BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Inteligensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap insan. Inteligensi ini sangat erat kaitannya
dengan kehidupan manusia dalam keberhasilan, dan kesuksesan. Namun tingkat
inteligensi yang dimiliki setiap orang pastilah berbeda. Ini dikarenakan bahwa
inteligensi seseorang memang tergantung pada faktor-faktor yang membentuk
inteligensi itu sendiri.
Sebenarnya inteligensi itu menurut
“Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental
terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para
ahli untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat inteligensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus
kita perhatikan supaya inteligensi yang kita miliki bisa meningkat.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.
Jelaskan
pengertian inteligensi?
2.
Jelaskan
teori – teori inteligensi?
3.
Jelaskan
ciri – ciri perbuatan inteligen?
4.
Jelaskan
klasifikasi inteligensi (IQ)?
5.
Jelaskan
hubungan inteligensi dengan kreativitas?
6.
Jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi
terhadap perubahan inteligensi?
7.
Jelaskan
hubungan inteligensi dengan kehidupan seseorang?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Selain itu juga bertujuan agar dapat memahami
secara mendalam mengenai :
1.
Pengertian
Inteligensi
2.
Teori – Teori Inteligensi
3.
Ciri – Ciri Perbuatan Inteligen
4.
Klasifikasi Inteligensi (IQ)
5.
Hubungan Inteligensi Dengan Kreativitas
6.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terhadap
Perubahan Inteligensi
7.
Hubungan
Inteligensi Dengan Kehidupan Seseorang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inteligensi
Inteligensi erat sekali hubungannya dengan intelek. “inteligensi” berasal dari
bahasa latin yaitu intellegere, yang berarti memahami. Intellectus
atau intelek adalah bentuk participium
perpectum (pasif) dari Intellegere; sedangkan intellegens atau inteligensi adalah
bentuk participium praesens (aktif) dari kata yang sama. Bentuk – bentuk kata ini
memberikan indikasi kepada kita bahwa intelek lebih bersifat pasif atau statis
(being, potensi), sedangkan
inteligensi lebih bersifat aktif (becoming,
aktualisasi). Berdasarkan
pemahaman ini, bisa kita simpulkan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk
memahami, sedangkan
inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya
atau potensi tersebut.
Sehubungan dengan pengertian ini, ada yang mendefinisikan inteligensi
sebagai: “Kemampuan untuk berfikir
secara abstrak” (Terman); “Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya” (Colvin); ada pula yang mendefinisikan inteligensi sebagai
“intelek plus pengetahuan” (Henmon); “Teknik untuk memproses informasi yang
disediakan oleh indra” (Hunt).
Inteligensi dibawa secara hereditas atau keturunan
dan dipengaruhi oleh lingkungan, inteligensi tidak mungkin akan berkembang
dengan optimal tanpa lingkungan. Kecakapan yang dibawa secara hereditas atau
pembawaan yaitu disebut dengan kapasitas, sedangkan kecakapan yang dimiliki
seseorang berkat usaha belajar yang dilakukannya disebut abilitas.
Pengertian inteligensi dikemukakan menurut beberapa ahli yaitu :
1.
Menurut S. C. Utami Munandar
Secara umum inteligensi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a.
Kemampuan untuk berfikir abstrak
b.
Kemampuan untuk menangkap hubungan – hubungan dan untuk belajar
c.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi – situasi baru.
Perumusan pertama melihat inteligensi sebagai
kemampuan berfikir; perumusan kedua
sebagai kemampuan untuk belajar; dan
perumusan ketiga sebagai kemampuan untuk menyesuaikan
diri. Sekalipun
menunjukan aspek – aspek yang berbeda dari inteligensi, ketiga aspek tersebut saling
berkaitan.
2.
Menurut Alfred Binet
Inteligensi mempunyai tiga aspek kemampuan yaitu :
a.
Direction, kemampuan untuk memusatkan pada
suatu masalah yang harus dipecahkan.
b.
Adaptation, kemampuan untuk mengadakan
adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapi
masalah.
c.
Criticism, kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang
dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
3.
