiris. Objek formal pedagogik adalah fenomena pendidikan . Fenomena
pendidikan tersebut berada dalam pergaulan antara ortang dewasa dengan anak
yang berlangsung di berbagai lingkungan.
Pedagogik sebagai ilmu
kemanusiaan. Situasi pendidikan berada dalam pergaulan antar manusia yaitu
dalam pergaulan orang dewasa dan anak. Sebagai suatu kesatuan badani-rohani
manusia melampaui benda-benda tumbuhan maupun hewan. Manusia bukan mahluk yang
pasif melainkan aktif dan kreatif. Pergaulan antar manusia bukanlah suatu
interaksi yang bersifat teknis mekanistik yang tunduk kepada hokum teknis yang
berlaku pada hokum kebendaan. Situasi pendidikan dilandasi oleh pemahaman
tentang manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh yang melampaui objek kebendaan
dan karena tujuan pendidikan anak adalah untuk mendewasakan anak yang pada
hakikatnya adalah memanusiakan manusia , maka pedagogik tergolong ke dalam ilmu
kemanusiaan.
Pedagogik sebagai lmu
normatif. Pedagogik berfungsi mempelajari fenomena pendidikan dengan maksud
untuk memehami situasi pendidikan tersebut sebagai objek studinya. Selain itu
pedagoguik berfungsi untuk mempelajari tentang bagaimana seharusnya pendidik
bertindak dalam rangka mendidik anak. Pedagogic tidak hanya berisi deskripsi
pemahaman tentang situasi pendidikan apa adanya, melainkan juga berisi tentang
bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.
Pedagogik sebagai lmu
praktis. Makna pedagogik bukanlah ilmu untuk ilmu, juga bukanlah ilmu yang
bebas nilai. Pedagogik merupakan suatu
ilmu yang memberikan pemahaman dan arahan untuk bertindak atau untuk
dipraktekan, oleh karena itu pedagogik bersifat ilmu praktis.
3.
Hubungan
pedagogik dengan disiplin lain
Pedagogik
mengadopsi konsep atau teori dari ilmu-ilmu lain dalam mempelajari fenomena
pendidikan. Misalnya : pedagogik mengadopsi teori perkembangan anak dan teori
belajar dari psikologi ; pedagogic mengadopsi filsafat tentang manusia
(antropologi dsb). Sebagai ilmu yang bersifat otonom, pedagogic berperan
sebagai “tuan rumah”, sedangkan ilmu-ilmu lain berperan sebagai “tamu”nya.
Pedagogic mempunyai peranana untuk memilah dan mrmilih teori mana dari
ilmu-ilmu lain atau dari filsafat tersebut yang cocok dan tepat sesuai dengan karakteristik
keilmuan pedagogik.
4.
Struktur/sistematika
pedagogik
Pedagogik
dapat dikelompokan menjadi dua cabang yaitu :
a. Pedagogik
teoristis merupakan cabang dari pedagogik yang bertugas untuk menyusun system
pengetahuan yang bersifat teoritis mengenai pendidikan anak.
b. Pedagogik praktis merupakan cabang dari
pedagogic yang bertugas untuk menyusun system pengetahuan mengenai cara-cara
bertindak dalam praktek mendidik anak.
Pedagogik praktis berkenaan dengan cara-cara
bertindak dalam situasi pendididkan, yang didasari oleh pedagogic teoritis dan
sekaligus tertuju untuk merealisasikan konsep-konsep ideal yang tersusun dalam
pedgogik teoritis.
Sistematika pedagogik dari M.J. Langeveld, Madjid
Noor dan J.M.Daniel (1987:27) mendeskripsikan sistemtika pedagogik menjadi
sebagai berikut :
a. Pedagogik teoritis
terdiri atas Pedagogik Sistematis dan Pedagogik Historis. Pedagogik Historis
terdiri atas sejarah pendidikan dan pedagogik komparatif .sejarah pendidikan
dibedakan menjadi sejarah teori pendidikan dan sejarah praktek pendidikan.
b. Pedagogik Praktis
terdiri atas Pedagogik di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat.Pedagogik disekolah terdiri atas
administrasi sekolah, didaktik/metodik, dan kurikulum.
BAB
III
PERGAULAN
DAN PENDIDIKAN
A.