Menurut L. L. Thurstone
Ia mengemukakan teori multifaktor yang
meliputi 13 faktor. Diantara ketiga belas faktor
tersebut, ada 7 faktor yang merupakan faktor dasar (primary abilities), yaitu :
a. Verbal Comprehension (V), kecakapan untuk
memahami pengertian yang diucapkan dengan kata – kata.
b. Word Fluency
(W), kecakapan dan kefasihan menggunakan kata – kata.
c. Number (N),
Kecakapan untuk memecahkan masalah matematika (penggunaan angka/bilangan).
d. Space (S),
kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal,seperti
menggambar design from memory.
e. Memory (M),
kecakapan untuk mengingat.
f. Perceptual
(P), kecakapan mengamati dan menafsirkan, mengamati persamaan dan perbedaan
suatu objek, tes ini kadang – kadang dihilangkan dalam beberapa bentuk.
g. Reasoning
(R), kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip – prinsip.
4.
Menurut Edward Thorndike
Mengemukakan bahwa :
“ intelligence is demonstrable in
ability of the individual to make good responses
from the stand point of truthor fact ” (Inteligensi adalah kemampuan individu
untuk memberikan respons yang tepat (baik) terhadap stimulus yang diterimanya).
5.
Menurut George D. Stodard
Stodard mengartikan inteligensi sebagai berikut :
“Inteligensi adalah kecakapan dalam menyatakan tingkah laku, yang memiliki ciri – ciri sebagai
berikut” :
a. mempunyai tingkat kesukaran
b. kompleks
c. abstrak
d. ekonomis
e. memiliki nilai – nilai social
f. memiliki daya adaptasi dengan
tujuan
g. menunjukan kemurnian (original)
6.
Menurut William Stern
Stern mengemukakan bahwa :
“Inteligensi merupakan kapasitas atau kecakapan umum pada individu secara
sadar untuk menyesuaikan pikirannya pada situasi yang dihadapinya”.
7.
Menurut Lewis Medison
Terman
Menurut Terman, inteligensi terdiri atas dua faktor, yakni :
“General ability (faktor G), yaitu kecakapan umum” dan “Special
ability (faktor S), yaitu kecakapan khusus “. Faktor G
dan factor S bukan merupakan faktor yang terpisah, tetapi bekerjasama sebagai
kesatuan yang bulat. Teori dari Terman ini dikenal dengan teori dwi faktor (two factor theory)”.
8.
Menurut Whitherington
Dalam bukunya Educational Psychology, Whitherington mendefinisikan
inteligensi sebagai berikut :
“excellence of performance as
manifested in efficient activity “ (inteligensi adalah kesempurnaan
bertindak sebagaimana dimanifestasikan dalam kemampuan – kemampuan / kegiatan –
kegiatan) berikut :
a. Facility in the use of numbers (fasilitas dalam menggunakan bilangan dan
angka).
b. Language efficiency (efisiensi penggunaan bahasa).
c. Speed of perception (kecepatan pengamatan).
d. Facility in memorizing (fasilitas dalam mengingat)
e. Facility in comprehending relationship (fasilitas dalam memahami hubungan).
f. Imagination
(menghayal atau mencipta) (Effendi & Praja, 1993).
Menurut Whitherington, inteligensi atau
kecerdasan sebetulnya kurang tepat, yang lebih tepat adalah “kelakuan cerdas”. Alasannya, kalau disebut inteligensi, seakan – akan inteligensi itu
melekat pada badan, sedangkan menurutnya, inteligensi bukan merupakan suatu
benda, melainkan suatu pengertian, sebagai “suatu arti umum, yang di abstraksikan (ditarik) dari suatu deret atau kelompok arti khusus dalam keadaan khusus”.
Pengertian itu, menurut Whitherington, mempunyai isi dan luas. Isi pengertian ialah segenap ciri
– ciri hakiki (ciri yang harus ada) dari suatu pengertian. dan luas pengertian ialah segenap
hal yang ada pada pengertian tersebut. Pengertian inteligensi, Menurut Whitherington, mempunyai ciri – ciri hakiki sebagai berikut :
a. Cepat ; makin cepat suatu
pekerjaan diselesaikan,makin cerdaslah orang yang menyelesaikan.
b. Cekatan ; biasanya dihubungkan
dengan pekerjaan tangan ; dengan mudah dan ringkas menjelaskan sesuatu.
c. Tepat ; sesuai dengan runtutan
keadaan ; misalnya mengukur jalan yang panjang dengan besaran yang benar pula.
Juga berarti mengukur dengan tepat ; tidak lebih tidak kurang.
Dengan demikian, Whitherington menyimpulkan
bahwa inteligensi adalah kesempurnaan perbuatan kecerdasan. Yang dimaksud
kecerdasan ialah kecerdasan (activity)
yang efisien, apabila memenuhi
ketiga ciri – ciri hakiki inteligensi tersebut.
Meskipun terdapat berbagai pendapat menurut
para ahli dalam mendefinisikan intelegensi, namun pada dasarnya sama, yaitu
intelegensi merupakan kekuatan yang dapat melengkapi akal pikiran manusia dengan
gagasan abstrak yang universal untuk dijadikan sumber tunggal pengetahuan
sejati. Selain itu, Intelegensi secara umum dapat juga diartikan sebagai suatu
tingkat kemampuan dan kecepatan otak mengolah suatu bentuk tugas atau
keterampilan tertentu. Sedangkan menurut Claparde dan Stern intelegensi adalah
kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi
baru.
B.
Teori – Teori Inteligensi
Inteligensi sebagai suatu kemampuan dasar yang bersifat umum telah
berkembang berbagai teori inteligensi yaitu diantaranya :
1.
Teori Daya (Faculty Theories)
Teori ini dapat dipandang sebagai teori
yang tertua. Teori ini mengungkapkan
bahwa jika manusia terdiri dari berbagai daya misalnya seperti ingatan,
fantasi, penalaran, deskriminasi, dsb. masing –
masing daya pada jiwa manusia terpisah antara
yang satu dengan yang lainnya. Daya – daya tersebut dapat dilatih dengan materi
yang sulit. Berdasarkan teori ini
maka timbulah teori disiplin mental dalam bidang pendidikan.
2.
Teori Dwi Faktor ( The Two – Faktor Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Charles
Spearman seorang ahli psikologi Inggris. Charles Spearman mendasarkan teori pada analisis faktor inteligensi. Menurut pendapat Spearman bahwa kecakapan intelektual terdiri dari
dua macam kemampuan mental yaitu inteligensi umum yang disebut dengan general
factor (factor g) dan kemampuan khusus (special factor atau factor s). Kedua faktor ini baik faktor g maupun faktor s bekerja bersama –
sama sebagai suatu kesatuan. Spearman berpendapat bahwa kemampuan seseorang bertindak
dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan umum maupun kemampuan
khusus.Jadi setiap faktor baik faktor g maupun faktor s memberi sumbangan pada
setiap perilaku yang inteligen.
3.
Teori Multi Faktor
Teori ini dikembangkan oleh E. L. Thorndike. Menurut Thorndike, inteligensi itu menyatakan pertalian aktual
Maupun potensial yang khusus antara stimulus respon. Dia mengemukakan empat atribut inteligensi yaitu : tingkatan,
rentang, daerah, dan kecepatan. Dengan
demikian Thorndike adalah penentang utama dari teori inteligensi umum.
4.
Teori Primary Mental
Abilities
Teori ini dikemukakan oleh Thurstone yang
berpendapat bahwa kognitif merupakan penjelmaan dari kemampuan primer yaitu
kemampuan :
a. Berbahasa (Verbal Comprehension)
b. Mengingat (Memory)
c. Berfikir Logis (Reasoning)
d. Pemahaman ruang (Spatial Faktor)
e. Bilangan (Numerical Ability)
f. Menggunakan kata – kata (Wored Fluency)
g. Mengamati dengan cepat dan cermat (Perceptual Speed)
5.
Teori Triachic Of
Intelligence
Teori ini dikemukakan oleh Robert Stan Berg. Dalam teori ini
menjelaskan bahwa kemampuan berfikir individu terbagi dalam tiga kemampuan
mental, yaitu :
- Proses mental (berfikir) dalam proses mental ini terdiri sari tiga bagian, yaitu :
1) Meta
Component, adalah perencanaan, aturan dan pemantauan. Contohnya :
mengidentifikasi masalah, alokasi perhatian, dan pemantauan bagaimana strategi
dilaksanakan.
2) Performance
Component, adalah melaksanakan strategi yang terseleksi, melalui komponen ini memungkinkan kita untuk mempersepsi dan
menyimpan informasi baru.
3) Knowledge
– Acquisition Component, adalah memperoleh
pengetahuan baru seperti memisahkan informasi yang relevan dengan yang tidak
relevan dalam rangka memahami konsep – konsep baru.