Pergaulan
Sebagai Tempat Fenomena Pendidikan atau Situasi Pendidikan
Manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya dan bergaul
dengan sesamanya. Didalam pergaulan tersebut tiap orang melakukan tindakan –
tindakan sosial tertentu, sehingga terjadi saling pengaruh mempengaruhi antara
manusia yang satu terhadap manusia lainnya.
Jenis pergaulan. Ada
Berbagai jenis pergaulan antar manusia. Berdasarkan pelakunya, pergaulan dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Pergaulan antara orang dewasa dengan
orang dewasa.
2.
Pergaulan antara orang dewasa dengan
anak (orang yang belum dewasa).
3.
Pergaulan antara anak dengan anak.
Situasi
Pergaulan. Dalam setiap jenis pergaulan terkadang
suatu situasi tertentu, yaitu suatu
keadaan yang mempunyai bentuk dan tujuan tertentu dari pergaulan yang
bersangkutan. Berdasarkan pengalaman hidup sehari – hari kita dapat membedakan
dua macam situasi pergaulan, yaitu :
1.
Situasi
pergaulan biasa atau situasi pergaulan bukan pendidikan.
Contoh : Untuk mencapai kesepakatan harga dalam rangka jual beli, ibu Anissa
menawar harga barang yang ditawarkan oleh Pak Rizal (situasi jual beli) ; dalam
rangka refreshing, Pak Jaja menonton acara televisi bersama keluarganya
(situasi hiburan / rekreasi). Dua orang anak sambil bercakap – cakap asyik
memainkan mobil – mobilan (situasi bermain).
2.
Situasi
pendidikan. Contoh : Pak Nana sedang membimbing anaknya
mengerjakan LKS demi keberhasilan anaknya dimasa depan.
Fenomena
Pendidikan Berada Didalam Pergaulan. Uraian diatas
menjelaskan kepada kita, bahwa didalam setiap pergaulan terkandung situasi
tertentu. Pergaulan itu mungkin mengandung situasi pergaulan biasa (situasi
bukan pendidikan), atau mungkin pula mengandung situasi pendidikan. Akhirnya
dapat disimpulkan : “sekalipun belum tentu semua pergaulan mengandung fenomena
pendidikan (situasi pendidikan), tetapi fenomena pendidikan (situasi
pendidikan) itu hakikatnya berada di dalam pergaulan”.
B.
Fenomena
Pendidikan Berlangsung dalam Pergaulan Orang Dewasa dengan Anak
Fenomena
pendidikan (situasi pendidikan) berada dalam pergaulan, namun tidak semua jenis
pergaulan mengandung situasi pendidikan. Sehubungan dengan ini muncul
pertanyaan didalam jenis pergaulan yang manakah fenomena pendidikan (situasi
pendidikan) itu berlangsung?
Berdasarkan
pelakunya pergaulan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pergaulan antara orang
dewasa dengan orang dewasa, pergaulan orang dewasa dengan anak, dan pergaulan
anak dengan anak. Hal ini seperti dinyatakan oleh M.J. Langeveld (1980 :20)
bahwa “ lingkungan tempat kita melihat fenomena pendidikan terlaksana terdapat
dalam pergaulan orang dewasa dengan anak “. Mengingat hal tersebut, maka
pendidikan atau kegiatan mendidik hanya akan berlangsung dalam pergaulan antara
orang dewasa dengan anak (orang yang belum dewasa).
C.
Sifat
– sifat Pergaulan Pendidikan
Fenomena
pendidikan (situasi pendidikan) berlangsung didalam pergaulan antara orang
dewasa dengan anak. Namun sekalipun demikian, tidak setiap pergaulan antara orang
dewasa dengan anak yang mengandung situasi pendidikan, sehingga dengan demikian
tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak dapat tergolong kedalam
pendidikan. Mengapa demikian? Sifat – sifat apakah yang harus terkandung dalam
pergaulan orang dewasa dengan anak sehingga mengandung situasi pendidikan atau
dapat tergolong kedalam pendidikan?
Perlu dipahami,
didalam pergaulan, tidak setiap tindakan atau pengaruh orang dewasa yang
diberikan kepada anak adalah mendidik. Contoh : “ pada saat ujian berlangsung,
karena takut murid – muridnya tidak lulus, seorang guru (pengawas ujian)
membiarkan murid – muridnya menyontek, bahkan guru tersebut memberitahu jawaban
soal ujian kepada murid – muridnya”. Sekalipun dilakukan oleh guru dan
berlangsung di sekolah, tetapi tindakan guru seperti itu jelas tidak mendidik.
Pengaruh orang
dewasa kepada anak dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh itu
diberikan secara sengaja dan bersifat
positif. Artinya, bahwa pengaruh itu
secara disadari diciptakan atau diberikan oleh orang dewasa kepada anak ;
selain itu bahwa isi tindakan atau pengaruhnya itu bersifat membantu anak agar
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atau terarah kepada pencapaian
kedewasaan. M. J. Langeveld (1980 : 20-21) mengemukakan adanya dua sifat
pergaulan dalam rangka pendidikan, yaitu :
1.
Bahwa dalam pergaulan orang berusaha
mempengaruhi;
2.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
(atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti sekolah, buku, peraturan,
hidup sehari – hari, dsb) yang ditujukan kepada anak agar mencapai kedewasaan.
D.
Kemungkinan
dan Sifat Perubahan Situasi Pergaulan Biasa Menjadi Situasi Pendidikan
Situasi
pergaulan biasa pada saat tertentu dapat diubah menjadi situasi pendidikan.
Sebaliknya, pada saat tertentu pula situasi pendidikan dapat berubah menjadi
situasi pergaulan biasa. “pergaulan itu seakan – akan disediakan untuk
memungkinkan munculnya gejala pendidikan dan yang setiap waktu pula bersedia
“menyimpan kembali” gejala pendidikan itu (M.J. Langeveld, 1980 : 29).
Situasi
pergaulan biasa antara orang dewasa dengan anak dapat berubah atau diubah
menjadi situasi pendidikan jika terpenuhinya duas sifat pergaulan pendidikan,
yaitu jika orang dewasa secara sengaja mempengaruhi anak agar mencapai
kedewasaan. Dalam pernyataan ini tersirat makna sebagai berikut : karena
pengaruh itu diberikan secara sengaja (disadari), maka dalam situasi pendidikan
seorang pendidik harus sudah mempunyai tujuan pendidikan tertentu ; untuk
mencapai tujuan tersebut pendidik memilihkan isi pendidikan (berupa
pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai – nilai) yang tepat bagi anak
didiknya ; adapun dalam rangka mempengaruhi anak, pendidik juga perlu
menggunakan cara dan alat pendidikan. Implikasi dari itu maka tanggungjawab
pendidikan berada pada pihak orang dewasa yang harus memberikan pengaruh
positif kepada anak yang diarahkan kepada pencapaian kedewasaan.
Pada saat
terpenuhinya kedua sifat diatas itulah situasi pergaulan biasa berubah menjadi
situasi pendidikan, sehingga orang dewasa yang bergaul dengan anak berkedudukan
sebagai pendidik, dan anak yang bergaul dengan orang dewasa berkedudukan
sebagai anak didik. Sebaliknya, apabila kedua sifat itu terpenuhi, maka
kedudukan orang dewasa tidak lagi sebagai pendidik, dan kedudukan anak pun
tidak lagi sebagi anak didik. Dalam keadaan demikian situasi pergaulan
pendidikan berubah kembali menjadi situasi pergaulan biasa (bukan situasi
pendidikan).
Sifat
yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi pergaulan
pendidikan. Menurut M.J. Langeveld (1980 : 30-31)
ada dua sifat yang harus diperhatikan apabila pendidik akan mengubah situasi
pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu :
1.
Kewajaran (wajar)
2.
Ketegasan (tegas)
Perlunya kewajaran dalam mengubah
situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan.
Dalam keadaan tertentu, pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi
pendidikan hendaknya dilakukan secara wajar sehingga tidak tampak jelas dan
tidak dirasakan kesengajaannya oleh anak didik, walaupun sesungguhnya
pengubahan situasi pergaulan itu secara sengaja diciptakan oleh pendidik. Dalam
keadaan seperti ini anak biasanya hampir tidak menyadari bahwa situasi
pergaulan yang sedang berlangsung telah berubah menjadi situasi pendidikan,
sehingga dengan demikian anak menerima pengaruh pendidik secara wajar pula.