- Coping With New Experience, ialah tingkah laku kognitif yang dibentuk melalui dua karakteristik yaitu insight atau kemampuan untuk menghadapi situasi baru secara efektif. Dan automaticity atau kemampuan untuk berfikir dan memecahkan masalah secara otomatis dan efisien.
- Adapting To Environment, adalah kemampuan untuk memilih dan beradaptasi dengan tuntutan normal lingkungan.
6.
Teori
Struktur Intelek
Teori struktur intelek dikembangkan oleh Guilford. Dalam teorinya Guilford
mengklasifikasikan inteligensi menjadi tiga dimensi, yaitu dimensi operasi, isi
dan produk. Masing – masing dimensi terdiri dari kecakapan intelek. Dimensi
tersebut diantaranya :
a. Operasi (proses atau
tindakan) yang dilakukan, yaitu :
1) Kognitif
2) Memori
3) Berfikir divergen
4) Berfikir konvergen
5) Evaluasi
b. Dimensi Isi (Materi
atau isi kegiatan intelektual)
1) Figural
2) Simbolik
3) Semantik
4) Behavioral
c. Dimensi Produk
(semacam produk / hasil dari penerapan tindakan – tindakan tertentu pada suatu
jenis materi tertentu), yaitu :
1) Satuan
2) Kelas
3) Hubungan
4) Sistem
5) Transformasi
6) Implikasi
C.
Ciri –
Ciri Perbuatan Inteligen
Suatu perbuatan
dianggap inteligen bila memenuhi beberapa syarat antara lain :
1. Masalah yang dihadapi banyak sedikitnya
merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan.
misalnya ada soal : “mengapa api jika ditutup dengan sehelai karung bisa padam?
Ditanyakan kepada anak yang baru bersekolah dapat menjawab betul maka jawaban
itu inteligen. Tetapi jika pertanyaan itu dijawab oleh anak yang baru saja
mendapat pelajaran ilmu alam tentang
api, hal itu tidak dapat dikatakan inteligen.
2. Perbuatan inteligen sifatnya serasi tujuan
dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan yang hendak diselesaikannya,
dicarinya jalan yang dapat menghemat waktu maupun tenaga. Saudara kehilangan
pulpen di suatu lapangan. Bagaimana mencarinya? Bagaimana menebang pohon –
pohon di rimba raya, agar dalam waktu singkat dapat merobohkan banyak pohon?
Cara mengambil buah kelapa di Lampung dengan memakai galah yang panjang,
sedangkan di daerah Jawa pada umumnya dengan memanjat batangnya satu – satu.
Mengapa?
3. Masalah
yang dihadapi, harus mengandung suatu tingkat kesulitan bagi yang
bersangkutan. Ada suatu masalah yang bagi orang dewasa mudah
memecahkan /menjawabnya, hampir tidak berfikir, sedang bagi anak – anak harus
dijawabnya dengan otak, tetapi dapat. Jawaban anak itu inteligen.
4. Keterangan
pemecahannya harus dapat diterima oleh masyarakat. Apa yang harus anda
perbuat jika anda lapar ? kalau jawabnya : saya harus mencuri makanan. Tentu
saja jawaban itu tidak inteligen.
5. Dalam berbuat inteligen seringkali
menggunakan daya mengabstraksi. Pada waktu berfikir, tanggapan –
tanggapan dan ingatan – ingatan yang tidak perlu harus disingkirkan. Apakah
persamaan antara jendela dan daun ? jawaban yang benar memerlukan daya
mengabstraksi.
6. Perbuatan inteligen bercirikan kecepatan.
Proses pemecahannya relatif cepat, sesuai dengan masalah yang dihadapi.
7. Membutuhkan pemusatan perhatian dan
menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang
dihadapi. Apa yang akan saudara perbuat jika sekonyong –
konyong saudara melihat orang yang bertubruk mobil dan pertolongan saudara
sangat diperlukan?
D.
Klasifikasi Inteligensi
(IQ)
Wechsler salah seorang ahli yang
memperkenalkan lkasifikasi inteligensi (IQ) manusia dalam rentangan skala
yang dimulai dari 0 (nol) sampai dengan 200, dimana bilangan 100 merupakan
titik tengah dinyatakan untuk kelompok average (rata – rata). Menurutnya kalau
semua orang di dunia diukur inteligensinya, maka akan terdapat orang – orang
yang sangat pandai sama banyaknya dengan orang – orang yang sangat bodoh. Bila
test inteligensi yang telah dibakukan dipakai, maka ternyata separuh dari
jumlah anggota masyarakat (populasi) termasuk antara IQ 90 – 100. Sekitar 2/3
dari kelompok dengan IQ antara 85 dan 115. Diperkirakan ada sekitar 95%
mempunyai IQ antara 130 dan 70.