Pengubahan
situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan yang berlangsung secara
wajar perlu dilakukan, sebab pengalaman membuktikan bahwa kesengajaan yang
terlalu nyata biasanya dianggap oleh anak didik sebagai pelanggaran atas hak
dan kebebasannya untuk menentukan sikapnya sendiri. Keadaan seperti ini akan
mengakibatkan anak didik memberikan perlawanan, protes atau menjauhkan diri
dari pendidiknya.
Perlunya
ketegasan dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan. Selain
harus dilakukan secara wajar, dalam rangka mengubah situasi pergaulan biasa
menjadi situasi pendidikan juga harus dilakukan secara tegas. Alasannya, bahwa
sifat pengubahan situasi seperti ini akan memberikan kejelasan bagi anak
tentang apa yang positif atau negatif, mana yang baik atau tidak baik, serta
menyadari apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Tegas disini
maksudnya harus menunjukkan kejelasan perbedaan antara pengetahuan, sikap,
nilai – nilai dan perbuatan yang benar atau baik dengan yang salah atau tidak
baik.
Kepercayaan
sebagai syarat teknik pendidikan. Dalam mengubah
situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan sebagaimana dikemukakan
diatas, berbagai hal yang baik dan berguna bagi anak didik ibaratnya
“dimasukan” kedalam pergaulan oleh pendidik. Sebaliknya berbagai hal yang tidak
baik, tidak berguna dan berbahaya bagi anak didik “dikeluarkan” oleh pendidik
dari pergaulan tersebut. Dalam rangka itu semua, untuk mengetahui kapan harus
“memasukan” hal yang baik dan kapan harus”mengeluarkan” hal yang tidak baik
dari pergaulan dengan anak, tentunya pendidik perlu “mengawasi” segala sesuatu
yang terjadi dalam pergaulan. Adapun “pengawasan” ini hendaknya dilakukan
secara wajar, agar pergaulan pun berlangsung secara wajar dengan hati terbuka
dari kedua belah pihak.
Lingkungan
Pendidikan. Pergaulan dalam rangka pendidikan berlangsung diberbagai
lingkungan. Secara umum lingkungan pendidikan dibedakan kedalam tiga jenis,
yaitu :
1. Lingkungan
pendidikan informal (keluarga)
2. Lingkungan
pendidikan formal (sekolah)
3. Lingkungan
pendidikan nonformal (masyarakat)
E.
Sifat
Pendidikan
Pergaulan
pendidikan harus memenuhi dua sifat , yaitu :
1. Adanya
tindakan / pengaruh yang disengaja dari pendidik kepada anak didik.
2. Tindakan
/ pengaruh itu bersifat positif, artinya diarahkan agar anak mencapai
kedewasaan. Dalam pernyataan tersebut terkandung makna bahwa tindakan /
pengaruh yang diberikan pendidik kepada anak didik dapat dikategorikan sebagai
pendidikan hanya apabila diupayakan secara disengaja dengan cara – cara yang
tidak melanggar nilai – nilai dan norma – norma yang diakui masyarakat.
Siapapun orang dewasa yang melakukan tindakan atau memberikan pengaruh kepada
anak, tetapi apabila tindakan atau pengaruhnya itu melanggat norma dan
bertentangan nilai – nilai yang baik yang diakui masyarakat, dan sejauh
tindakan atau pengaruhnya melanggar norma dan nilai – nilai yang diakui
masyarakat (tidak mengarah kepada pencapaian kedewasaan pada diri anak), maka
perbuatan demikian tidak tergolong kedalam pendidikan. Sebab itu, dinyatakan
bahwa pendidikan bersifat normatif.
Pendidikan
bersifat normatif, maka implikasinya bahwa tujuan, isi, cara dan alat
pendidikan yang digunakan pendidik semuanya harus diarahkan untuk membimbing anak
didik kepada hal – hal yang baik atau ke arah kedewasaan. Selain itu, bahwa
dalam rangka bertindak didalam pergaulan pendidikan, pendidik harus
memperhatikan dan mempertimbangkan aspek pribadi anak didik. Apakah
karakteristik anak didik berkenaan dengan keanakannya, minat, bakat, kemampuan,
dsb. Pendidik juga harus mempertimbangkan bahwa anak didik bukan hanya tumbuh
dan berkembang sehingga memiliki kecendrungan untuk menjadi “besar”, melainkan
juga”ketidakmampuan dan ketergantungannya” yang menuntut asuhan, bimbingan,
pengajaran dari pendidik. Selain itu pendidik pun harus sadar bahwa anak didik
pada dasarnya memiliki kebebasan dan keinginan untuk menjadi dirinya sendiri.
Semua itu benar – benar perlu diperhatikan, sebab “ pergaulan yang tidak
menghormati keanakan itu menunjukkan kekurangan dan ketidaksempurnaan pedagogis
( M. J. Langeveld, 1980 : 34). Pergaulan pendidikan yang tujuan, isi, metode,
dan alat pendidikannya tidak sesuai dengan kodrat, martabat dan nilai – nilai
kemanusiaan tidak dapat disebut sebagai pendidikan.
BAB
IV
KASIH SAYANG, KEWIBAWAAN, DAN
TANGGUNG JAWAB
Kasih
Sayang
Kasih sayang, kewibawaan,
dan tanggung jawab pendidikan merupakan ruh dalam pendidikan, tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut dapat dikatakan sebagai
prasyarat dalam melaksanakan pendidikan.
Kasih
sayang merupakan
pola hubungan yang unik diantara dua orang manusia atau lebih. Pola hungan ini
ditandai dengan oleh adanya perasaan sayang, saling mengasihi, saling
memperhatikan dan saling memberi.
Kasih sayang mengandung dua
makna, yakni penyerahan diri kepada yang dikasih sayangi dan pengendalian
terhadap yang disayangi.
·
Kasih sayang yang berlebihan
Kasih
sayang yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang negatif, diantaranya:
1.
Akan tumbuh sikap yang ingin selalu
diperlakukan secara istimewa.
2.
Anak yang selalu dimanja dapat mengalami
masalah dalam rumah tangganya di kemudian hari.
3.
Akan menjadi anak yang sangat rentan dalam
masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengambil risiko, tidak mau
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu mengharapkan uluran
tangan dari orang lain.
4.
Anak tidak mau mengembangkan diri karena
merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
5.
Anak yang selalu dimanjakan oleh orang tuanya
mungkin akan tumbuh menjadi manusia yang sombong, dan suka memaksakan kehendak.
6.
Anak yang hidup tanpa kasih sayang orang
tuanya, pada masa yang akan datang setelah ia dewasa ia akan menampakkkan
kebenciannya terhadap masyarakat sekitarnya, dan menunjukkan ketidakpeduliannya
terhadap orang lain.
·
Hidup tanpa kasih sayang.
Anak yang hidup tanpa kasih
sayang orang tuanya, pada masa yang akan datang setelah ia dewasa akan
menampakan kebenciannya terhadap masyarakat sekitarnya, dan menunjukan ketidak
peduliannya terhadap orang lain. Ia tidak menunjukan jiwa tolong menolong dan
belas kasih sayang terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga ia akan menjadi
manusia yang tidak berperasaan.
Peranan kasih sayang dalam
pendidikan di sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan
sikap, kepribadian dan perilaku anak di samping peran keluarga dan masyarakat.
Peran seorang guru dalam
menjalankan proses pendidikan, diantaranya: guru sebagai pembimbing, guru
pembentuk kepribadian, guru sebagai tempat perlindungan, guru sebagai figur
teladan,dan guru sebagai sumber pengetahuan.
Kewibawaan
Kewibawaan mempunyai
peranan penting dalam usaha menentukan dan merumuskan tujuan hakiki dan arti
pendidikan.
Kewibawaan merupakan syarat
mutlak dalam pendidikan, artinya jika tidak ada kewibawaan maka pendidikan itu
tidak mungkin terjadi. Sebab, dengan adanya kewibawaan segala bentuk bimbingan
yang diberikan oleh pendidik akan diikuti secara sukarela oleh anak didik.
Kewibawaan adalah suatu
pemgaruh yang diakui kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu yang memaksa.
Kewibawaan itu ada pada
orang dewasa terutama pada orang tua (ayah dan ibu).