Perhatikan diagram
berikut ini :
Diatas 140 Genius
130 – 140
Sangat Superior
(gifted)
120 – 130
Superior (Rapid
learning)
110 – 120
Cerdas (diatas rata –
rata)
90 – 110 Normal
(Average)
80 – 90
Dull normal (kurang
cerdas)
70 – 80
Borderline (slow
learning)
50 – 70
Debil (educable)
25 – 50 Imbesil
(trainable)
Dibawah 25 Idiot
(defendent)
Berdasarkan
klasifikasi inteligensi diatas kita dapat mengetahui inteligensi (IQ) seseorang
dengan melalui tes, yang disebut dengan tes inteligensi. Tes inteligensi ini
banyak jenisnya yang dikembangkan oleh para ahli psikologi, diantaranya :
Wechsler
mengembangkan tes inteligensi individual seperti :
1.
Wechsler Bellevue Intelligence Scale (WIBS)
2.
Wechsler Intelligence Scale For Children (WISC)
3.
Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS)
4.
Wechsler Preschool And Primary Schale Of
Intelligence (WPPSI)
Rumus untuk
menentukan inteligensi (kecerdasan) seseorang sebagai berikut :
IQ =
Keterangan :
IQ (Intelligence Quotien) = Inteligensi (kecerdasan)
MA (Mental Age) =
Umar Mental
CA (Cronological Age) = Umur Kalender
100 =
Bilangan Tetap
MA diperoleh dari
skor tes inteligensi.
CA ditentukan
berdasarkan bulan dan tahun individu seseorang itu dilahirkan. Tes inteligensi
ini biasanya dilakukan oleh para ahli psikologi yang disebut dengan psikolog
atau oleh konselor yaitu guru yang bertugas di sekolah – sekolah dalam
memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada murid – murid atau siswa.
Seandainya kita
sebagai guru menghadapi murid yang mengalami kesulitan dalam belajarnya yang
sangat berat dibandingkan dengan teman – teman yang lainnya, lalu kita ingin
mengetahui penyebab kesulitan yang dialaminya itu apakah faktor intern dan
ekstern, faktor intern kemungkinan disebabkan oleh tingkat kecerdasannya, lalu
jauh atau tidak ada psikolog (konselor) kita sebagai guru bisa melakukan untuk
mengukur tingkat kecerdasan murid kita dengan cara yang sederhanan yang
menggunakan rumus seperti X 100, hanya untuk menentukan usia mental atau MA
dilakukan dengan cara sederhana yang berpedoman pada pembelajaran yang disusun
berdasarkan rencana pembelajaran bagi tiap – tiap tingkat umur normal atas
dasar pembelajaran tingkat kelas itu sebagai berikut :
Untuk umur 7 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 1
Untuk umur 8 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 2
Untuk umur 9 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 3
Untuk umur 10 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 4
Untuk umur 11 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 5
Untuk umur 12 th.
Dengan pelajaran kecerdasan kelas 6
Dengan pedoman kasar
ini telah dapat memulai dengan pekerjaan kita untuk menetapkan anak mana yang
tergolong anak kesulitan belajar, yang perlu mendapat pendidikan setara
individual (perorangan). Satu – satunya usaha kita untuk menolong anak yang
kurang maju atau anak kesulitan belajar itu ialah dengan melaksanakan penyajian
bahan pelajaran setara individual. Sistem individual itu dapat menolong anak,
karena merupakan suatu bimbingan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan
kemampuan tiap anak.
Untuk mendapatkan
gambaran apakah seseorang anak dapat digolongkan kedalam golongan anak
kesulitan belajar, sasaran kita adalah sebagai berikut :
·
Kita terimalah, bahwa rencana pelajaran SD itu
adalah rencana pelajaran yang telah disesuaikan dengan perkembangan kemampuan
anak normal. Anak normal dengan (rata – rata) umur 7 tahun telah dianggap
matang untuk menerima pelajaran pada kelas permulaan (kelas 1) SD. Hal itu
telah dibuktikan oleh penilaian naik kelas, bahwa anak normal (rata – rata)
umur 7 tahun dalam perkembangannya selama satu tahun benar – benar menunjukan
dapat menguasai pelajaran kelas satu sampai akhir pelajaran.
·
Anak yang dapat mengikuti rencana pelajaran adalah
anak yang termasuk klasifikasi anak normal, yang dianggap memiliki kemampuan
atau kepandaian kurang lebih 100% menurut rumus 8/8 X 100 dengan menunjukan IQ
100. Angka 8 atas menunjukan umur kecerdasan, bahwa anak itu selama setahun
dapat menguasai pelajaran kelas satu sesuai dengan rencana pelajaran. Angka 8
bawah menunjukan umur kalender anak itu setelah satu tahun mengikuti pelajaran
kelas satu.
·
Anak yang tidak naik kelas kita anggap untuk
sementara anak yang mempunyai perkembangan kemampuan dibawah normal. Kita
anggap sementara, sebab belum kita uji benar – benar kecerdasannya. Ada
kemungkinan anak tidak dapat mengikuti pelajaran itu, karena ada hal – hal atau
pengaruh lain, padahal inteligensinya normal. Misalnya anak itu tidak pernah
belajar dirumah, karena tidak ada pengawasan dan bimbingan dari orang tua /
keluarganya, sehingga waktunya itu dipergunakan untuk bermain – main saja.
·
Setelah kita uji dengan pertanyaan – pertanyaan
dan percobaan – percobaan, yang memerlukan kecerdasan, maka barulah dapat kita
tentukan normal tidaknya anak itu. Dalam memberikan pengujian (tes) itu
hendaknya diusahakan situasi yang wajar, situasi yang akrab antara penguji
dengan anak itu. Begitu pula kesehatan anak harus berada dalam kondisi yang
baik.
·
Bagi anak umur 8 tahun (umur setelah setahun) yang
tidak naik kelas (kelas satu) belum dapat kita buat perumusan 7/8 X 100, sebab
belum tentu anak itu memiliki perkembangan umur kecerdasan 7 tahun. Barangkali
umur kecerdasan dibawah umur 7 tahun. Misalnya anak yang telah dapat menghitung
sampai 20 serta dapat menjawab 3 + 2 = 5, yang merupakan hafalan saja, belum
tentu dapat menjawab pertanyaan kecerdasan 3 + . . . = 5 ; .....+ 2 = 5 ;
.....+ ...... = 5 dsb. Maka untuk menetapkannya perlu di tes dahulu terutama
kecerdasannya. Selain dengan berhitung, dapat pula tes itu dilakukan dengan
bahasa, seperti menjawab pertanyaan – pertanyaan :
ü Untuk apa mata?
ü Untuk apa telinga?
ü Untuk apa mulut?
Dapat juga anak itu
kita suruh membedakan benda – benda mana
yang lebih tinggi, lebih besar, lebih banyak, dsb. Juga dengan menyatukan
kembali gambar – gambar yang telah dipotong – potong menjadi beberapa bagian.
Disamping itu dapat pula diperhatikan kecakapan lainnya dan tingkah lakunya.
Walaupun agar sukar untuk menentukannya, dapat juga kita membandingkan anak itu
dengan anak normal pada umur tertentu. Misalnya anak yang berumur 10 tahun
dapat kita bedakan tingkah lakunya dengan anak yang berumur 7 tahun, yang kedua
– duanya termasuk anak normal.
·
Anak umur 10 tahun dengan melalui tes menunjukan
perkembangan umur kecerdasan 8 tahun, maka dengan perumusan 8/10 X100 = IQ 80
anak tersebut telah termasuk kedalam klasifikasi anak kesulitan belajar
kelompok debil.
·
Anak yang telah berumur 14 tahun setelah melalui
tes menunjukan umur kecerdasan 7 tahun ; maka perumusannya 7 / 14 X 100 = IQ
50, yang menunjukan anak tersebut termasuk klasifikasi kelompok imbesil.
Dengan demikian
kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu atau seseorang berbeda – beda
tingkatannya. Setiap tingkatan inteligensi yang dimiliki individu itu
menunjukan karakteristik atau ciri – ciri berbeda - beda contohnya :
1.
Tingkat inteligensi diatas 120 yang disebut anak
cerdas dan berbakat, ciri – cirinya sebagai berikut :
a.
Membaca pada usia lebih muda.
b.
Membaca lebih cepat dan lebih banyak.
c.