Dalam arti sempit,
pendidikan baru dimulai setelah anak menghayati kewibawaan pendidik, seperti
yang dikatakan Langeveld (1980) bahwa pendidikan itu
baru akan dapat dimulai, apabila anak sudah mengakui atau menghayati kewibawaan
orang tua atau atau pendidiknya, dan anak sudah dapat mengakui kewibawaan
pendidiknya, apabila anak sudah memahami (mengerti) bahasa. Anak baru
dipandang memahami bahasa apabila anak sudah berumur 3 tahun.
Tahap-tahap proses
penerimaan norma oleh anak, yaitu :
a)
Anak menghadapi pendidik sebagai pendukung
norma tertentu, yang selalu dilihatnya melaksanakan norma itu. Pada mulanya
anak berpikir tindakan itu baik, karena dilakukan oleh pendidiknya, dan
tindakan itu adalah tidak baik, Karena dilarang oleh pendidik.
b)
Anak kemudian mengerti bahwa tindakan-tindakan itu atau tingkah laku
pendidiknya itu diatur oleh norma.
c)
Setelah anak dapat melihat norma terlepas
dari si pendukung norma, maka tindakan atau tingkah laku pendidik sebagai
pendukung norma, selalu dibandingkan dengan norma yang diketahui anak, juga
dengan peraturan atau norma yang dikatakan oleh pendidiknya itu.
d)
Bila ternyata pendidik mempunyai tingkah laku
yang cocok dengan norma yang dikemukakan atau dinasihatkan, maka anak akan
menerima norma itu dengan sukarela.
Perkembangan kewibawaan
anak didik ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan.
Kepercayaan merupakan
sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan berkembang. Pendidik harus
mempertahankan kewibawaan yang dimilikinya, sehingga kewibawaan tersebut harus
dipelihara dan dibinanya.
Lageveld (dalam Umar
Tirtaraharja, dkk, 2000) mengemukakan tiga sendi kewibawaan untuk
memeliharanya, yaitu: kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan
mendidik.
Dalam hal kepercayaan,
pendidik harus percaya bahwa dirinya bisa dan mampu mendidik dan juga harus
percaya bahwa anak didik dapat dididik.
Kemampuan mendidik dapat
dikembangkan melalui beberapa cara, diantaranya pengkajian terhadap ilmu
pengetahuan khususnya ilmu pendidikan, mengambil manfaat dari pengalaman kerja,
dan lain-lain. Bagi guru menguasai bahan/materi merupakan suatu keharusan untuk
mempertahankan kewibawaan.
Dalam mempertahankan
kewibawaan perlu didukung oleh keadaan batin pemilik kewibawaan (orang dewasa:orang
dewasa,guru dan yang lainnya), yaitu:
1.
Adanya rasa cinta.
2.
Adanya rasa demi kamu.
3.
Adanya kelebihan batin.
4.
Adanya ketaatannya kepada norma.
Faktor yang harus
diperhatikan pendidik dalam melaksanakan kewibawaan :
a.
Pendidik memberi kesempatan kepada anak untuk
berinisiatif, anak melakukan kegiatan atas inisiatif sendiri.
b.
Kewibawaan dilaksanakan atas dasar kasih
sayang pada anak.
Pendidik lama kelamaan
harus mengurangi kewibawaannya, hal ini berarti, bahwa semakin lama anak harus
diberi kesempatan untuk berdiri sendiri. Anak harus semakin diberi kesempatan
mengambil keputusan atas tanggung jawabnya sendiri. Agar kewibawaan yang
dimiliki oleh pendidik tidak goyah, tidak melemah, maka hendaknya pendidik itu
selalu :
1.
Bersedia memberi alasan
2.
Bersikap demi kamu (You Attitude)
3.
Bersikap sabar
4.
Bersikap memberi kebebasan
Tanggung
Jawab
Tanggung jawab adalah
berani menanggung risiko (akibat) dari suatu perbuatan atau tindakan yang
dilakukan.
Tanggung jawab dimaksudkan
sebagai suatu keadaan dimana semua tindakan atau sikap merupakan penjelmaan
dari nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kesusilaan dan atau keagamaan.
Seseorang yang bertanggung
jawab tidak akan melakukan tindakan, perbuatan, atau sikap bertentangan atau
melanggar nilai-nilai susila ataupun agama.