Memiliki perbendaharaan yang luas.
d.
Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat.
e.
Mempunyai minat yang luas, juga terhadap masalah
“dewasa”
f.
Mempunyai inisiatif, dapat bekerja sendiri.
g.
Menunjukan keaslian (orisinilitas) dalam ungkapan
verbal.
h.
Memberi jawaban – jawaban yang baik.
i.
Dapat memberikan banyak gagasan.
j.
Luwes dalam berfikir.
k.
Terbuka terhadap stimulasi dari lingkungan.
l.
Mempunyai pengamatan yang tajam.
m.
Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang,
terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati.
n.
Berfikir kritis, juga terhadap diri sendiri.
o.
Senang mencoba hal – hal yang baru.
p.
Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi dan
sintensis yang tinggi.
q.
Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan
masalah.
r.
Cepat menangkap hubungan sebab akibat.
s.
Berperilaku terarah kepada tujuan.
t.
Mempunyai daya imajinasi yang kuat.
u.
Mempunyai banyak kegemaran (hobi).
v.
Mempunyai daya ingat yang kuat.
w.
Tidak cepat puas dengan prestasinya.
x.
Peka (sensitif) dan menggunakan firasat (intuisi)
y.
Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
2.
Tingkat inteligensi dibawah rata- rata seperti
yang disebut dengan Slow Leaner dan terbelakang mental. Ciri – ciri slow leaner
dan tingkat kecerdasannyaatau IQ nya antara 80 – 90 lambat merespon stimulus
dari lingkungan dalam berbagai aspek, beraktivitas dalam berbagai kegiatan juga
lambat. Sedangkan tingkat inteligensi dibawah 80 digolongkan kepada terbelakang
mental atau disebut dengan tuna grahita.
Tuna grahita ini
terbagi menjadi tiga jenis :
a.
Tuna grahita ringan atau debil dengan ciri – ciri
fisik tidak ada perbedaan dengan anak normal, masih bisa dididik sampai
pelajaran kelas 5 s/d kelas 6 Sekolah Dasar. Bisa bergaul dengan anak – anak
lainnya, mampu berkomunikasi dengan lingkungan. Dalam pembelajarannya
kecendrungan secara individual.
b.
Tuna grahita sedang yang disebut dengan inbesil
dengan ciri -cirinya sebagai berikut : kemampuan untuk dilatih khususnya
dilatih keterampilan yang sangat sederhana atau keterampilan merawat dirinya
sendiri. Keadaan fisiknya berbeda dengan keadaan fisik anak normal, terutama
keadaan wajahnya, semua anak inbesil wajahnya seperti mirip yang disebut dengan
kembar dunia. Penyesuaian diri dengan situasi yang sederhana, komunikasi dengan
bahasa yang sangat sederhana.
c.
Idiot atau tuna grahita berat, anak idiot ini
disebut juga dengan anak mampu rawat. Anak idiot mempunyai tingkat inteligensi
yang sangat rendah sekali. Sebagaimana telah dikemukakan, anak idiot mempunyai
limit perkembangan mental tidak lebih dari anak umur 3 tahun. Walaupun anak
idiot itu dimasukan kedalam klasifikasi anak kesulitan belajar, sebenarnya
golongan ini tidak pernah mungkin dilibatkan dalam suatu tes inteligensi. Hanya
untuk kepentingan administratiflah kelompok kategori idiot itu diadakan.
Dilihat dari sudut inteligensi, anak idiot itu menunjukan tidak mempunyai
kemampuan untuk menerima kesan – kesan, pelajaran atau latihan – latihan
bagaimanapun juga sederhananya. Mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengerti
apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Padanya tidak ada kemampuan untuk
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Bahasa yang demikian pentingnya sebagai
alat komunikasi tidak mampu mereka menguasainya. Mereka hanya dapat mengucapkan
suara – suara tidak jelas artikulasinya. Kalaupun anak idiot ringan masih bisa
mengucapkan beberapa suku kata atau kata yang sederhana sekali dan kurang
jelas, maka hal ini tidak berarti bahwa mereka mampu membentuk kalimat bagaimanapun sederhananya, juga
ucapannya tidak jelas. Jika ada anak idiot yang tidak dapat mengucapkan kata –
kata atau suka kata seolah – olah ia bisu, maka hal itu belum berarti bahwa
alat bicara / atau alat suara anak itu rusak, melainkan kemampuan anak itu untuk
bicara tidak ada.