Dalam undang - undang nomor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang merupakan suatu landasan moral bagi
guru untuk menjalankan tugasnya secara professional. Karena itu guru yang
bertanggung jawab senantiasa akan berbuat dan bertindak tidak keluar dari UU tersebut.
Tanggung jawab dalam
pendidikan pun telah tercantum dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 aspek dalam
melaksanakan tanggung jawab pendidikan :
- Manusia sebagai makhluk Tuhan
- Manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam
BAB
V
TUJUAN
PENDIDIKAN
Tujuan
pendidikan adalah salah satu unsur pedidikan berupa rumusan tentang apa yang
harus dicapai oleh anak didik; yang berfungsi sebagai pemberi arah bagi semua
kegiatan pendidikan (menjadi pedoman). Menurut M.J.Langeveld (1980) tujuan umum
pendidikan adalah kedewasaan atau manusia dewasa. Hoogveld mengartikan
kedewasaan sebagai manusia yang dapat melaksanakan tugas hidupnya secara
mandiri. Perbedaan cara pandang / pandangan hidup akan mengakibatkan adanya
perbedaan tentang rumusan tujuan pendidikan.
Jenis tujuan pendidikan menurut
M.J.angeveld (1980) terdapat enam jenis tujuan pendidikan yaitu, 1) tujuan
umum, 2) tujuan khusus, 3) tujuan insidental, 4) tujuan tentatif, 5) tujuan tak
lengkap, 6) tujuan intermedier
Tujuan pendidikan dilihat dari segi waktu.
Tujuan pendidikan dapat dilihat dari lamanya pendidikan. Ada tujuan yang
pendidikan yang sifatnya sementara, bersifat seperti terminal, tempat berhenti
sementara namun merupakan kebutuhan.
Tujuan
pendidikan dilihat dari perkembangan anak sebagai pribadi. Pendidikan
membantu anak untuk menjadi suatu “pribadi” yang utuh, tidak hanya berkembang
intelektualnya saja, melainkan seluruh potensi anak harus berkembang. Dengan
istilah sekarang, kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
spiritual anak, harus menyatu dalam diri anak.
Kedewasaan
sebagai tujuan pendidikan. Pendidikan dalam arti
sempit ialah pendidikan bertujuan menjadikan anak dewasa. Dewasa disini ialah
dewasa dalam arti penuh bukan hanya secara biologisnya saja melainkan secara
biologis, ekonomi, psikologi, dan sosial.
Penjabaran tujuan pendidikan
nasional menghasilkan hierarki tujuan pendidikan, sbb: 1) tujuan pendidikan
nasional, 2) tujuan institusional, 3) tujuan Kurikuler, 4) tujuan instruksional
atau pengajaran, yang meliputi a. Tujuan pengajaran umum, dan b.tujuan
pengajaran khusus.
Keseluruhan tujuan
pendidikan dibagi menjadi tiga kawasan (domain), yaitu kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Kawasan kognitif mencakup kemampuan-kemampuan intelektual mengenai lingkungan.
Kawasan efektif mencakup
kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuau hal.
Sedangkan kawasan psikomotor
mencakup kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan.
BAB
VI
PENDIDIK DAN ANAK DIDIK
A.
Pengertian
pendidik
Pendidik adalah
orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa menuju ke arah
kedewasaan. Pendidik merupakan orang yang bertangung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasarannya adalah anak didik. Anak didik mengalami
pendidikannya dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pendidikan menurut langeveld adalah
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencpai kedewasaannya.dari pengertian tersebut,terdapat dua manusia yang
terkait yaitu orang dewasa, dialah yang
menjadi pendidk, dan anak (manusia
yang belum dewasa) yang menjadi anak didiknya. Jadi pendidik adalah orang
dewasa yang secara kodrati atau karena
tugasnya bertugas untuk membimbing anak menjadi dewasa.
Pendidik
harus orang dewasa karena tidak mungkin pendidik membawa anak sebagai manusia
yang belim dewasa dibawa kepada kedewasaannya oleh manusia yang belum dewasa.
Orang
dewasa merupakan manusia yang sudah mandiri, tidak tergantung pada orang lain,
tidak tergantung kepada pendapat orang lain tentang harga dan martabat dirinya,
dan kesanggupannya. Untuk membedakan
gejala- gejala keanakan dan kedewasaan, Ngalim Purwanto(2004) mencoba
membandingkannya sebagai berikut :
No
|
Keanakan
|
Kedewasaan
|
1.
|
Mencari
bentuk
|
Menampakakan
diri sebagai bentuk
|
2.
|
Tak
mempunyai ketetapan
|
Beranggapan
memiliki ketetapan
|
3.
|
Tak
ada kemerdekaan
|
Merdeka
|
4.
|
Mudah
berubah
|
Tetap,
stabil
|
5.
|
Lemah
|
Kuat
|
6.
|
Memerlukan
bantuan
|
Membantu
|
7.
|
Sangat
mudah terpengaruh
|
Tidak
tergantung kepada orang lain
|
B.
Jenis-
jenis pendidik
Pendidik pertama
ialah pendidik yang disebabkan kewajaran tanggung jawab untuk membimbing anak,
yaitu para orangf tua, yaitu ayah dan ibu.
Pendidik kedua
ialah pendidik yang memperoleh tugas , krena orang tua untuk sementara tidak
mampu melaksanakn pendidikan. Pendidik kedua ialah pendidik sebagai suatu profesi yang karena jabatannya ia harus mendidik
anak, misalnya guru di sekolah.
Untuk menjadi seorang
pendidik, ada beberapa hal yang harus dimiliki seorang guru:
1.
Guru harus sudah memiliki kedewasaan
2.
Guru harus mampu menjadikan dirinya
sebagai teladan. Dia tidak perlu mengangap
dirinya sebagai manusia super, manusia yang tidak pernah melakukan kekeliruan
dan kesalahan.
3.
Guru harus mampu menghayati kehidupan
anak, serta bersedia membantunya.
4.
Guru harus mengikuti keadaan kejiwaan
dan perkembangan anak didik.
5.
Guru harus mengenal masing- masing anak
secara pribadi.
6.
Guru harus menjadi seorang pribadi.
C.
Ciri-ciri
Pendidik
a)
Adanya Kewibawaan.
Ciri utama seorang pendidik adalah
adanya kewibawaan yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan
merupakan suatu pancaran batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap
untuk mengakui, menerima dan menuruti dengan penuh pengertian atas pengaruh
tersebut.
b)
Mengenal
Anak Didik
Ciri kedua
seorang pendidik adalah mengenal anak
didiknya, yakni sifat anak secara umum, anak usia kelas rendah berbeda sifatnya
dengan anak usia kelas tinggi, begitu pula secara khusus setiap anak walau
dalam satu kelas dan usia yang tidak jauh berbeda, sifatnya secara khusus
berbeda pula.
c) Membantu Anak Didik
Ciri ketiga
seorang pendidik adalah mau membantu anak didiknya, dan bantuan yang diberikan
harus sesuai dengan yang diharapkan anak didiknya.
D. Syarat-syarat Pendidik
Edi Suardi
(1984) mengungkapkan bahwa seorang pendidik harus memenuhi beberapa persyaratan,
yakni :
a) Seorang
pendidik harus mengetahui tujuan
pendidikan. Sudah tentu tujuan akhir pendidikan harus ia sadari benar.
Dalam hal itu pendidik harus banyak mempunyai pengetahuan tentang apa yang
disebut manusia dewasa, sesuai dengan tempat dan waktu. Di Indonesia ia harus
mengenal tujuan pendidikan nasional atau cita-cita nasional tentang manusia
Indonesia.
b) Seorang
pendidik harus mengenal anak didiknya.
c) Seorang
pendidik harus tahu prinsip dan
penggunaan alat pendidikan. Ia harus tahu pula memilih mana yang cocok
untuk anak ini pada situasi tertentu. Untuk itu ia harus dapat menentukan jalan
atau prosedur mendidikyang bagaimana yang harus ia gunakan atau tempuh.
d) Untuk
dapat melakukan tugasnya yang menghendaki pengetahuan dan kesabaran itu ia
harus mempunyai sikap bersedia membantu
anak didik. Tanpa itu ia merupakan orang yang bertindak mekanis, seperti
robot, atau kadang-kadang diluar kesadarannya, berlaku kurang cocok sebagai
pendidik, misalnya kurang sabar.
tambahan saja untuk dimasukan referensi nya biar lebih kuat tulisan nya ,,, nuhun
BalasHapus