Anak idiot selalu
menggantungkan hidupnya kepada lingkungan atau masyarakat sekitarnya. Oleh
karena itu mereka sangat memerlukan perawatan dan pengawasan untuk selama hidupnya. Anak itu tidak akan
mampu memelihara atau menolong dirinya sendiri. Begitu pula untuk
mempertahankan atau mengelakan dirinya dari bahaya yang mungkin akan
menimpanya, mereka tidak akan mampu berbuat apa – apa. Tanpa adanya perawatan
dan pengawasan mereka tidak mungkin dapat hidup lebih lama. Mandi harus dimandikan,
menggunakan baju harus ditolong dan makanpun harus dibantu. Pertolongan ini
diperlukan sampai ia menjadi tua.
Walaupun kita
ketahui, bahwa kemampuan belajar anak idiot itu sangat terbatas, namun sebagai
pendidik yang memiliki rasa tanggung jawab kita berusaha agar anak itu minimal
dapat mencapai kepandaian yang dibutuhkan untuk hidupnya.
Ketekunan, kesabaran
yang disertai kasih sayang untuk melatih anak itu sampai akhir hayatnya,
merupakan syarat yang harus ada pada pendidik yang akan menghadapi manak – anak
jenis ini.
E. Hubungan Inteligensi Dengan Kreativitas
Apa itu kreativitas?
Sebenarnya kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang sulit, yang
menimbulkan perbedaan pandangan. Biasanya, perbedaan itu terletak pada definisi
kreativitas, kriteria perilaku kreatif, proses kreatif, hubungan kreativitas
dengan inteligensi, karakteristik orang kreatif, korelat – korelat kreativitas,
dan upaya untuk mengembangkan kreativitas.
Dalam berbagai kajian
tentang kreativitas, istilah kreativitas didefinisikan secara berbeda – beda.
Yaitu tergantung kepada cara orang mendefinisikannya “creativity is a matter of definition”. Tidak ada satu definisi pun
yang dianggap dapat mewakili pemahaman yang beragam tentang kreativitas. Hal
ini disebabkan dua alasan. Pertama,
sebagai suatu “konstruk hipotesis”, kreativitas merupakan ranah psikologis yang
kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam. Kedua, definisi kreativitas memberikan
tekanan yang berbeda – beda, bergantung pada dasar teori yang menjadi acuan
pembuat definisi (Supriadi, 1994 : 6).
Istilah kreativitas
atau daya cipta dari segi penekanannya,
kreativitas dapat dibedakan dalam dimensi person, proses, produk, dan press.
Rhodes (1961) menyebut keempat dimensi kreativitas tersebut sebagai “the four P’s of creativity”. Definisi kreativitas yang menekankan dimensi person
dikemukakan, misalnya, oleh Guilford (1950) : “creativity refers to the
abilities that are characteristics of
creative people“. Definisi yang menekankan segi proses diajukan oleh
Munadar (1977) : “creativity is a process
that manifests it self influency, in flexibility as well in originality of
thinking”. Definisi yang menekankan segi produk dikemukakan oleh Barron
(1976) yaitu “the ability to bring
something new into existence”. Segi produk ini juga ditekankan oleh
semiawan dan kawan – kawan (1984), yakni : “kemampuan untuk menciptakan suatu
produk baru. Tidak perlu seluruh produk yang harus baru, mungkin saja
gabungannya, kombinasinya, sedangkan unsur – unsurnya sudah ada sebelumnya”.
Sementara, Amabile (1983), seperti dikutip Supriadi (1994), mengemukakan, “creativity can be regarded as the quality of
products or responses judged to de creative by appropriate observers”.
Dalam suatu
penelitian yang telah dilakukan di Indonesia terhadap sejumlah ahli psikologi
dalam rangka mengetahui ciri – ciri manakah menurut pendapat mereka, mereka
paling mencerminkan kepribadian kreatif, diperoleh urutan ciri – ciri sebagai
berikut (Munandar, 1977) :
a.
Mempunyai daya imajinasi yang kuat
b.
Mempunyai inisiatif
c.
Mempunyai minat yang luas
d.
Bebas dalam berfikir (tidak kaku atau terhambat)
e.
Bersifat ingin tahu
Mudah-mudahan bisa dipraktekan dengan baik sehingga akan terbentuk generasi penerus yang berkwalitas. amiiin.
BalasHapus